Jakarta (optika.id) - Dalam pandangan Pendiri Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah, apabila Pemilu 2024 akhirnya dipaksakan seolah-olah selesai dengan penetapan dan lain-lain, maka perlawanan terhadap Presiden Jokowi tidak boleh berhenti.
Pernyataan Eep Saefulloh Fatah ini disampaikan dalam sebuah dialog publik. Di mana, potongan video yang memuat pernyataan Eep Saefulloh Fatah itu viral. Salah satunya diposting melalui Tiktok oleh akun @bocaheganjarmahfud.
Baca juga: Eep Saefulloh Ungkap Jokowi Harus Segera Diturunkan
Eep Saefulloh Fatah berpandangan, ada dua hal yang bagaimanapun paralel dikerjakan tetap dua hal yang terpisah. Pertama, adalah perlawanan terhadap Presiden Jokowi apapun kondisinya tidak boleh berhenti. Lantas yang kedua, membereskan persoalan Pemilu 2024.
Dua hal ini mudah-mudahan saling berkaitan. Karena urusan pemilu banyak berhubungan dengan pelanggaran konstitusi, aturan dan lain-lain yang banyak dilakukan oleh Presiden Jokowi, ungkap pengamat politik yang dikenal cerdas ini.
Jika ternyata pemilu dipaksakan seolah-olah selesai dengan penetapan dan lain-lain, tambahnya, maka perlawanan terhadap Presiden Jokowi tidak boleh berhenti. Dua hal ini yang harus diingat.
Yakni perlawanan terhadap Presiden Jokowi yang merupakan hak konstitusional sebagai warga negara dan urusan pemilu. Menurutnya, urusan pemilu ini masalahnya adalah ada keterbatasan atau tantangan soal waktu. Sebab ada tahapan pemilu yang sudah ditetapkan.
Baca juga: Eep Saefulloh: Pemilu 2024 Terburuk Sepanjang Masa
Tahapannya ini 30 Maret adalah penetapan hasil pemilu, jadi sudah sangat dekat. Kalau ternyata dua putaran, artinya tidak ada yang mencapai 50 persen lebih dan lebih dari setengah jumlah provinsi dan 20 persen minimal suaranya. Itu dua syarat yang terintegrasi satu paket, maka 26 Juni akan ada pilpres putaran kedua, ucap Eep Saefulloh Fatah.
Jika ternyata sebelum tanggal 30 Maret pansus hak angket dibentuk dan seterusnya, kemudian hasilnya antara lain menganulir proses dan hasil pemilu yang sudah berjalan, maka kemudian akan ada pembuatan tahapan pemilu yang baru.
Satu hal yang menjadi tantangan di sini, kata dia, adalah tidak boleh berbenturan dengan dua hal. Pertama, pelantikan presiden baru tidak boleh mundur dari 20 Oktober tahun ini. Karena aturan konstitusi Indonesia tidak mengatur situasi darurat ketika itu terlanggar.
Baca juga: Eep Saefulloh: Ini Perbandingan Antara Jokowi dan Anies
Pada zaman dahulu, sambung Eep Saefulloh Fatah, masih ada aturan triumvirat. Jadi menteri dalam negeri, menteri sekretaris negara dan menteri luar negeri bertiga menggantikan fungsi kepala negara.
Aturan kita sudah berubah, jadi kalau tanggal 20 Oktober itu terlanggar maka akan ada krisis yang harus kita kelola dari sisi aturan, tandasnya.
Yang kedua, imbuhnya, adalah terkait agenda pilkada pada November 2024. Adapun pilkada serentak akan digelar di semua provinsi kecuali Yogyakarta, semua kabupaten kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu dan semua kota kecuali lima kota di DKI Jakarta. Semua itu akan menggelar pilkada serentak.
Editor : Pahlevi