Ini Pandangan Pakar Hukum Tata Negara Soal Terminologi Petugas Partai dan Petugas Rakyat

Reporter : Eka Ratna Sari

Optika.id - Terminologi "petugas partai" dan "petugas rakyat" semakin menjadi perbincangan menjelang Pemilihan Presiden 2024. Kedua istilah ini seringkali dihadapkan satu sama lain, dengan satu mengesampingkan yang lain.

Baca juga: Pemerintah Kini Semakin Cuek dan Loyo

Namun, dari sudut pandang hukum tata negara, Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIP UGM), Mada Sukmajati, menyarankan agar tidak memisahkan secara tegas terminologi "petugas partai" dan "petugas rakyat," melainkan lebih baik mengintegrasikannya. Saat membandingkan kedua istilah tersebut, keduanya memiliki dampak negatif.

"Jadi tidak mudah, ada risiko bila presiden berbasis elite. Tapi ada risiko juga jika langsung mengidentifikasi sebagai petugas rakyat. Terdapat fenomena di Amerika Latin di mana demokrasi berbasis populisme berubah menjadi otoritarianisme," kata Prof. Mada seperti dikutip Optika.id, Selasa (16/5/2023).

Partai politik disebutkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 sebagai peserta pemilihan anggota DPR dan DPRD. Selain itu, Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik, serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan bahwa kepala daerah diusulkan oleh partai politik dan perseorangan.

Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 juga menyatakan:

"(1) Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menghormati serta patuh pada hukum dan pemerintahan tersebut tanpa pengecualian."

"Setiap warga negara berhak menjadi calon presiden/wakil presiden, namun hak tersebut tidak dapat dilaksanakan begitu saja, melainkan harus melalui proses pencalonan oleh partai politik," ungkap Agus.

Agus menegaskan bahwa hak konstitusional untuk mencalonkan diri sebagai capres/cawapres adalah hak partai politik, bukan hak setiap warga negara. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-II/2004 yang membedakan antara Hak Konstitusional Warga Negara dengan Hak Konstitusional Partai Politik.

Di sisi lain, terdapat dua jenis partai politik dalam pencalonan capres/cawapres, yaitu partai politik pengusung yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik pendukung yang tidak terdaftar di KPU.

Akibatnya, visi-misi dan program kerja capres/cawapres dalam kampanye Pilpres adalah visi-misi partai politik pengusung, dan tema kampanye Pilpres mencerminkan ideologi partai politik," ungkap Agus.

Baca juga: Apakah Senjata Api Harus Dilegalkan di Indonesia?

Setelah terpilih, maka Presiden dan Wakil Presiden yaitu berfungsi sebagai:

1. Presiden/Wapres tetap kader Parpol Pengusung

2. Presiden/Wapres tak terputus relasinya dengan Parpol Pengusung

3. Program dan kebijakan Presiden adalah platform Parpol

4. Visi-misi Capres/Cawapres di Pilpres dituangkan dalam: visi misi capres menyesuaikan RPJPN, visi-misi Capres dituangkan dalam RPJMN dan visi misi Capres diterjemahkan dalam RKP oleh Bappenas.

"Maka dalam diri Presiden/Wapres Terpilih memanggul 2 tugas sekaligus yaitu petugas/delegasi/kader parpol dan petugas/representasi rakyat," kata Agus tegas.

Baca juga: DPD, Lembaga yang Tak Dikehendaki dan Dipaksa Lahir Seadanya!

Dalam kesempatan yang sama, pengajar hukum tata negara STHI Jantera, Fritz Edward Siregar PhD menyatakan dua istilah itu berasal dari sebuah pertanyaan kunci yait apakah yang mewakili harus selalu bertanya ke konstituennya dalam berbagai isu.

"Hal itu sulit dilakukan dalam suasana kompleksitas. Maka di tengah-tengahnya ada namanya parpol. Selama berbaur (antara wakil yang diwakili), saya percaya legitimasi itu terjadi," kata Fritz Edward.

Dalam webinar itu, Sekjen APHTN-HAN Prof Bayu Dwi Anggono menyatakan bicara praktik dan penguatan demokrasi Indonesia maka seharusnya tidak lepas dari demokrasi konstitusional yaitu demokrasi yang berbasiskan pada nilai-nilai konstitusi dan aturan hukum.

"Salah satu praktik sekaligus ujian demokrasi konstitusional adalah bagaimana memastikan pemilu termasuk pemilu 2024 selalu berlandaskan pada konstitusi, aturan hukum khususnya hukum di bidang kepemiluan," kata Bayu Dwi Anggono.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru