Campur Tangan Jokowi dalam Bangun Trah Dinastinya Sendiri

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Lompatan karier politik anak-anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menuai berbagai kritik yang terus berdatangan. Termasuk dari berbagai elite politik. Salah satunya adalah dari Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.

Dalam peringatan HUT ke-12 Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Sabtu (11/11/2023) lalu, dia menjawab pertanyaan dari kader Nasdem mengapa dirinya tidak mencalonkan putranya, Prananda Surya Paloh menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada 2024 nanti.

Baca juga: Jokowi Setelah Lengser Langsung ke Solo, Lalu Tidur, BEM SI: Enak Aja!

Kendati tidak secara eksplisit merujuk pada Gibran Rakabuming Raka, Surya Paloh menyebut bahwa alasan mengapa dia tidak mencalonkan anaknya sendiri lantaran berpikir panjang apakah anaknya pantas, ataukah tidak. Lebih lanjut, Surya Paloh menjelaskan bahwa Prananda harus melewati berbagai proses politik terlebih dahulu sebelum mengisi jabatan yang lebih tinggi seperti cawapres.

Untuk diketahui, putra Surya Paloh, Prananda Paloh merupakan anggota DPR sejak tahun 2014 silam serta menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem.

Sementara itu, pengusungan Gibran menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM). Karier politik Gibran ini dimulai dengan menjadi kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sekaligus menjadi Walikota Surakarta (Solo).

Tak hanya kritik eksplisit dari Surya Paloh, kritik lain juga dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang menyoroti Kaesang Pangarep. Pasalnya, Kaesang langsung didapuk menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tanpa melalui proses panjang kaderisasi.

Pada acara sambutan atas pengukuhan Mamun Murod sebagai Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) beberapa waktu yang lalu, Hasto terang-terangan menyindir Kaesang yang baru 2 hari bergabung lantas diangkat menjadi ketum.

Menanggapi fenomena trah Jokowi, Pengamat Politik Demos Institute, Usni Hasanudin mengaku maklum apabila lompatan karier politik trah Jokowi tersebut mendapatkan banjir kritikan. Pasalnya, sepak terjang mereka sulit diterima secara logika.

"Kalau ada yang bilang Gibran menjadi cawapres dan Kaesang jadi ketua umum partai karena kompetensi, punya kapasitas, atau capable, ya, enggak masuk akal sehat. Ini tentu tidak lepas dari 'campur tangan' Jokowi," kata Usni kepada Optika.id, Sabtu (18/11/2023).

Baca juga: Dagelan Kabinet Prabowo: Bau Jokowi dan Kaesang

Kekuasaan itu adalah nikmat, ujar Usni, pasalnya, kekuasaan bisa menjadi gerbang akses besar terhadap berbagai hal, salah satunya adalah ekonomi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Jokowi sudah tidak bisa lagi menjabat, maka dari itu dirinya mengutus kedua anaknya untuk masuk dan turun ke arena politik.

Usni menerangkan ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang mengapa Jokowi berbuat hal demikian. Yang pertama, Jokowi masih ingin berperan dalam percaturan politik nasional, serta memastikan legacy-nya selama memerintah berjalan dengan baik.

"Bisa juga karena untuk memastikan benefit-benefit lain yang didapatkan saat berkuasa tidak hilang begitu saja," urainya.

Tak hanya anak, imbuh Usni, perpanjangan tangan Jokowi di perpolitikan nasional ini juga dilakukan melalui menantunya, Bobby Nasution yang menjabat sebagai Walikota Medan, lantaran memiliki hubungan langsung melalui pernikahannya dengan putri Jokowi, Kahiyang Ayu pada November 2017 lalu.

Kepala Prodi Ilmu Politik FISIP UMJ ini menilai bahwa tindakan Jokowi bukanlah contoh yang baik dalam politik. Apalagi, majunya Gibran pada Pilpres 2024 adalah legitimasi paling cacat secara sosial setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 menuai polemik yang berakibat lengsernya Anwar Usman selaku adik ipar Jokowi, dari kursi pimpinan.

Baca juga: Pertemuan Tertutup Jokowi dan Prabowo: Momen Penting di Solo

"Walaupun putusan MKMK tidak memuat pemecatan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, tetapi jelas putusan MK itu (Perkara Nomor 90, red) bermasalah. Artinya, memperkuat opini publik bahwa ada nepotisme di balik ini bahkan MK, Mahkamah Konstitusi, pun dipelesetkan menjadi 'Mahkamah Keluarga'," ujar dia.

Alhasil, peluang Gibran melenggang sebagai cawapres 2024 kian terbuka seiring disahkannya sebagian permohonan Perkara Nomor 90 tadi lantaran dia pernah menjadi kepala daerah kendati masih belum berusia 40 tahun

Di lain sisi, Usni juga menepis pernyataan yang dilontarkan Jokowi menyangkut dinasti politik. Jokowi selalu menjawab diplomatis tatkala disinggung perihal upaya membangun dinasti dengan menjawab "serahkan masyarakat saja."

"Tidak sesederhana itu. Kan, 'tiket' menjadi capres-cawapres terbatas karena presidential threshold (ambang batas). Artinya, ada kompromi politik hingga akhirnya ditetapkan para partai pengusung dan ditetapkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai capres-cawapres," ucapnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru