Yang Belum Usai dalam Penanganan Permukiman Pinggiran Rel Kereta

Reporter : Uswatun Hasanah

Surabaya (optika.id) - Beberapa waktu yang lalu, perjalanan kereta rel listrik (KRL) commuter line relasi Tanah Abang Rangkasbitung mengalami gangguan di Stasiun Pondok Ranji, Tangerang Selatan. Penyebab gangguan yang membuat rugi para penumpang tersebut adalah kawat kasur yang tersangkut di bawah rangkaian kereta tersebut.

Tak pelak, hal ini menjadi pertanda, bahwa perlintasan kereta masih belum steril dari gangguan.

Baca juga: DPR Keberatan KAI Impor Kereta Bekas Asal Jepang

Tak hanya KRL saja, kereta barang pun juga kena imbasnya. Sering kita melihat kereta peti kemas dilempari sampah-sampah oleh masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta api.

Menanggapi hal tersebut, pengamat transportasi publik, Djoko Setijowarno menyebut jika peristiwa terganggunya perjalanan kereta lantaran tersangkut kawat kasur menjadi tanda bahwa ada masalah sosial di sekeliling rel kereta api yang belum rampung. Seharusnya, ujar Djoko, hal tersebut menjadi tanggung jawab dari pemda setempat.

Masih banyak permukiman kumuh (dekat rel kereta api). Itu sudah banyak kepala daerah diajak kerja sama, tidak mau, ucap Djoko, kepada Optika.id, Senin (5/2/2024).

Djoko menuturkan jika moda transportasi kereta api kerap mendapatkan masalah sosial yakni permukiman illegal yang tidak ditangani secara serius oleh pemda. Alhasil, masih ada barang yang berasal dari rumah tangga penghuni rumah-rumah pinggiran rela kereta yang tersangkut rangkaian kereta.

Memang harus ada kerja sama antara PT. KAI (dengan pemda untuk menyelesaikan masalah). Tapi, banyak enggak mau pemdanya, kata Djoko.

Pemda, ujar Djoko, tidak ingin membereskan permukiman pinggiran rel kereta ini lantaran takut menuai citra buruk dari masyarakat. Apalagi, jika kepala daerah yang memimpin itu ingin maju lagi dalam Pilkada.

Baca juga: Ini Syarat Naik Kereta Api Terbaru

Tapi kalau pemda enggak mau (membenahi) ya susah. Seperti (beberapa waktu lalu) ada orang pesta kondangan dekat rel, itu sudah ngawur. Itu di Tanjung Priok, masa mau pesta tutup rel tutur Djoko.

Dia menegaskan, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan di sekitar lintasan sepur. Pertama adalah menutup pinggiran rel kereta dengan menggunakan pagar atau beton. Kedua, menegakkan hukum secara tegas dan melakukan sosialiasi agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran. Terakhir, melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa mereka tidak boleh membuang barang-barang di rel kereta.

Tapi masalah penegakan hukum dan edukasi ini tidak dijalani oleh pemda. Selama ini, PT. KAI itu terlimpah masalah sosial perkotaan yang semestinya ditangani pemda, sambungnya.

Senada, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menilai jika PT.KAI dan pemda setempat tidak boleh lepas tangan serta harus bekerja sama untuk menertibkan pelanggaran yang berakar dari persoalan permukiman di pinggiran rel kereta itu.

Baca juga: Awas Disuruh Balik! PT KAI Daop 8 Tegas Tolak Penumpang Tak Sesuai Syarat

PT. KAI dan pemda terkait harus bekerja sama menertibkan seluruh pelanggaran, terutama yang membahayakan perjalanan kereta api. (Misalnya) melarang pihak yang tidak berkepentingan masuk daerah PT. KAI, seperti area stasiun dan sepanjang koridor jalur kereta. ujar Nirwono.

Menurut pendapatnya, perlu edukasi dan peringatan kepada masyarakat secara terus menerus untuk menjaga perlintasan kereta dan risiko berkeliaran di sekitar area terlarang perlintasan kereta. Selain itu, dalam jangka panjang, warga yang tinggal di permukiman yang berbatasan langsung dengan jalur kereta sebisa mungkin direlokasi ke rumah susun terdekat yang aman.

Sehingga jalur pengaman bantaran kereta dapat diperlebar dan keamanan lalu lintas kereta dapat lebih terjamin, ujar Nirwono.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru