Optika.id - Dokter Konsultan Hematologi Oncology dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Ikhwan Rinaldi menyebut bahwa puncak bonus demograsi Indonesia yang digadang-gadang akan terjadi pada tahun 2045 nanti bisa terancam dengan penyakit kanker apabila penyakit tersebut tidak segera ditangani secara komprehensif.
Hampir sepertiga hingga setengah kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker, ujar Ikhwan dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Rabu (18/10/2023).
berdasarkan data dari GLOBOCAN 2020, diperkirakan ada 10 juta kematian akibat kanker dan 19,3 juta kasus kanker baru pada tahun 2020. Lebih lanjut, berbagai penelitian juga mengonfirmasi adanya peningkatan tren kanker dini atau kanker yang terjadi pada usia kurang dari 50 tahun.
Baca juga: Kesehatan dan Alkohol: Apa yang Harus Anda Ketahui?
Faktor yang kemungkinan berkontribusi besar pada peningkatan beban kanker saat ini adalah meningkatnya angka harapan hidup dan faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok dan pola diet yang ekstrem.
Menurut Ikhwan, ada berbagai tantangan dalam menangani kanker. Mulai dari pencegahan hingga paliatif.
"Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut. Faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien, kata Ikhwan.
alhasil, keterlambatan deteksi dini dan penanganan kanker ini berimbas pada kualitas hidup pasien dan biaya kesehatan. pasalnya, peningkatan biaya berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut.
Di sisi lain, Ikhwan menyebut obat-obatan yang diterima berbeda karena bukan lagi masuk dalam golongan kemoterapi, melainkan sudah masuk ke dalam golongan obat baru misalnya target dan imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molecular khusus atau kedokteran presisi. Akibatnya, biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit.
Baca juga: Kenali Penyebab Kesemutan pada Wajah dan Waktu yang Tepat untuk Konsultasi
Tak hanya itu, untuk menangani kasus kanker, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap negara memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada equity, dan akses yang mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnoisis, pengobatan, survivorship, serta perawatan paliatif. Adpaun rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker di negara tersebut.
Lebih lanjut, yang dimaksud pusat kanker komprehensif ini adalah pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional yang tugasnya mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker.
Adapun misi utama dari pusat kanker komprehensif ini, sambung Ikhwan, adalah untuk mengurangi insidens kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup.
Baca juga: 5 Perubahan Warna Lidah yang Mengungkap Kondisi Kesehatan Anda
Ikhwan juga menjelaskan ada tiga area utama dalam perawatan kanker yakni penelitian, perawatan klinis, dan pendidikan. dalam area perawatan klinis, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal.
Di satu sisi, pembentukan tim multidisplin onkologi yang dapat menjalankan perannya dengan baik ini tidak bisa dilepaskan dari pendidikan interprofesional yang membentuk professional kesehatan dengan keahlian sesuai dengan bidangnya serta mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.
Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofessional, tambah Ikhwan.
WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif.
Editor : Pahlevi