Jakarta (optika.id) - Wakil Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Henry Yosodiningrat, mengatakan, pihaknya akan mengajukan seorang kapolda untuk menjadi saksi saat mengajukan gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, ia tak menjelaskan secara detail ihwal identitas dari kapolda itu.
Ia menjelaskan, gugatan itu akan dilayangkan ke MK setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengumumkan hasil Pilpres 2024 pada 20 Maret 2024.
Baca juga: Sikapi Kecurangan Pemilu: Ganjar Minta Relawan di Jatim Kumpulkan Semua Bukti
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada Kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot, kata Henry dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Menurut dia, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
Oleh karena itu, tim hukum telah mempersiapkan bukti yang kuat agar hakim MK tidak membuat keputusan yang salah atau tidak tergantung keyakinan yang didukung hanya minimal dua alat bukti.
Kami memiliki data dan bukti yang kuat sekali. Kami tidak akan larut dengan masalah selisih angka perolehan, tapi kami akan folus pada TSM karena kejahatan ini sudah luar biasa. Kita akan yakinkan hakim dengan bukti yag kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM, ujarnya.
Baca juga: Tim Hukum Amin dan Ganjar Komunikasi Usut Dugaan Kecurangan Pemilu
Dia mengatakan, bahwa bukan hal baru bila MK memutuskan melakukan pemilu ulang, karena hal seperti ini sudah pernah terjadi di beberapa negara.
Henry membenarkan dugaan mobilisasi massa untuk tidak menggunakan hak pilih di Kabupaten Sragen di Jateng, sehingga partisipasi pemilih cukup rendah berkisar 30%.
Dia menambahkan bahwa kerusakan Pemilu 2024 sudah didesain dan direncanakan oleh penguasa yang diawali dengan dipaksakannya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Desak KPU Lakukan Audit Sirekap, Panggil Pakar TI Independen
Gibran maju pada kontestasi politik setelah ada cawe-cawe presiden di MK, kemudian berlanjut ke KPU yang menerima pendaftaran paslon Prabowo-Gibran padahal ketentuan usia untuk menjadi capres-cawapres kala itu adalah 40 tahun. Sementara usia Gibran baru 36 tahun.
Di sini terlihat terencana semua, Jokowi melakukan intervensi terhadap hukum dan pelaksana hukum, katanya.
Editor : Pahlevi