Optika.id, Surabaya - Vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Wahyu Imam Santoso terhadap mantan Kadiv Propam PolriFerdy Sambo mendapat dukungan dari berbagai kalangan, tak terkecuali akademisi dan praktisi di Surabaya.
Baca juga: Dijerat Pasal Sama dengan Sambo, Putri Candrawathi Terancam Hukuman Mati
Vonis Mati Pada Sambo Sangatlah Adil
Wayan Titip Sulaksana, akademisi asal Universitas Airlangga ini sependapat dengan majelis hakim yang memvonis mati terhadap Sambo meski hukuman tersebut lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut pidana penjara seumur hidup.
MenurutWayan, hakim memiliki kewenangan untuk menghukum Terdakwa dengan vonis lebih tinggi dari tuntutan Jaksa, hakim juga memiliki kewenangan untuk memvonis sama dengan tuntutan Jaksa. Hakim juga memiliki kewenangan untuk memvonis lebih rendah dari tuntutan Jaksa, bahkan hakim juga memiliki kewenangan untuk membebaskan Terdakwa, ujar Wayan pada Optika.id, Senin (13/2/2023).
Wayan justru menyoroti tuntutan JPU yang menuntut pidana penjara seumur hidup, sebab bagi Wayan tuntutan Jaksa tidak tidak berkeadilan karena Sambo adalah seorang aparat penegak hukum yang semestinya tidak melakukan perbuatan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat.
Dengan vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim tersebut, bagi Wayan sangat pantas diterima oleh seorang Ferdy Sambo. Karena sifat dan perbuatannya sangat melukai keadilan bagi masyarakat. Namun yang disayangkan Wayan, sampai sekarang tidak terungkap motif pembunuhan yang dilakukan Sambo.
Tidak ada titik terang tentang motif pembunuhan Josua, ini kasus kejahatan nyawa harus terang benderang motif pembunuhannya, benarkah karena sakit hati? Sakit hati karena apa? Kan tidak diungkap, ujar Wayan.
Hakim Pintar Merangkai Fakta Persidangan
Wisnu Aryo Dewanto akademisi dari Universitas Surabaya (Ubaya) ini menilai, vonis mati tersebut wajar, karena didakwa Sambo didakwa pasal 340 yang ancaman hukuman maksimalnya mati, namun Jaksa menuntut pidana penjara seumur hidup. Dan hakim diperbolehkan memutus lebih tinggi dari tuntutan Jaksa karena ancaman pasal 340 adalah hukuman mati.
Hakim pintar melihat celah, mereka sudah merencanakan dari awal. Hakim mementahkan bahwa penembakan yang dilakukan Sambo bukanlah spontanitas, tetapi sudah direncanakan. Rencana tersebut dibuat dan tentunya ada targetnya, dan dibuat secara sistematis.
"Banyak fakta persidangan yang mengarah adanya perencanaan, dan hakim bisa membuat runtutan cerita dari fakta tersebut, hakim berhasil merangkai sebuah mozaik, ujar ahli hukum Internasional ini pada Optika.id.
Motif Pembunuhan Belum Terungkap
Meskipun majelis hakim sudah menghukum mati pada Ferdy Sambo, namun tidak juga diungkap motif Ferdy Sambo melakukan pembunuhan terhadap Josua. Bagi Wisnu, motif pembunuhan sebenarnya diungkap sejak awal penyidikan di kepolisian.
Karena motif ini untuk membuktikan apakah ada unsur kesengajaan sehingga direncanakan ataukah spontanitas. Kalau perbuatannya dilakukan dengan sengaja maka pasti hukumannya lebih berat dari tidak sengaja, karena kalau tidak sengaja maka tidak ada motif seperti menabrak orang meninggal itu kan tidak sengaja, ujarnya.
Wisnu mencontohkan kasus yang menjerat Jessica Kumala Wongso atas pembunuhan terhadap Mirna. Dalam putusan hakim tidak diungkap motif karena memang Jessica tidak mengakui hal itu. Namun hakim berani menghukum Jessica dengan pidana penjara selama 20 tahun, sebab waktu itu hakim berkesimpulan bahwa Jessica yang paling lama menguasai kopi Mirna.
Selama dalam kekuasaan Jessica, kopi Mirna tersebut bisa dicampur apa saja. Sama kayak Ferdy Sambo, dia tidak mengungkap motif sebenarnya. Dia bersikukuh karena adanya pelecehan seksual yang tidak terbukti adanya pelecehan seksual tersebut, namun hakim pintar merangkai mozaik dari rangkaian fakta persidangan tersebut, ujarnya.
Memenuhi Unsur Keadilan
Baca juga: Isu Kaisar Sambo dan Konsorsium Judi Online 303, Rizal Ramli: Kok Ada Mafia di Dalam Polri?
Vonis mati terhadap Sambo dinilai ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Cabang Surabaya Hariyanto menilai putusan hakim tersebut sudah memenuhi unsur dan tentunya rasa adil bagi keluarga korban. Terkait lamanya hukuman bagi Hariyanto itu adalah kewenangan hakim.
Sebagai praktisi hukum, Hariyanto menilai bahwa putusan bukan masalah berat atau ringannya sebuah hukuman namun terpenuhinya unsur keadilan. Sepanjang sudah memenuhi azaz keadilan, berat dan ringannya itu mutlak kewenangan hakim.
Saya rasa hukuman mati itu wajar karena Sambo pemegang komando, sehingga untuk membuat efek jera pada yang lainnya, ujarnya pada Optika.id.
Terkait pembelaan kuasa hukum Terdakwa yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim, Hariyanto menilai bahwa hal itu tentunya tidak lepas dari pernyataan Sambo sendiri yang awalnya mengakui perbuatannya namun ditengah perjalanan Sambo tidak mengakui. Untuk itulah dijadikan pertimbangan tidak ada hal yang meringankan, ujarnya.
Andry Ermawan, pengacara yang juga wakil
ketua DPC Peradi Sidoarjo ini mengungkapkan vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim harus dilihat dari dua sisi. Bagi keluarga korban, tentunya vonis tersebut sudah memenuhi rasa keadilan namun sebaliknya bagi keluarga Ferdy Sambo, vonis tersebut tentunya tidak adil.
Namun, apapun vonis hakim kita harus menghormati. karena hakim dalam memvonis tentunya mempertimbangkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, ujarnya.
Labih lanjut Andry yang juga ketua umum LillyIndonesia Lowyers Shooting Club mengungkapkan bagi pihak Sambo vonis mati ini belum berakhir. Masih ada upaya hukum selanjutnya yang bisa ditempuh. Bagi Sambo masih bisa melakukan upaya banding atas vonis tersebut, ujarnya.
Vonis Mati
Baca juga: PPATK Telusuri 4 Rekening Brigadir J, Sambo Terlibat Kasus Mafia?
Mantan KadivPropam Polri Ferdy Sambo divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir N Yosua Hutabarat. Sambo divonis mati.
Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama, kata hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo pidana mati, imbuhnya.
Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Sambo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam putusannya, hakim menyatakan dalih adanya pelecehan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi, tidak memiliki bukti yang valid. Hakim juga menyatakan sangat kecil kemungkinan Brigadir Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri yang dinilaipunya posisi dominan terhadap Yosua selaku ajudan suaminya.
Hakim juga menyatakan motif dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua tidak wajib dibuktikan. Alasannya, motif bukan bagian dari delik pembunuhan berencana.
Tidak hanya itu, Hakim juga menyatakan unsur dengan sengaja, unsur merencanakan, serta unsur merampas nyawa Yosua yang didakwakan terhadap Sambo telah terbukti. Selain itu, hakim meyakini Sambo menggunakan sarung tangan hitam dan ikut menembak Yosua dengan senjata jenis Glock 17.
Usai mengatakan sejumlah hal, Hakim mengungkapkan ada beberapa hal yang memberatkan vonis Sambo, salah satunya perbuatan Sambo mencoreng citra Polri.Hakim menyatakan tidak ada hal meringankan bagi Sambo. Hakim menemukan bahwa ini tidak spontan tapi ada skenario.
Editor : Pahlevi