Fenomena Oligarki Politik, Didin Damanhuri: Oligarki Akan Selesai Dengan Revolusi

Reporter : Danny

Optika.id - Memasuki awal tahun 2023, Indonesia dibawakan kabar gembira bahwa pertumbuhan ekonomi sudah meningkat 10%, jika dibandingkan dengan negara maju sekalipun, negara Indonesia tidak terlalu tertinggal.

Baca juga: Dalih Kawal Keberlanjutan Pembangunan, Relawan Jokowi Tolak 3 Periode

Selain itu, terdapat kabar dari presiden bahwa PPKM resmi dicabut atau diakhiri, lebih baiknya perekonomian di 2023 dengan istilah Oligarki seringkali jadi bahan perbincangan seluruh komponen-komponen masyarakat.

Pada tahun 2023-2024 nanti, Oligarki akan bekerja seperti halnya suatu sistem, karena Oligarki sebenarnya fenomena yang memiliki asal usul panjang, tidak hanya muncul secara langsung sebuah fenomena Oligarki.

"Saat ini, negara kita memasuki tahun politik, bahkan sudah sejak tahun 2022 lalu diperbincangkan. Oligarki di tahun politik, koalisi gemuk yang terjadi di DPR itu tidak lepas dari kerjanya sistem oligarki, sehingga kontrol DPR mendekati nol persen. Proses legislasi ini mengabaikan lembaga hukum dan partisipasi publik," ungkap Didik Damanhuri, Senior Ekonom tersebut seperti dikutip Optika.id, Kamis (5/1/2023).

Dengan makin ofensifnya Oligarki Ekonomi yang pada gilirannya makin menjauhkan proses Transisi Demokrasi Politik menuju Demokrasi Substantif, maka dibutuhkan Reformasi mendasar Sistem Politik yang dapat menjamin tercapainya Demokrasi ekonomi. Ini karena suburnya Oligarki Ekonomi di Era Reformasi, karena dibiarkannya para Oligarki Ekonomi menjadi Investor Politik di semua Tingkatan Pemilu.

Baca juga: Peringatan Dini Lingkar Oligarki Jokowi

"Itu semua ternyata dijadikan perhatian, lalu mengapa saya katakan oligarki ini tidak terlalu baik, political enterpreneur, terjadinya oligarki sehingga benteng per 50 praktis gagal dan pemerintah jatuh bangun, demokrasi parlementer waktu itu gagal mengerjakan proyek, bahkan juga gagal mensejahterahkan rakyat," ucapnya seperti dilansir Optika.id melalui Platform Zoom.

Pada Zaman Orde Baru, Oligarki ekonomi dikontrol oleh Soeharto yang Otoriter (tidak secara demokratis), meski menurut PDBI 200 Konglo menguasai 62% PDB. Akan tetapi tidak sampai mendikte Politik dan Orba berhasil dalam pemenehuan Kebutuhan Pokok Rakyat yang terjangkau dan stabil serta menimbulkan perekonomian yang relative merata.

"Karena Oligarki ini makin subur, maka mereka dibiarkan menjadi investor politik, semua tingkatan, pilkada, pilgub sampai pilpres. Sumbangan satu kelompok saja sudah 9 triliun. Dengan demikian, oligarki ekonomi dan politik sudah pasti berkelanjutan," jelasnya.

Baca juga: Pengamat Singgung Capres Oligarki yang Berdampak Buruk Bagi Negeri

Dengan demikian, pemerintah negara Indonesia harus berani melakukan ekonomi reform dan political reform sebagai bentuk bukti-bukti yang menyebabkan ketikdakadilan serta memberikan sanksi berat.

"Embrio dari oligarki di sektor ekonomi maupun poltiik adalah pelaku pemburu, dan akhirnya menciptakan ketimpangan, harus berani melakukan reformasi dari segi ekonomi maupun segi politik. Oligarki akan selesai dengan revolusi, kemudian pemerintah hasil revolusi lambat laun juga akan menciptakan oligarki baru," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru