Menteri Kesehatan Dapat Somasi, Terkait Apa?

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menerima somasi dari Forum Dokter Peduli Ketahanan Nasional (FDPKKN) yang memuat 15 pokok peringatan berkaitan dengan pernyataan Menkes Budi seputar besaran biaya penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter dalam agenda Public Hearing RUU Kesehatan bersama dengan sejumlah organisasi profesi pada 17 Maret di Gedung Kemenkes, Jakarta beberapa waktu yang lalu.

Baca juga: Target Tahun Depan Rampung, Menkes Dukung Uji Klinis Vaksin Merah Putih

Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengaku sedang mempelajari materi surat somasi bernomor 037/B/J&T/III/2023 tersebut.

"Kami menghormati hak pihak-pihak yang mengajukan somasi tersebut dan akan kami pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023).

Dalam proses pembahasan RUU Kesehatan, ujar Syahril, Menkes mengaku mengapresiasi proses dialog yang sehat serta konstruktif yang terjadi antara pemerintah dan organisasi profesi dalam rangka memperkuat pelayanan kesehatan di Indonesia.

Syahril mengklaim jika Menkes secara terbuka menyampaikan pentingnya pembenahan dalam proses penerbitan izin praktik kedokteran dalam rangkaian dialog bersama organisasi profesi. Menurutnya, penerbitan izin praktik kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya dengan segala prosedur dalam mengurusnya merupakan upaya untuk mengurangi beban dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Lebih lanjut, bagian dari pembenahan tersebut yakni meningkatkan transparansi proses pengurusan STR dan SIP untuk memangkas biaya secara tidak langsung serta waktu penerbitan izin Pratik. Sehingga, hal tersebut menurutnya bisa meringankan beban dokter dan tenaga kesehatan serta memastikan proses berjalan secara adil.

Terkait hal tersebut, Syahril mengaku jika Menkes sudah menerima laporan dari para dokter serta tenaga kesehatan terkait biaya penerbitan STR dan SIP yang belum seragam serta minimnya transparansi dalam proses pengurusannya. Hal itulah yang menjadi dasar pembenahan proses perizinan yang dilakukan oleh Kemenkes RI.

Kendati STR diterbitkan oleh lembaga negara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), namun diperlukan validasi terlebih dahulu oleh organisasi profesi dan perhimpunan sebelum sampai ke KKI.

Apabila tidak ada validasi, maka KKI tidak bisa menerbitkan STR. Sementara SIP diterbitkan oleh Pemda dan pemda tidak bisa sembarangan menerbitkan SIP apabila tidak menerima rekomendasi terlebih dahulu dari IDI dan perhimpunan di wilayah setempat.

Maka dari itu, pemerintah menurut Syahri hanya ingin melakukan penyederhanan proses perizinan tanpa mengurangi kontrol terhadap kualitas dan kompetensi dokter serta tenaga kesehatan melalui RUU Kesehatan yang kini tengah digodog bersama.

"Tujuannya agar para dokter dan tenaga kesehatan tidak terbebani dengan birokrasi dan biaya dalam menjalankan pengabdian mulianya," kata Syahril.

Di sisi lain, kuasa hukum FDPKKN, Muhammad Joni didampingi oleh empat pengacara pendamping lainnya membantah besaran nominal penerbitan STR dan SIP yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan pada acara tersebut.

Kuasa hukum menyebut jika Menkes Budi keliru dalam mengakumulasi dana lebih dari Rp1 triliun dalam pernyataannya terkait 250 Satuan Kredit Profesi (SKP).

Dalam pernyataannya tersebut, para kuasa hukum menganggap jika Menkes Budi telah mencederai kehormatan profesi dokter. Maka dari itu, mereka memberi waktu tiga hari kerja kepada Menkes Budi untuk menyampaikan jawabannya atas somasi yang disampaikan pihaknya tersebut.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru