Optika.id -Generasi digital native Gen Z secara umum dikenal dengan idealismenya. Mereka dikenal memiliki perhatian yang besar pada isu-isu perubahan iklim, membangun kesetaraan, dan penciptaan lebih banyak peluang bagi orang dari berbagai latar belakang serta perhatian pada praktik keberlanjutan (sustainability).
Enam dari 10 Gen Z mengatakan sudah melakukan berbagai tindakan aktif untuk meminimalkan dampak mereka terhadap lingkungan. Survei lain menemukan pentingnya pendidikan bagi 65 persen Gen Z dan mereka menghargai adanya akses yang setara bagi siapapun kepada pendidikan.
Untuk itu Samsung menyelenggarakan Samsung Solve for Tomorrow (SSFT),sebagai komitmen untuk memajukan pendidikan Indonesia dengan memfasilitasi siswa Indonesia untuk meraih mimpi mereka di bidang pendidikan dan keberlanjutan.
Mulai dari menuangkan ide hingga membuat rencana agar ide mereka dapat terwujud dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Ennita Pramono, Head of Corporate Citizenship Samsung Electronics Indonesia, mengatakan Samsung Solve for Tomorrow adalah kontribusi Samsung terhadap pendidikan di Indonesia dan komitmen menjadi bagian dari education movement untuk Indonesia yang lebih baik.
"Samsung Solve for Tomorrow bertujuan mempersiapkan future leader dengan mengajak anak-anak muda mewujudkan perubahan nyata dan positif untuk hari esok yang lebih baik," ujar Ennita, dalam keterangan media, Jumat (28/7/2023).
Saat ini, Samsung Solve for Tomorrow telah memasuki babak semi-final. Lebih dari 300 proposal telah diterima, tersaring 40 proposal yang menjadi semifinalis dari SMA, SMK, dan MA yang berasal dari berbagai kota di Indonesia.
Samsung menyiapkan pelatihan Design Thinking dan sesi mentoring untuk para semifinalis, agar mereka dapat mempertajam proposal ide menjadi perencanaan yang memberikan perubahan positif yang lebih berarti bagi komunitas dalam bentuk prototype project.
Design Thinking adalah proses pemecahan masalah secara kreatif yang berfokus pada manusia, berlandaskan pada lima step.
Step pertama adalah empathize yaitu mengidentifikasi pengalaman di komunitas untuk menemukan kebutuhan eksplisit dan implisit mereka sehingga dapat tercipta desain yang tepat, melalui riset, wawancara, dan observasi.
Step kedua adalah Define, meninjau temuan dari step pertama, menemukan pola, menemukan sebuah sudut pandang, menyusun insight, untuk menentukan secara spesifik apa yang dibutuhkan oleh komunitas.
Step ketiga adalah Ideate di mana peserta diminta menggali sebanyak mungkin ide-ide kreatif yang berkaitan dengan pemecahan masalah yang ditemukan.
Lalu mereka akan melakukan brainstorming untuk mengevaluasi berbagai ide yang muncul dan menemukan mana yang paling tepat dan relevan.
Lalu, step keempat adalah Prototype, di mana para peserta melakukan pemetaan terhadap user journey lalu membuat paper prototype, selanjutnya digital prototype, dan akhirnya membuat prototype fisik.
Berikutnya adalah Test, di mana peserta akan membagikan prototype tersebut kepada komunitas dan melakukan iterasi terhadap prototype sehingga ide solusinya bisa diadaptasikan dengan cepat.
Terakhir, para peserta akan sharing ide solusi dan prototype mereka dengan storytelling dan membuat sebuah pitch video. Untuk menyempurnakan ide solusi dan prototype mereka, para peserta mengikuti sesi mentoring dengan mentor masing-masing.
Para mentor yang terlibat dalam babak ini mengatakan umumnya para peserta perlu dipertajam dalam merumuskan permasalahan dan bagaimana mengimplementasi ide menjadi produk yang bisa digunakan, apalagi kalau bahan-bahannya sulit didapatkan.
Teddy Utoyo, karyawan Samsung Electronics Indonesia yang menjadi mentor, mengatakan, anak-anak ini punya ide yang idealis. Maka tugas kami sebagai mentor adalah menyambungkan kondisi saat ini dengan segala macam tantangan, supaya ide ini bisa real dijalankan nantinya.
Harapannya, dengan program ini kita dapat menunjukkan bahwa adik-adik SMA, SMK, dan MA ini peduli dengan lingkungan mereka.
Peserta Samsung Solve for Tomorrow mengakui sesi Design Thinking dan Mentoring membantu mereka mengidentifikasi masalah dan mencari solusinya, menambah sudut pandang baru mengenai design thinking, dan membantu mempertajam cara berpikir yang sistematis.
"Selain mendapatkan validasi atas produk, melalui sesi ini kami juga mengasah softskill kami untuk bekal saat bekerja nanti, kata Fariz Marsal Musyaffa, ketua Kelompok Dasher dari Madrasah TechnoNatura Depok, Jawa Barat.
Adapun Neal Guarddin dari Kelompok RGB dari SMAN 8 Jakarta, mengatakan sesi mentoring dan Design Thinking membantu mereka mengatasi hal tersulit yaitu mendesain prototype dan test.
Sesi ini mengasah kemampuan, bakal membantu untuk perkuliahan nanti dan membuat proposal, dan membantu bekerja dalam teamwork.
Editor : Pahlevi