Ganjar Pranowo Harus Segera Hentikan Pertambangan di Desa Wadas

Reporter : Danny

Optika.id - Seperti rilis yang diterima Optika.id dari Jaringan Solidaritas Wadas, pada hari Rabu, (26/7/2023), warga Wadas bersama jaringan masyarakat sipil melakukan aksi dan audiensi di depan Rumah Aspirasi Relawan Ganjar Pranowo Presiden 2024.

Baca juga: Sidang ke-9 Warga Wadas Lawan Dirjen Kementerian ESDM, Warga Hadirkan 2 Orang Saksi

"Aksi ini merespons omong kosong Ganjar Pranowo dalam forum Rakernas Apeksi 2023 di Makassar beberapa waktu lalu, yang menyatakan bahwa Permasalahan di Desa Wadas, Purworejo telah diselesaikan," tulis Jaringan Solidaritas Wadas dalam rilisnya pada Optika.id, Rabu (26/7/2023) malam.

Siswanto, Warga Desa Wadas menyampaikan bahwa pernyataan Ganjar Pranowo terkait ketua kelompok Gempadewa yang telah menerima 11 miliar merupakan pernyataan yang mengada-ada.

Sampai saat ini, Ketua Gempadewa masih menolak menjual tanahnya untuk pertambangan. "Sampai saat ini, Ketua Gempadewa bersama ratusan warga Wadas masih konsisten menolak pertambangan di Desa Wadas," tegas Siswanto.

Selain itu, Siswanto menambahkan bahwa pernyataan Ganjar Pranowo yang menyatakanbahwa permasalahan di Wadas telah diselesaikan merupakan pembohongan publik dan tidakbisa dipertanggungjawabkan. Hal yang terjadi adalah, persoalan di Desa Wadas semakin banyak.

Baru-baru ini pembukaan lahan untuk membangun jalan pertambangan mengakibatkan banjir lumpur dan longsor. Jalan utama desa selama beberapa waktu tidak bisa dilalui.

"Aktivitas pembukaan lahan juga membahayakan keselamatan anak-anak sekolah dan juga membahayakan masyarakat. Mengingat lokasi pembukaan lahan hanya berjarak beberapa meter dari sekolah dasar Wadas," tulisnya.

Bahwa sejak 2018 sampai Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bendungan Bener habis pada tanggal 7 Juni 2023, warga Wadas masih terus berjuang menolak rencana pertambangan Batu Andesit untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

"Namun, penolakan warga Wadas ini tidak pernah didengarkan oleh para pemangku kebijakan, utamanya Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah selaku penanggung jawab proyek strategis nasional di daerah sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016. Di tengah penolakan warga dan Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang telah habis, pemerintah terus memaksa warga menyerahkan tanahnya dan melanjutkan proyek," katanya.

Penolakan warga Wadas atas rencana pertambangan bukan tanpa sebab. Aktivitas pertambangan akan menimbulkan dampak pada banyak sektor, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Baca juga: Gugatan Warga Desa Wadas terhadap Dirjen ESDM Masuk Tahap Pembuktian

Belakangan, dampak-dampak atas rencana pertambangan ini sudah terlihat. Hubungan sosial antar warga menjadi tidak harmonis sebab politik adu domba dari pemerintah yang terus dilakukan demi mulusnya pembebasan tanah.

Selain itu, dampak lingkungan dari aktivitas pembukaan lahan untuk pembuatan jalan tambang dari Bendungan ke Wadas sudah terjadi, misalnya longsor dan banjir lumpur dari atas bukit akibat penebangan pohon dan perubahan bentang alam yang tempo hari terjadi, kebisingan akibat aktivitas alat berat, penurunan kualitas udara akibat debu yang beterbangan selama proses pembuatan jalan tambang, penurunan kualitas air akibat rusaknya sumber mata air akibat, dan lain sebagainya. Ini menandakan bahwa rencana pertambangan di Wadas minim perencanaan.

"Namun Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo secara manipulatif mengabaikan fakta-fakta di atas. Dalam forum Rakernas Apeksi 2023 di Makassar beberapa waktu lalu, Ganjar Pranowo justru membual bahwa dirinya telah menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di Wadas," tuturnya.

Selain itu, dalam khotbahnya pada forum tersebut, dirinya seolah-olahingin mencitrakan dirinya sebagai pahlawan sejati yang rela berkorban mengambil tanggung jawab atas permasalah yang ditimbulkan pihak atau pemimpin lain. Pemimpin lain seolah-olah dianggapnya pengecut dan tidak berani bertanggung jawab atas persoalan di Desa Wadas.

"Padahal, memang dirinya-lah, selaku penanggung jawab PSN di daerah yang harus bertanggung jawab atas penyiksaan, teror, kriminalisasi terhadap warga yang menolaktanahnya diukur dan bencana yang timbul akibat kerusakan lingkungan yang dihadapi olehwarga Wadas selama bertahun-tahun," tukasnya.

Baca juga: Komnas HAM Akan Buka Lagi Kasus Kekerasan Oleh Aparat Kepolisian di Desa Wadas

Deskripsi indah yang keluar dari batang tenggorokan Ganjar Pranowo soal sukses besar penyelesaian kasus Wadas dan narasi bahwa Wadas telah selesai nyatanya cuma omong kosong. Hal yang terjadi justru sebaliknya, ancaman nyata soal bencana alam akibat kerusakan lingkungan, kehilangan pekerjaan, dan dampak lainnya akan dihadapi warga jika pertambangan di Wadas terus dipaksakan.

Raudatul Jannah, S.H, staf Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta juga menambahkan bahwa Izin Penetapan Lokasi (IPL) untuk pembangunan Bendungan Bener telah selesai tanggal 7 Juni 2023, dan masih banyak warga Wadas yang menolak melepaskan tanahnya. Dengan selesainya IPL ini, pemerintah seharusnya menghentikan seluruh proses pengadaan tanah di Desa Wadas. Namun secara faktual, aktivitas di lapangan masih terus berjalan. Warga yang menolak melepas tanahnya diancam akan dikonsinyasi (uang ganti kerugian dititipkan di Pengadilan).

Selain itu, pertambangan di Desa Wadas dilakukan secara ilegal. Hal ini diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 388/G/2022/PTUN.JKT dan Putusan Banding Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor:168/B/2023/PY.TUN.JKT.

"Pertimbangan hakim dalam putusannya pada pokoknya menyampaikan bahwa Rekomendasi pertambangan di Desa Wadas yang diterbitkan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini semakin memperjelas bahwa pertambangan di Desa Wadas dilakukan secara ilegal dan melawan hukum. Oleh karena itu, warga Wadas menuntut untuk Segera Hentikan Rencana Pertambangan di Desa Wadas," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru