Primadona Aroma, Sejarah Kayu Cendana

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Memasuki zaman modern, kepercayaan-kepercayaan mistis warisan nenek moyang ternyata masih eksis. Kepercayaan yang mengamini adanya kekuatan gaib dalam benda-benda tertentu masih dapat dengan mudah dijumpai bahkan dijual dan dipromosikan secara online. Pengaruh keyakinan yang lazim disebut dinamisme initidak dapat hilang sepenuhnya meskipun diterpa gelombang rasionalisme Barat.

Baca juga: Lewat 'Bangga Surabaya Peduli', Pemkot Siap Beri Bantuan Daerah di Jatim yang Kena Bencana Alam

Selain keris dan batu akik, orang Indonesia juga akrab dengan dupa dan berbagai jenis jimat. Baik dalam bentuk kalung, cincin, atau gelang yang berbahan baku dari kayu cendana. Praktik-praktik spiritual Timur kerapkali melibatkan mewangian khas olahan kayu cendana. Bahkan kepercayaan metafisik masyarakat kepulauan Nusantara memandang kayu cendana mampu meredam amarah seseorang dan menuntunnya dalam kebaikan. Saking wanginya kayu tersebut dengan efek yang menenangkan.

Menurut Anthony Reid dalam bukunya Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, dulu, kayu cendana dimanfaatkan untuk wewangian dupa, parfum, kosmetik, sabun, kosmetik dan aromaterapi.

Peradaban Mesir kuno, Mesopotamia dan Srilanka memanfaatkan olahan kayu cendana untuk mengawetkan raja dan putra mahkota. Bahkan jaringan perniagaan kayu cendana menemus pasar Romawi serta sudah beredar sejak dinasti Han. Menjelang abad ke-15, kayu cendana memikat orang Eropa sehingga pamornya melejit menjadi komoditas mewah.

Kini, produk gelang dari kayu cendana yang menurut informasi website resmi penjualan bermanfaat untuk mengundang berkah rezeki dan sarana jimat pengasihan asmara, wibawa maupun pesona.

Karena cendana merupakan tumbuhan parasit, maka dapat dipastikan budidaya tumbuhan cendana di masa lampau sangatlah terbatas. Hal tersebut ditegaskan dalam tulisan Suriamihardja dan I Wayan Widhana Susila dalam Strategi dan Upaya Pelestarian Potensi Cendana di Nusa Tenggara Timur. Mereka menulis jika tumbuhan cendana yang tumbuh liar membatasi jumlah ekspor sehingga berlaku teori kelangkaan dengan dampak langsung pada nilai tukar.

Wang Ta Yuan pada pertengahan abad ke-14 mengabarkan jalinan perniagaan orang Cina yang mendapatkan kayu cendana dengan menukarnya dengan besi, porselen, perak, sutra berwarna dan tekstil. Orang Cina berlayar ke pulau Timur demi memperoleh kayu cendana untuk digunakan sebagai parfum dan kemeyan dalam berbagai praktik ritual keagamaan.

Penghuni pulau Timor menunjuk pimpinan yang bertugas mengawasi aktivitas perdagangan agar tidak memicu permasalahan. Saudagar Jawa dan Malaka dikabarkan juga mencari kayu cendana di pulau Timor dan mendapatkannya dengan menukar pisau, pedang, kain, kapak, paku, porselen, timah, timah hitam, manik-manik berwarna dan merkuri.

Baca juga: Komunitas Nol Sampah: Pelebaran Sungai di Surabaya Bisa Merusak Mangrove

Sepanjang abad ke-15 dan 16, persediaan kayu cendana di Timor diperkirakan 200 bahar per tahun sedangkan kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara lainnya 70 bahar per tahun. Kargo kapal-kapal VOC pun hanya memuat 200 sampai 300 ton per tahun.

J.C Van Leur dalam buku Perdagangan dan Masyarakat Indonesia : Esai-Esai Tentang Sejarah Sosial dan Ekonomi menulis jika total keseluruhan kayu cendana dari kepulauan Nusantara tidak dapat memenuhi permintaan pasar domestik, pasar di pesisir pantai India, pasar global kekhalifahan Turki Utsmani, apalagi pasar Eropa sehingga harganya menjadi sangat mahal.

Pedagang Melayu mengatakan bahwa Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana dan Banda untuk pala dan Maluku untuk cengkih, dan komoditas ini tidak pernah dijumpai di tempat lain di dunia kecuali di tempat itu, kata Tome Piresdalam bukunya Suma Oriental, dikutip Optika.id, Jumat (23/6/2023).

Pulau Timor yang terkenal dengan kayu cendana, pertama kali dikunjungi bangsa Barat pada tahun 1522 oleh Sebastian del Cano. Mendengar berita itu, orang-orang Portugis dengan cepat mengeksploitasi kekayaan alam kayu cendana di pulau Timur dan menerapkan monopoli perdagangan dengan kantor yang berpusat di pulau Solor.

Baca juga: Tahukah Anda? Ini Segudang Manfaat Daun Sirih, Mengencangkan Miss V Salah Satunya

Benteng pertahanan di pulau Solor yang melindungi pemukiman Portugis di pulau Timor dan Flores mengamankan aktivitas pengiriman kayu cendana secara rutin ke Malaka. Pada 1814, bagian barat pulau Timor diambil alih Belanda yang masih memberlakukan ekspor kayu cendana seperti penguasa-penguasa sebelumnya.

Primadona aroma kayu cendana bahkan melampaui masanya dan mengisi bilik-bilik nostalgia. Pasangan Frank dan Helen Schreider yang berpetualang ke Indonesia untuk mengunjungi warisan sejarah menatap pelabuhan tua Batavia.

Dulunya tempat porselen dari Cina dipertukarkan dengan lada dari Sumatera, hiasan kaca dari Venesia dengan kayu cendana dari Timor serta sutra dari Persia dengan buah pala dari Ambon, yang pada tahun 1963 hanya kios-kios bambu dengan berbagai jenis ikan berjejer-jejer diperjual belikan.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru