Eep Saefulloh: Ini Perbandingan Antara Jokowi dan Anies

Reporter : Danny

Optika.id - CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah membandingkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Khususnya soal latar belakang Jokowi dan Anies di partai politik selama menjabat eksekutif.

Baca juga: Meski Pemilu 2024 Selesai, Perlawanan ke Jokowi Tak Boleh Berhenti

Eep mengatakan, Jokowi telah menjadi pekerja partai jauh sebelum dirinya menjadi presiden, yakni sejak menjabat walikota Surakarta.

"Pak Jokowi sudah jadi pekerja partai sejak jadi walikota di Solo, bukan ketika jadi presiden. Dan Anies berhasil tidak jadi pekerja partai selama lima tahun jadi gubernur," ujar Eep dalam diskusi yang disiarkan kanal YouTube Forum Insan Cita, dikutip Optika.id, Senin, (12/6/2023).

Dia juga menyinggung tentang oligarki di Indonesia. Menurut dia, oligarki akan selalu ada di dalam negara menganut sistem demokrasi.

Sehingga menjadi persoalan ialah mencari pemimpin yang mampu mengendalikan oligarki tersebut.

"Jadi harapan kita ke depan adalah presiden kita di masa mendatang yang bukan jadi alatnya oligarki, tetapi dia mengendalikan oligarki," ucapnya.

Kendalikan Oligarki

Eep menambahkan, langkah dalam upaya mengendalikan oligarki yang bisa diambil Anies jika terpilih menjadi presiden. Caranya, dengan membuat Undang-Undang (UU) terkait pendanaan politik atau political financing.

Menurut dia, saat ini Indonesia belum memiliki UU yang mengatur hal tersebut. Padahal, terdapat tiga poin penting yang seharusnya diatur dalam UU pendanaan politik.

Baca juga: Eep Saefulloh Ungkap Jokowi Harus Segera Diturunkan

"UU Pendanaan Politik dalam negara demokrasi antara lain mengatur tentang bagaimana soal pendanaan politik dikumpulkan. Bukan hanya jumlahnya, tetapi akuntabilitas dan transparansinya," kata dia.

Pemodal Pemilu Diatur

Selain itu, UU Pendanaan Politik juga mengatur soal pengeluaran dana untuk kepentingan berpolitik.

"Dalam demokrasi yang sehat tidak boleh orang yang duitnya tidak berseri membuat iklan setiap hari menghabiskan frekuensi publik. Sementara tidak ada kandidat lain yang bisa menyaingi dia. Harus ada aturan itu," ujarnya.

Baca juga: Eep Saefulloh: Pemilu 2024 Terburuk Sepanjang Masa

"Ketiga adalah larangan repayment. Tidak boleh ada orang membantu kampanye seorang kandidat, setelah itu ada kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada yang bersangkutan (pemilik modal)," tambah dia.

Semua Capres Butuh Dana

Dengan adanya UU pendanaan politik, Eep meyakini oligarki di Indonesia dapat dikendalikan. Meskipun, dia mengakui butuh keberanian dari sosok Anies untuk bersikap tegas.

"Kalau soal pendanaan untuk pemenangan saya kira semua (kandidat capres) membutuhkan. Tetapi pada saat terpilih dan dilantik, hubungan itu terputus. Itu harus jadi kesepakatan antara Anies dengan semua yang membantu," tandas dia.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru