Optika.id - Pekerjaan menjadi driver ojek online (ojol) memang menjamur sejak awal aplikasi Grab dan Gojek diluncurkan, disusul oleh aplikasi lainnya seperti Maxim dan sejenisnya. Driver ojol ini biasanya disebut mitra oleh para perusahaan tersebut. Perusahaan yang menaungi driver tempat mereka bekerja biasanya menawarkan janji awal berupa kebebasan dan kemerdekaan ketika bekerja, lantaran status mereka yang dianggap mitra.
Baca juga: PHK 1.300 Karyawan, Manajemen GoTo Beri Paket Kompensasi Hingga Fasilitas Konseling
Akan tetapi, di balik istilah status mitra tersebut, hubungan kemitraan yang terjalin antara mitra dan perusahaan melahirkan kondisi pekerjaan yang sangat eksploitatif. Para driver tersebut lantas tidak diberi upah minimum, jaminan kerja dan kesehatan yang layak, pesangon, upah lembur, hak libur dan jam kerja yang layak.
Semua aturan itu lantas diputuskan secara sepihak oleh perusahaan tanpa memberi kesempatan diskusi dua arah dari para mitranya yakni driver itu sendiri. diketahui bahwa ada ketimpangan dalam pengambilan keputusan yang dimonopoli perusahaan itu.
Dikutip dalam riset berjudul Mengurai Persoalan Tarif Murah bagi Pengemudi Online di Indonesia: Dari Tarif Layanan Antar Penumpang, Barang, dan Makanan, Rabu (27/9/2023), sistem kemitraan yang diglorifikasi sejak awal sifatnya adalah semu dan membuat hubungan tidak setara antara pengusaha dan buruh.
Menurut salah satu peneliti, Arif Novanto, hubungan mitra yang selama ini diglorifikasi tersebut bertentangan dengan sejumlah aturan seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan dan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Berjalan tidak menerapkan prinsip-prinsip kemitraan yaitu saling memerlukan, saling mempercayai, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, seperti aturan dalam Pasal 1 Ayat 13 UU No. 20 tahun 2008, tulis Arif dalam riset itu.
Maka dari itu, tak heran banyak kasus eksploitasi pekerja mengingat hak-hak dasarnya sebagai pekerja, khususnya pendapatan dasar saja tidak dijamin dengan baik.
Baca juga: Kendaraan Mikrolet dan Ojol Bebas Pajak Hingga Akhir Tahun 2022
Di sisi lain, Arif mengimbau kepada pemerintah agar waspada dan mulai memikirkan skema jaminan pendapatan dasar dalam model sistem pasar yang diagung-agungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni ekonomi gig.
Menurut Arif, ragam kebutuhan dasar akan terpenuhi apabil ada kepastian pendapatan dasar bagi para driver ojol. Misalnya gizi, waktu istirahat, kesehatan fisik, mental hingga kehidupan sosial.
Dalam riset tersebut juga mengungkap bahwa pemasukan utama bagi para kurir dan driver ojol yakni dari hubungan kemitraan yang selama ini berjalan. namun, penentuan tariff tersebut ditentukan oleh pemerintah berdasarkan jarak per kilometernya.
Baca juga: Sambut Baik Tarif Baru Ojol, PDOI Jatim Siap Laporkan Jika Ada Aplikator yang Tak Patuh
Padahal, nyatanya skema penentuan tariff tersebut tidak menjamin driver mendapatkan pendapatan dan upah yang layak lantaran tidak ada biaya waktu menyelesaikan pesanan, biaya tunggu, biaya pembatalan pesanan hingga waktu kerja tanpa pesanan.
Hal itu terjadi karena masing-masing perusahaan platform justru berkompetisi tidak untuk menetapkan tarif yang adil bagi pengemudi, imbuhnya.
Sebagai informasi, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah sejak Agustus 2021 lalu berjanji bahwa pihaknya akan mengevaluasi hubungan kemitraan yang dilakukan oleh para perusahaan e-commerce tersebut serta berjanji akan mencari solusi untuk keselamatan para kurir dan driver ojol. Tapi hingga hari ini, janji-janji tersebut sebatas angin lalu saja.
Editor : Pahlevi