Optika.id - Fenomena tindak pidana perdagangan orang (TPPO) saat ini sudah berevolusi ke ranah digital. Hal ini dikatakan oleh anggota Komnas HAM, Anis Hidayah yang melihat bahwa jaringan penipuan online TPPO ini dilakukan secara online baik dari proses hingga pemberangkatannya pun mengandalkan online.
Baca juga: BRICS Tambah 13 Negara Mitra, Indonesia Salah Satunya
Karena rekrutmen itu menggunakan teknologi, media sosial, ujar Anis dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023).
Menurut Anis, banyak korban yang kembali menjadi korban untuk kedua kalinya dalam kasus perdagangan orang ini.
Ada beberapa penyebab yang disorot oleh Anis terkait hal tersebut. Pertama yakni jaringan perdagangan orang telah bertransformasi menjadi lebih canggih mengikuti perkembangan jaman. Kedua, dampak pandemi yang menghantam perekonomian dan ketiga yakni korban tidak sadar tengah dijadikan korban kembali oleh pelaku.
Tak hanya Komnas HAM, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga menemukan korban perdagangan orang yang kembali jatuh pada sindikat yang sama. Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha menyebut ada sebagian korban yang memilih kembali ke industri yang sama kendati telah dipulangkan ke Indonesia.
Misalnya ada 15 warga negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan setelah menjadi korban dari perdagangan orang di Laos. Namun, menurut Judha, 11 di antaranya tercatat berangkat kembali ke luar negeri dan bekerja di jenis usaha yang sama.
Ada itu lelaki muda dari Jakarta, kelahiran 2001. Dia mengaku mendapatkan lowongan kerja dari Facebook. Kerjanya di industri judi online Kamboja. Itu awal 2022, ucapnya.
Judha mengaku pihaknya telah memulangkan lelaki tersebut pada pertengahan 2022 karena bekerja secara illegal sehingga harus dideportasi. Pihaknya mencatat bahwa dia bekerja menggunakan visa kunjungan. Bukan visa pekerjaan.
Tidak berapa lama akhir tahun 2022 dia balik lagi ke Kamboja dan menekuni bidang yang sama. Saya rasa mereka tidak kapok karena gajinya gede, lebih gede daripada rasa takutnya, imbuh Judha.
Di sisi lain, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani mengaku bahwa beragam cara telah dilakukan baik oleh pihaknya maupun kerja sama dengan kementerian dan lembaga lain mencegah TPPO ini. Upaya tersebut misalnya seperti mencegah pemberangkatan PMI illegal melalui penggerebekan dan sosialiasi.
Baca juga: Komnas HAM Harap Kekerasan yang di Papua Harus Dievaluasi
Karena mereka yang tidak resmi ini kan berisiko tinggi, ujarnya ketika dimintai keterangan, Rabu (17/5/2023).
Tercatat ada total 1.987 pengaduan yang masuk dari PMI berdasarkan data dari BP2MI. dari angka tersebut, mayoritas pengaduan dibuat karena PMI ingin dipulangkan, ditipu lowongan kerja, gagal berangkat, direkrut secara illegal, dan gaji yang tidak dibayarkan. Sekitar 95% pengaduan tersebut datang dari PMI illegal.
Upaya lainnya yakni BP2MI mengusulkan agar Direktorat Jenderal Imigrasi memperketat penggunaan bisa yang kerap disalahgunakan seperti visa umrah, visa ziarah, dan visa turis. Kemudian, terkait PMI Ilegal yang telah pulang ke Indonesia paspornya bisa di-banned agar tidak bisa keluar Indonesia lagi dan terjebak di lubang yang sama.
Di sisi lian, Benny juga mengingatkan kepada Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO agar melakukan upaya dan tanggung jawabnya terhadap tindak pencegahan dan penanganan perdagangan orang. Akan tetapi, menurut Benny gugus tugas tersebut mandul dalam menangani kasus perdagangan orang.
Baca juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran
Salah satu pihak yang tergabung dalam gugus tugas tersebut yakni Bintang Puspayoga yang menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dalam gugus tugas tersebut posisi Bintang yakni Ketua Harian Gugus Tugas Pusat.
Oleh sebab itu, Pribudiarta N Sitepu selaku Sekretaris Kementerian PPPA mengimbau agar masyarakat waspada dan tidak mudah terjerat jebakan perdagangan orang bermodus lowongan pekerjaan. Dia mengingatkan bahwa pemberantasan perdagangan orang harus diberantas dari hulu ke hilir dan melibatkan berbagai pihak dalam upaya pemberantasannya.
Untuk diketahui, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar pada Rabu (10/5/2023) silam telah dikeluarkan Deklarasi Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi (Declaration on Combatting Trafficking in Persons Caused by Abuse of Technology) untuk menangani TPPO yang menjalar dimana-mana.
Dalam deklarasi itu, disebut berbagai hal yang perlu dilakukan pemimpin ASEAN dalam menangani kasus perdagangan orang. Mulai dari identifikasi faktor penyebab, penindakan hukum, dan penyediaan bantuan bagi korban.
Editor : Pahlevi