Ini Alasan Kenapa Orang Indonesia Malas Jalan Kaki

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Baru-baru ini, jurnal berjudul Large-scale Physical Activity Data Reveal Worldwide Activity Inequality membeberkan fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan orang-orang yang paling malas berjalan kaki. Penelitian yang dirilis pada tahun 2017 itu menobatkan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang penduduknya malas untuk berjalan kaki dalam kesehariannya.

Baca juga: Kesehatan dan Alkohol: Apa yang Harus Anda Ketahui?

Berdasarkan jurnal tersebut, rata-rata orang Indonesia hanya berjalan kaki sebanyak 3.515 langkah tiap harinya. Angka tersebut berada jauh di bawah rata-rata global yakni 5.000 langkah per harinya. Kendati demikian, angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Hong Kong yang mencatat 6.680 langkah per harinya maupun Jepang yang melangkah 6.010 langkah per harinya.

Adapun salah satu faktor yang membuat orang Indonesia malas berjalan kaki kemana saja ditengarai karena kurangnya infrastruktur yang memadai bagi para pejalan kaki. Yang paling krusial adalah trotoar yang merupakan salah satu fasilitas publik yang seharusnya bisa diakses dengan mudah dan aman oleh masyarakat namun kenyataannya malah sebaliknya.

Di berbagai kota di Indonesia, infrastruktur trotoarnya masih jauh dari kata layak. Kondisi trotoar rusak, terlalu kecil, bahkan di beberapa tempat ada jalan yang tidak memiliki trotoar. Selain itu, masih banyak pengendara bermotor yang menggunakan trotoar sebagai jalan sehingga menghalangi akses bagi pejalan kaki serta orang-orang yang berjualan dan memaanfaatkan trotoar.

Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, Sibarani Sofian, minimnya arsitek yang terlibat langsung dalam perancangan tata ruang publik dinilai menjadi penyebab kurang proporsionalnya sejumlah fasilitas atau ruang publik di Inodnesia. Sebaliknya, para arsitek tersebut lebih banyak berkarier di bawah naungan perusahaan swasta yang akomodasi pekerjaannya dinilai cenderung lebih mudah.

"Ranah atau ruang publik itu diregulasi dan kebanyakan dikerjakan oleh negara atau pemerintah setempat. Ranah ini dikerjakan oleh teman-teman di [ilmu] planologi. Tapi saat ini beberapa arsitek sudah mulai nyemplung ke ranah itu," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Optika.id, Jumat (18/8/2023).

Baca juga: Kenali Penyebab Kesemutan pada Wajah dan Waktu yang Tepat untuk Konsultasi

Dirinya tidak menampik bahwa dalam membuat perancangan sebuah ruang atau fasilitas publik, prosesnya tidaklah mudah. Pasalnya, lingkup pekerjaan mereka beriringan dan harus mengikuti peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Dengan kata lain, perancangan tersebut dibuat dengan atura top-down, dari pemerintah untuk masyarakat luas. Bukannya bottom-up yang lebih mengedepankan kebutuhan publik dan nantinya direalisasikan oleh pemangku kepentingan.

Para arsitek maupun planolog dalam membangun proyek tersebut kerap tidak memiliki kuasa dan keleluasaan untuk membuat serta menerjemahkan konsep maupun desain ruang tiga dimensional secara spesifik dan bebas.

Maka dari itu, melihat persoalan tersebut bersama para ahli yang tergabung dalam Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, Sibarani berusaha menjadi pihak yang menjembatani atau menghubungkan hal itu untuk memberikan pendefinisian yang baik dalam hal kebutuhan ruang publik sekaligus pembobotan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti antropologi, ekologi, sosiologi, termasuk teknologi.

Baca juga: 5 Perubahan Warna Lidah yang Mengungkap Kondisi Kesehatan Anda

Maknanya, sebelum mendesain, para arsitek dan planolog itu wajib melakukan observasi secara mendalam terkait dengan lingkungan yang akan dibangun menjadi ruang atau fasilitas publik. dengan demikian, desain yang dirancang dan output yang dihasilkan akan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan publik dengan segala keresahannya.

"Jadi salah satu caranya adalah jangan langsung desain, tapi lingkungannya diobservasi selama seminggu atau satu bulan dengan melakukan survei terkait ruang publik yang diinginkan. Desain ruang kota itu harus membutuhkan sains dan seni," katanya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Kamis, 12 Sep 2024 00:47 WIB
Berita Terbaru