Optika.id - The Indonesian Institute(TII) menyebutkan bahwa fenomena politik keluarga tumbuh subur disebabkantidak adanya regulasi yang membatasinya.
Tidak ada regulasi yang membatasi orang-orang yang terafiliasi dengan politik keluarga. Artinya, setiap orang bebas untuk maju sebagai kandidat dalam pemilu," kata Peneliti Bidang Politik TII Ahmad Hidayah dalam webinar "Politik Keluarga Menjelang Pemilu Serentak 2024" di Jakarta, Kamis, (23/2/2023)
Sampai saat ini, lanjut dia, tidak ada wacana dari DPR RI untuk membatasi hal tersebut, termasukrencana membuat regulasi pembatasan politik keluarga.
"Saya pikir perlu kajian yang lebih mendalam lagi sehinggaregulasi bisa terimplementasi dengan efektif," katanya.
Ahmad Hidayah menekankan bahwa partai politik perlu merekrut orang-orang yang memang memiliki kapasitas.
Salah satu cara yang dilakukan, papar dia, dengan menerapkan model seleksi kandidat yang terbuka dan transparan. Selain itu, pendidikan politik kepada publik merupakan suatu hal yang penting.
Menjadi tugas bersama untuk memberikan pendidikan politik kepada publik menjelang Pemilu 2024," kata dia.
Jangan sampai, menurut dia, publik memilih kandidat hanya melihat dari popularitas semata. Publik perlu memilih kandidat yang memiliki rekam jejak yang baik, visi, misi, dan program yang jelas.
Peneliti Formappi Lucius Karusmengatakan bahwa kunci proses pemilihan calon anggota legislatif, kepala daerah sampai calon presiden terletak pada partai politik.
Partai politik di satu sisi, ujar dia,dituntut untuk menang. Oleh karena itusebuah kewajaran jika partai politik menjadi pragmatis dengan merekrut orang-orang yang sudah memiliki modal sosial dan kapital mumpuni.
Oleh karena itu, dia menilai perlu adanya proses pemilihan calon anggota legislatif maupun kepala daerah yang benar-benar mengedepankan kualitas, integritas, dan kapasitas para kandidat yang akan diusung parpol.
Editor : Pahlevi