Pernyataan Puan Soal 8 Parpol Tolak Proporsional Tertutup: PDIP Patuh Putusan MK

Reporter : Haritsah

Optika.id - Ketua DPP PDIP Puan Maharani menanggapi 8 partai politik yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Baca juga: Perihal Hak Angket, Tokoh Muhammadiyah Ini Ingin Semua Jelas

Puan menjelaskan, PDIP tidak mempermasalahkan penolakan dari 8 parpol itu. Ia memastikan PDIP mengikuti aturan dan konstitusi yang berlaku di Indonesia.

"PDIP sangat menjaga peraturan dan konstitusi yang ada. Jadi kalau memang kemudian adanya judicial review akan kemudian mengusulkan proporsional tertutup, ya silakan saja, bagaimana MK memutuskan," kata Puan di Grand Ballroom Hotel Paragon, Jakarta Barat, Senin (9/1/2023).

"Toh, kemarin-kemarin juga proporsional terbuka PDI Perjuangan juga mengikuti hal tersebut. Jadi kami ikuti apa yang akan menjadi keputusan dari MK itu aja," lanjut dia.

Puan mengungkap alasan mengapa PDIP tidak hadir dalam deklarasi 8 parpol yang menolak sistem pemilu proporsional tertutup pada Minggu (8/1/2023).Menurutnya, PDIP mematuhi apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Ketidakhadiran PDI Perjuangan bukan karena kami tidak bersepakat atau sepakat, kita mengikuti saja apa yang akan dijalankan oleh MK sesuai dengan judicial review yang ada, karena PDI Perjuangan juga taat pada konstitusi aturan perundang-undangan," kata putri Megawati yang juga sering menghiasi survei bursa capres ini.

8 parpol, yakni Golkar, Demokrat, PKB, NasDem, PKS, Gerindra, PAN, dan PPP menyatakan menolak pemilu proporsional tertutup.

Sistem Pemilu dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 saat ini digugat ke MK oleh 6 orang karena dianggap bertentangan dengan UUD. Mereka adalah:

Baca juga: Respon PDIP Tentang Hak Angket Kecurangan Pemilu, Jangan Khawatir!

1.Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP)

2.Yuwono Pintadi (anggota Nasdem, tapi NasDem sebut sudah bukan anggota)

3.Fahrurrozi

4.Ibnu Rachman Jaya

5.Riyanto

6.Nono Marijono

Dikutip dari website MK, para pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dengan partai politik.

Baca juga: Pendukung Ganjar di Lampung Ubah Haluan Dukung Amin, Ini Alasannya

Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili partai politik namun mewakili diri sendiri.

"Oleh karena itu, seharusnya ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa saja yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah mengikuti pendidikan politik, kaderisasi, dan pembinaan ideologi partai," ucap kuasa hukum pemohon, Sururudin, dikutip dari website MK, Selasa (3/1/2023).

Sistem terbuka juga dianggap membuat biaya politik sangat mahal dan melahirkan masalah yang multikompleks. Yakni, menciptakan model kompetisi antarcaleg yang mendorong caleg melakukan kecurangan termasuk dengan pemberian uang pada panitia penyelenggara pemilihan.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Kamis, 12 Sep 2024 00:47 WIB
Berita Terbaru