Optika.id - DPR RI bersama dengan pemerintah akan membahas mengenai ratifikasi Rancangan Undang-Undang Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (RUU Antipenghilangan Paksa). Hal tersebut dikatakan oleh Anggota Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya yang menyebut bahwa pemerintah telah siap untuk meratifikasi RUU tersebut kendati pihaknya bakal membahas hal tersebut bersama dengan pemerintah terlebih dahulu.
Baca juga: DPR Setujui Naturalisasi Kevin Diks dan Dua Pemain Belanda untuk Perkuat Timnas
"Ini, kan, perlu kesepakatan dengan negara, dalam hal ini pemerintah. Jadi, memang tahapannya masih panjang, ada RDPU (rapat dengar pendapat umum) dan RDP (rapat dengar pendapat), Baru setelahnya, kami akan rapat kerja dengan pemerintah untuk mengambil keputusan," kata Riefky dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Rabu (21/6/2023).
Meskipun membtuhkan pembahasan yang panjang untuk sampai di tahap pengesahan, politikus dari Partai Demokrat tersebut menegaskan bahwa para wakil rakyat akan membahas dan mengesahkannya agar segera menjadi undang-undang (UU). Pasalnya, dia mengklaim secara prinsip tidak ada alasan apapun untuk tidak meratifikasi RUU Antipenghilangan Paksa tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi I DPR RI lainnya, Al Muzzamil Yusuf berharap penuh agar ratifikasi RUU Antipenghilangan Paksa dapat dirampungkan pada tahun 2024.
Dia mengatakan bahwa RUU tersebut penting lantaran Indonesia sejak dahulu berkomitmen dalam menyelesaikan dan menjaga HAM.
Baca juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024
"Sebagai kemajuan dari langkah pengakuan ratifikasi kita kepada konvensi HAM internasional, sudah 8 kita akui, ini yang ke-9. Sepatutnya ini bisa kita lakukan di tahun 2024," kata dia, dilansir dari situs web DPR RI, Rabu (21/6/2023).
Sebagai informasi, pada tanggal 20 Desember 2006 silam Majelis Umum PBB membuat naskah Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Kemudian setahun setelahnya tepatnya tanggal 6 Februari 2007 naskah tersebut dibuka untuk ditandatangani negara-negara anggota PBB yang lain. Akhirnya pada tanggal 23 Desember 2010 silam perjanjian tersebut secara resmi diberlakukan.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi
Sebanyak 98 negara hingga September 2018 telah menandatangani konvensi tersebut dan menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga hak asasi manusia. Dari 98 negara, hanya 59 negara saja yang sudah meratifikasinya.
Sementara itu, di Indonesia sendiri sudah banyak pelanggaran HAM yang terjadi apalagi sejak tahun 1998. Banyak aktivis maupun orang-orang yang vocal mengkritik pemerintahan saat itu hilang tanpa kabar, maupun menjadi korban dari kekerasan aparat ketika sedang demonstrasi. Penghilangan paksa orang-orang tersebut hingga kini diperingati dan dituntut melalui Aksi Kamisan yang digelar rutin sebagai pengingat kepada pemerintah bahwa ada kejahatan HAM besar yang dilanggar.
Editor : Pahlevi