Menelisik Lebih Jauh Problematika Pungli di Surabaya

Reporter : muhamad abrar

Optika.id - Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya tentu sering menjadi rujukan bagi kota-kota lainnya, mulai dari pelayanan publik, pembangunan infrastruktur dan masih banyak lagi.

Baca juga: Dialog Bareng Nelayan, Ganjar Tegas Berantas Pungli

Namun dalam prosesnya, tentu ada beberapa hal yang perlu dikritisi, salah satunya adalah terkait dengan maraknya pungli yang ada ditengah-tengah pemerntahan kota Surabaya.

Sebenarnya Surabaya cukup dikenal dengan pelayanan publik yang baik dan juga responsif, namun sangat disayangkan banyak sekali terjadi tindakan pungutan liar yang terjadi.

Seperti yang dilakukan oleh seorang aparatur sipil negara (ASN) Pemkot Surabaya yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) hingga puluhan juta. Dilansir dari detik.com, Sabtu (4/3/2023), praktik pungli ini diduga terjadi di Kelurahan Bangkingan, Kecamatan Lakarsantri.

Dugaan pungli ini pertama kali diketahui Wakil Wali Kota Surabaya Armuji ketika menindaklanjuti laporan warga setempat.

Mulanya ia menerima 'sambat' atau aduan warga yang ingin mengurus surat petok yang hilang. Namun, saat mengurus justru dimintai biaya administrasi untuk mengurus oleh kasi Kelurahan Bangkingan yang bernama Ilyas. Di mana seharusnya saat mengurus tidak membayar apapun.

Menurut informasi yang dihimpun, awalnya warga yang mengurus surat petok yang hilang seluas 5.320 meter berupa sawah dimintai biaya administrasi Rp 60 juta. Tapi ditolak karena merasa terlalu mahal dan tidak punya uang. Akhirnya biaya tersebut diturunkan menjadi Rp 30 juta yang rencananya akan dikirim serahkan ke lurah. Namun, setelah memberikan uangnya, surat petok tanah itu tak juga selesai dengan cepat. Bahkan molor hingga dua bulan.

Baca juga: Novel Baswedan Kritik Pimpinan KPK Soal Pungli di Rutan KPK

Meski demikian, lurah meminta pemilik memasang plakat nama di tanah tersebut bersama kasi dan sopirnya. Sedangkan pemilik tanah dijanjikan surat akan keluar 5 hari lagi. Tapi lagi-lagi, hingga satu bulan lebih surat tak kunjung keluar. Dalam menyikapi hal ini Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji juga memberikan tanggapan.

"Salah satu warga melaporkan bahwa ia ingin mengurus surat petok yang hilang. Tetapi ia malah dimintai biaya administrasi sebesar Rp 30 juta oleh kepala seksi (kasi) kelurahan. Padahal seharusnya pihak kelurahan melayani warga tanpa biaya atau gratis," tegas Armuji.

Selain pungutan liar dalam pelayanan publik, tidak jarang juga ditemukan bentuk pungli yang dilakukan oleh aparat kepolisian, dan yang sering terjadi adalah dalam kasus penilangan kendaraan bermotor.

Kasus yang seharusnya diselesaikan di pengadilan seperti melanggar aturan lalu lintas, tidak memakai helm dan lain-lain malah diselesaikan dengan cara memberikan sejumlah uang kepada aparat kepolisian. Hal ini tentu meresahkan masyarakat Kota Surabaya.

Baca juga: Ridwan Kamil Temui Husein Ali, Guru yang Mengundurkan Diri Akibat Pungli

Dalam menyikapi adanya permasalahan tersebut, pihak Pemerintah Kota Surabaya dapat melakukan pengintegrasian sistem melalui aplikasi.

Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pelayanan kepada masyarakat, nantinya warga Kota Surabaya juga dapat menyampaikan aduannya jika menemukan adanya aparatur pemerintahan yang melakukan tindakan pungutan liar.

Harapannya dengan adanya sistem yang terintegrasi ini dapat meminimalisir terjadinya tindakan pungutan liar di Kota Surabaya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru