Optika.id - Serikat pekerja atau buruh terus memantau perkembangan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan di DPR. Mereka menyoroti sejumlah hal jika RUU tersebut direalisasikan oleh dewan.
Baca juga: Jangan Lupa! Tanggal 6 April Mendatang, Mahasiswa Bakal Demo Besar Tolak Perpu Jadi UU Ciptaker
Salah satu yang jadi perhatian serikat pekerja, yakni terkait wacana perubahan strukturisasi badan umum publik seperti Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Sekretaris Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Ramidi menilai, berdasarkan pengalaman Omnibus Law UU Cipta Kerja, ada semacam upaya pemaksaan dan kontraproduktif terhadap perkembangan demokrasi di negeri ini.
Jika pola yang sama diterapkan dalam perancangan dan pembahasan legislasi yang lain, dalam hal ini Omnibus Law Kesehatan, maka hal tersebut dinilainya akan melukai proses demokrasi.
Ramidi yang juga Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini pun menyoroti perihal wacana perubahan kedudukan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketanagakerjaan melalui Omnibus Law Kesehatan yang dirancang DPR.
"Kami juga usaha wali amanah, kami punya andil dalam menginisiasi BPJS. Badan ini termasuk dalam sorotan dan perhatian kami," ujarnya saat dihubungi pada Selasa (31/1/2023).
Ramidi mengkhawatirkan ada upaya pihak tertentu yang mengarahkan 'swastanisasi' BPJS lewat Omnibus Law Kesehatan. Dalam hal ini ada upaya untuk mengubah kedudukan BPJS dari yang semula langsung di bawah presiden menjadi di bawah kementerian.
"BPJS Kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan di bawah Kementerian Ketenagakerjaan, ini struktur yang disayangkan. Kami sedang menyusun upaya untuk menolak wacana semacam itu," ujar Ramidi.
Jika BPJS kembali di bawah kementerian, menurut Ramidi, maka kondisinya akan mundur ke belakang, yakni sama seperti Jamsostek dan Askes yang berada di bawah Kementerian BUMN.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja Jadi Ajang Simpati Gaet Suara Para Parpol
Dia mengkhawatirkan kondisi tersebut akan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan mereka. Karenanya dia menolak wacana perubahan kedudukan BPJS Kesehatan dan BPJS Keteranagakerjaan lewat Omnibus Law Kesehatan.
"Kami tidak sepakat dengan hal tersebut. BPJS untuk seluruh warga, dan karena itu harus tetap dikelola negara," kata Ramidi.
Ramidi menjelaskan lebih lanjut, bahwa dengan di bawah Presiden, maka BPJS secara kedudukan tersebut jauh lebih kuat dan jauh dari kepentingan oknum-oknum tertentu. Bahkan dengan berada di bawah Presiden, independensi BPJS dan kemanfaatannya bisa dirasakan banyak orang.
"Jadi sekali lagi (BPJS) ini tanggung jawab negara," katanya.
Ramidi menyatakan pihaknya tak akan tinggal diam jika perubahan struktur atau kedudukan BPJS benar-benar dilakukan melalui Omnibus Law Kesehatan.
Baca juga: Pro Kontra RUU Omnibus Law Kesehatan, IDI Menolak PDSI Sebut RUU Lindungi Tenaga Medis
"Kami akan berteriak nanti. Kita masih melakukan kajian. Langkah penolakan," ujar Ramidi.
Untuk diketahui, DPR memasukkan Omnibus Law RUU Kesehatan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Omnibus law adalah metode pembuatan regulasi yang menghimpun sejumlah aturan di sektor tertentu. Sejauh ini, telah ada Omnibus Law Cipta Kerja dan Omnibus Law Harmonisasi Perpajakan.
DPR mengklaim, dengan omnibus law sektor kesehatan, koordinasi seluruh kementerian dan lembaga diharapkan menjadi lebih optimal. Dengan demikian, sektor kesehatan jadi lebih adaptif di segala kondisi, termasuk saat menghadapi pandemi.
Namun demikian, sama seperti Omnibus Law sebelumnya yang mendapat kritikan sejak awal dirancang, Omnibus Law Kesehatan ini juga menuai polemik. Salah satunya terkait wacana struktur BPJS yang semula langsung di bawah presiden, hendak diubah menjadi di bawah kementerian seperti di masa lalu.
Editor : Pahlevi