Menteri PPPA Sebut Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Penting Cegah Stunting

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Pengasuhan keluarga secara setara ternyata belum benar-benar diterapkan oleh keluarga di Indonesia. hal tersebut dikatakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang yang menyebut jika dampak dari pengasuhan setara dan kerja sama keluarga akan mencegah terjadinya stunting pada anak.

Baca juga: Fokus Para Capres Berantas Stunting, Pengamat Sebut Janjinya Belum Kuat

Menurutnya, kunci dari pemenuhan gizi bagi anak terletak pada 1000 hari pertama kehidupannya dan hal itu bisa terwujud apabila ada pengasuhan yang setara dan saling mendukung antara ayah dan ibu sehingga bisa memenuhi gizi anak dan mencegah stunting.

Untuk merampungkan problem stunting di Indonesia, ujar BIntang, maka tidak boleh fokus hanya pada pendekatan dari sisi kesehatan saja. Melainkan juga harus melakukan berbagai upaya untuk mengubah pola perilaku serta konstrukti sosial perihal pengasuhan anak.

Kami ingin setiap keluarga menerapkan konsep pengasuhan setara, mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta menekan angka perkawinan anak serendah-rendahnya, papar Bintang dalam keterangan pers, yang diterima, Selasa (28/2/2023).

Diketahui pada tahun 2021 berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% menjadi 21,6% di tahun 2022. Melihat hal tersebut, pemerintah terus melakukan berbagai intervensi agar angka stunting turun ke angka 14% pada tahun 2024 nanti. Target tersebutlah yang ingin dikejar oleh pemerintah pasalnya waktunya kian mepet sementara kasus stunting masih belum menunjukkan penurunan signifikan.

Baca juga: Apa Itu Toxic Family dan Indikasi dalam Kehidupan Sehari-Hari?

Dalam kesempatan tersebut Bintang juga menyebut betapa krusialnya isu stunting yang mengancam hak-hak dasar anak-anak ini. Hal ini diperparah dengan normalisasi anak yang kurang gizi dan banyak dari mereka yang mengira bahwa anak yang terkena stunting disebabkan oleh kekurangan gizi semata.

Padahal, imbuhnya, ada masalah yang lebih kompleks di balik kekurangan gizi tersebut. Permasalahan itu mencakup juga sosial dan budaya. Misalnya, peran dalam pengasuhan anak yang setara, perkawinan anak, kekerasan yang dialami oleh sang ibu, hingga pemberdayaan perempuan secara ekonomi.

Lebih lanjut, stunting juga mempunyai kaitan erat dengan perempuan yang berdaya secara ekonomi. Sebabnya, perempuan yang memiliki kesadaran ekonomi yang kuat akan turut serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Hal tersebut termanifestasi dengan pemberian gizi dan nutrisi serta pendidikan yang layak bagi anak maupun keluarganya. Sementara itu, kesejahteraan keluarga juga akan meminimalisir terjadinya tindak kekerasan, praktik eksploitasi anak, serta perkawinan anak yang lekat dengan masalah kemiskinan.

Baca juga: Dorong Kemandirian Pasca Lepas, KemenPPPA Minta Lapas Bekali Napi Perempuan Pelatihan Kewirausahaan

Oleh sebab itu, dia mendorong agar semua pihak bisa bekerja sama dan bergerak untuk memberdayakan perempuan sehingga mereka bisa membantu kesejahteraan keluarga dan angka stunting bisa ditekan.

Perkawinan anak ini akan menjadi penyumbang untuk lahirnya generasi stunting, seperti kita ketahui, perkawinan anak berisiko meningkatkan kerentanan dalam kesehatan ibu dan bayi, tutupnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru