Feminis Radikal dalam Novel Kontrak Untuk RI 2 Karya Tri Budhi Sastrio

Reporter : NORMA SARAH PUJASARI

Optika.id - Novel menurut Nurgiyantoro (2015:13) adalah karya sastra yang terdiri atas berbagai unsur cerita yang berisi unit organisasi yang lebih besar daripada cerpen. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat dijadikan objek kritik sastra. Kritik sastra menurut Wellek (1978) adalah studi karya sastra yang menekankan pada penilaiannya.

Baca juga: Anak Muda Candu Main Mobile Legend

Kemudian kritik sastra menurut Abrams (1981) adalah pembatasan, penganalisisan dan penilaian karya sastra. Pendapat ini senada pula dengan pendapat Pradopo mengenai kritik sastra.

Pradopo (1982) menyatakan kritik sastra adalah menghakimi karya sastra memberikan penilaian dan memberikan keputusan bermutu atau tidaknya suatu karya sastra. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kritik sastra adalah memberikan penilaian bagus atau tidaknya suatu karya sastra.

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, beberapa novel dengan tema tertentu yang berkaitan dengan gender juga dapat dianalisis dengan menerapkan kritik sastra feminis. Kritik sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminisme.

Menurut Ruthven (1985) pemikiran femisme adalah pemikiran dan gerakan yang digunakan untuk mengakhiri dominasi laki-laki terhadap perempuan yang terjadi dalam masyarakat.

Menurut Humm (2007) feminisme menggabungkan doktrin persamaan hak bagi perempuan yang menjadi gerakan yang terorganisasi untuk mencapai hak asasi perempuan, dengan sebuah Ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan.

Salah satu teori dalam karya sastra adalah teori feminisme. Orang yang menganut paham feminisme ini disebut dengan feminis. Mereka terbagi-bagi menjadi beberapa aliran.

Menurut buku Feminist Thought yang ditulis oleh Rosmarie Tong, ada delapan macam aliran feminisme yang dianut oleh para feminis. Diantaranya adalah: liberal, radikal, marxist/sosialis, psychoanalytic, carefocused, multicultural/global/colonial, ecofeminist, dan gelombang ketiga yang dikenal dengan postmodern (Tong, 2009:1).

Feminis liberal memandang diskriminasi wanita yang diperlakukan tidak adil. Wanita seharusnya memiliki kesempatan yang sama dengan pria untuk sukses di dalam masyarakat.

Menurut feminis liberal, keadilan gender dapat dimulai dari diri kita sendiri. Pertama, peraturan untuk permainannya harus adil. Kedua, pastikan tidak ada pihak yang ingin memanfaatkan sekelompok masyarakat lain dan sistem yang dipakainya haruslah sistematis serta tidak ada yang dirugikan. (Tong, 2009:2)

Feminis Radikal menganggap sistem partrilianisme terbentuk oleh kekuasaan, dominasi, hirarki, dan kompetisi. Namun hal tersebut tidak bisa direformasi dan bahkan pemikirannya harus dirubah. Feminis radikal fokus kepada jenis kelamin, gender, dan reproduksi sebagai tempat untuk mengembangkan pemikiran feminisme mereka. (Tong, 2009:2)

Feminis Marxist dan sosialis menyatakan kalau mustahil bagi siapapun, terutama wanita untuk mencapai kebebasan yang sesungguhnya di tengah masyarakat yang menganut sistem yang berdasarkan kelas, dimana kekayaan diproduksi oleh orang yang tak punya kekuatan yang dikendalikan oleh sedikit orang yang mempunyai kekuatan. (Tong, 2009:4)

Feminis psikoanalitis fokus kepada karya-karya Sigmund Freud untuk lebih mengerti peran jenis kelamin di dalam kasus penindasan terhadap wanita. (Tong, 2009:5)

Feminis care-focused membahas hal-hal mengapa wanita dihubungkan dengan ketergantungan, komunitas, dan hubungan. Sedangkan pria dikaitkan dengan ketergantungan, kemandirian, dan otonomi.

Para pemikir ini menganggap bahwa di dalam masyarakat ada perbedaan kenyataan antara feminis dan maskulin. (Tong, 2009:7)

Feminis multicultural/global/postcolonial berfokus pada penyebab dan penjelasan terhadap kedudukan wanita yang berada di bawah pria di seluruh dunia.

Feminis aliran ini terkenal memiliki komitmen yang kuat untuk menekankan perbedaan di antara wanita dan menidentifikasi berbagai macam wanita agar dapat bekerjasama dengan baik. (Tong, 2009:7)

Feminis aliran ecofeminists menekankan pada titik kalau kita tidak hanya terhubung terhadap sesama manusia, tetapi kepada makhluk lain seperti hewan atau bahkan tumbuhan. (Tong, 2009:8)

Feminis postmodern atau gelombang ketiga memiliki pemikiran untuk menghapuskan perbedaan antara maskulin dan feminim, jenis kelamin, wanita dan pria. Mereka mencoba menghancurkan konsep para kaum pria yang mencegah wanita untuk memposisikan dirinya dengan pemikirannya sendiri dan tidak mengikuti pemikiran pria (Tong, 2009:9).

Feminis Radikal dalam Novel Kontrak Untuk RI 2

Feminis Radikal menganggap sistem partrilianisme terbentuk oleh kekuasaan, dominasi, hirarki, dan kompetisi. Namun hal tersebut tidak bisa direformasi dan bahkan pemikirannya harus diubah. Feminis radikal fokus kepada jenis kelamin, gender, dan reproduksi sebagai tempat untuk mengembangkan pemikiran feminisme mereka (Tong, 2009:2).

Tokoh Hui Ping menjadi objek seksualitas oleh tokoh laki-laki bernama Santika dalam novel. Ini menunjukkan adanya bentuk feminis radikal. Misalnya dalam kutipan berikut ini:

Tepat jam 10.15 Santika dengan pakaian santai kembali berada di kamar Hui Ping. Harapannya Hui Ping akan mengenakan pakaian tidur yang lebih seksi tidak kesampaian.

Pakaian tidur tembus pandang yang dikenakan Hui Ping sebenarnya sudah sangat seksi kalau saja gadis jelita itu tidak mengenakan pakaian dalam terusan yang menyembunyikan keindahan payudara dan bagian-bagian tubuh lainnya.

Dan memang masih pakaian itu yang dikenakan hui Ping ketika Santika menerobos masuk ke kamar gadis jelita itu. Hui Ping sedang menyaksikan pertandingan piala Eropa yang tampaknya baru saja dimulai. (Sastrio, 2019:151)

Dalam kutipan tersebut diketahui bahwa Santika memandang Hui Ping bukan sekadar rekan kerja. Akan tetapi, seorang perempuan yang jika dibayangkan cukup menarik untuk dikencani dan dijadikan sebagai objek seksualitas tokoh laki-laki dalam novel. Hal itu juga terlihat dalam kutipan ini:

Aha, engkau sedang mandi dan pasti telanjang bulat sekarang! Santika tersenyum sendiri membayangkan keindahan tubuh Hui Ping. Memang belum pernah Hui Ping telanjang bulat di depannya tetapi semakin lama Santika semakin yakin bahwa tampilan alami gadis ini pasti tidak kalah dengan tampilan alami Sri. Sejak kurang lebih tiga bulan yang lalu Santika sebenarnya pernah memutuskan bahwa tubuh Sri adalah tubuh gadis paling sempurna yang pernah dilihatnya tetapi sejak berkenalan dengan Hui Ping perlahan tetapi pasti dia mulai mengoreksi keputusan itu. Tampilan alami tubuh Sri memang masih tetap sempurna tetapi tampilan tubuh alami Hui Ping juga diyakininya sama sempurnanya! (Sastrio, 2019:155)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Santika membandingkan bagaimana keindahan tubuh kekasihnya yang bernama Sri dengan tubuh Hui Ping.

Hal ini juga menunjukkan adanya feminis radikal karena perempuan hanya diposisikan sebagai objek seksual tanpa adanya peristiwa sebalikny dimana laki-laki juga dijadikan objek seksual. Dalam kutipan tersebut perempuan yang mana jenis kelaminnya berlawanan dengan laki-laki masih berat sebelah dan masih didominasi laki-laki serta masih belum berubah.

Contoh lain dalam kutipan berikut:

Pandangan mata Hui Ping terarah sepenuhnya ke LCD di depannya. Rambut basah, paha putih mulus agak tersingkap, fakta bahwa dia sama sekali belum mengenakan pakaian dalam, sebenarnya merupakan gabungan tampilan fisik yang amat sangat menggoda dan tentu saja sulit diredam bahkan oleh seorang pertapa sekali pun. Tetapi Santika jauh melebihi pertapa dalam hal mengendalikan diri. Dia memang suka bercinta, bisa berjam-jam dan mungkin berhari-hari melakukan kegiatan yang satu ini, tetapi pada saat yang sama dia juga bisa melatih bushido-nya dengan tekun tanpa terpengaruh oleh keadaan sekeliling. Inilah kelebihannya. Mengendalikan diri adalah salah satu kelebihan Santika yang sulit ditandingi orang lain (Sastrio, 2019:159)

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Hui Ping baru selesai mandi dan Santika membayangkan Hui Ping tidak memakai baju. Keindahan tubuh Hui Ping akan membuat siapapun tidak bisa menahannya meskipun laki-laki pertapa. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lah yang selalu menahan keindahan tubuh perempuan dimana perempuan sebagai objek keindahan yang dinikmati laki-laki.

Feminis Postmodern dalam Novel Kontrak untuk RI 2

Hui Ping diceritakan secara tidak langsung oleh tokoh lain bahwa ia mendapatkan diskriminasi gender. Ia seringkali dianggap sebagai seorang perempuan bodoh yang tidak mengetahui apapun dan tidak memiliki wawasan yang luas. Akan tetapi, Hui Ping memiliki kemampuan dan keahlian yang sama dengan rekan laki-lakinya. Ia sangat kompeten dan memiliki pengetahuan luas.

Hal ini menunjukkan bentuk feminis potmodern.Feminis postmodern memiliki pemikiran untuk menghapuskan perbedaan antara maskulin dan feminim, jenis kelamin, wanita dan pria.

Mereka mencoba menghancurkan konsep para kaum pria yang mencegah wanita untuk memposisikan dirinya dengan pemikirannya sendiri dan tidak mengikuti pemikiran pria (Tong, 2009:9).

Misalnya pada kutipan berikut ini:

Santika tersenyum lebar karena berhasilmemotong dan melanjutkan puisi yang disampaikan Hui Ping. Kena batunya kau sekarang. Kau pikir aku tidak tahu puisi ini?

Hui Ping ikut-ikutan tersenyum lebar. Boleh juga kalau begini.

Puisi yang singkat tetapi isinya benar-benar mengena dan akan selalu relevan kapan saja, kata Hui Ping di sela-sela senyum lebarnya.

lalu bagaimana dengan dengan The Table Turned? Kau kenal puisi ini? Siapa penyair yang justru tidak suka buku ini?

Rasakan sekarang! Sudah tiba waktunya mengakui bahwa tidak semua hal kau ketahui. Tetapi Santika salah besar. Pendidikan formal Hui Ping mungkin adalah Sastra Asia rimur tetapi ini tidak berarti Sastra Inggris dan Sastra Amerika merupakan sesuatu yang asing baginya. Justru sebaliknya lah yang terjadi! (Sastrio, 2018: 51: 52)

Dalam kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Hui Ping memiliki wawasan yang luas terkait kesusastraan dunia. Akan tetapi ketika Santika mendapat pertanyaan dari Hui ping, Santika mengira Hui Ping tidak mengetahuinya.

Padahal Hui Ping memiliki pengetahuan yang detail mengenai puisi yang ditanyakannya. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki yang selalu meremehkan kecerdasan perempuan, mengira bahwa perempuan pasti tidak tahu banyak tentang hal-hal hebat di luar sana.

Akan tetapi, Hui Ping sebagai seorang perempuan justru tahu banyak tentang apa yang ia bicarakan.

Hui Ping sangat pintar. Dia juga tau tentang makanan luar negeri. Ketika Santika menjelaskan banyak hal panjang lebar tentang makanan beserta bahan-bahannya yang sulit disebutkan, ternyata Hui Ping sudah mengetahuinya.

Misalnya dalam kutipan berikut ini:

Santika melirik Hui Ping. Hui Ping tersenyum sambil mengernyitkan hidungnya. Laniutkan saja gaya sok jagoanmu. Kalau engkau ingin menunjukkan keahlianmu dalam hal makanan, aku sama sekali tidak keberatan!....

Santika tersenyum sambil mengangguk-angguk. Dalam hal menu makanan kurasa engkau harus mengakui keunggulanku, sayang! Lisa Kudrow adalah pencinta makanan berkelas. Entah berapa kali mereka makan malam bersama pada masa kuliah dulu dan entah sudah berapa kali pula pelajaran gratis tentang menu makanan berkelas diberikan oleh gadis cantik itu.

Santika masih mengingat semuanya dengan baik. Sekali lihat tidak bisa lupa, sekali dengar tidak bisa hilang, bukan julukan omong kosong jika dilekatkan pada dirinya.

udang windu pedas manis ini akan lebih nikmat jika sebagian darinya dimakan menggunakan sauce au champagne. Bahan-bahan seperti shallot, herb, special wine, butter, dan cognac pasti akan menambah selera makan semua orang. Aku juga sudah lama tidak mencicipi manzo stufato. Kau pernah, Hui Ping?

Kali ini Hui Ping menggeleng. Memang tidak pernah atau kau tidak paham arti bahasa Italia ini?

Aku tidak suka manzo stufato. Apa sih enaknya daging rebus ala italia?

Hah, jadi engkau juga tahu makanan ini?

Baik, kalau engkau tidak suka aku juga tidak akan pesan.

(Sastrio, 2019:96-97)

Dalam kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Santika kaget mendengar respon Hui Ping yang ternyata sudah tau apa yang dimaksud oleh Santika. Padahal Santika sudah menganggap remeh Hui Ping mengira tidak tahu makanan yang disebut. Hui Ping sebagai seorang perempuan menunjukkan bahwa dia tidak kalah dengan laki-laki seperti Santika.

Momen lainnya adalah ketika bermain catur dengan Santika. Hui Ping yang dikira tidak bisa bermain catur, ternyata dia memenangkan pertandingan catur melawan Santika. Santika kemudian kesekian kalinya salah menilai Hui Ping. d

Dalam kutipan berikut ini:

Santika memang belum kalah, permainan pun belum usai. Tetapi kalau dia tetap nekat meneruskan permainan jelas dia akan semakin ditertawai dan diejek oleh Hui Ping. Hanya pemain catur kelas teri saja yang tidak bisa melihat bahwa apa pun yang dilakukan olehnya pasti kalah. Bidak di lajur a sama sekali tidak terbendung kecuali dia rela mengorbankan bentengnya . Tetapi kehilangan seorang perwira ketika berhadapan dengan pecatur yang sama tangguhnya jelas berarti kalah. Bah, hari ini aku benar-benar sial!

Bagaimana sekarang? suara merdu Hui Ping bukan saja terdengar sumbang menggelegar tetapi juga terasa tajam menusuk dan menggilas semua harga dirinya. (Sastrio, 2019:213).

Dari kutipan tersebut diketahui bahwa Santika telah kalah bermain catur dengan Hui Ping. Padahal Santika sebelumnya meremehkan kemampuan Hui Ping dalam bermain catur. Akan tetapi, Santika ternyata sangat mudah dikalahkan Hui Ping. Santika yang seorang laki-laki pun merasa bahwa tidak seharusnya ia kalah dari seorang perempuan.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru