Operasi Bisnis Perusahaan Negara Diluar Nalar

Reporter : Pahlevi

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca juga: Percobaan Pembunuhan Ke 2 Terhadap Trump

Surabaya (optika.id) - Bagi para mahasiswa yang mempelajari mata kuliah manajemen strategik tentu familier dengan Matriks BCG yaitu suatu diagram yang dibuat oleh Bruce D. Henderson dari Boston Consulting Group Amerika Serikat pada tahun 1970 untuk membantu berbagai perusahaan menganalisis unit bisnis atau lini produk mereka. Matrix BCG ini juga untuk mengetahui posisi suatu perusahaan dalam suatu industri. BCG membuat empat kuadran yaitu Question Mark; Star Cash Cow dan Dog. Saya ingin share dua kwadran saja untuk kepentingan pembahasan artikel ini. Pertama kuadran Question Mark, perusahaan yang berada di kwadran ini adalah perusahaan baru yang masuk pada suatu industri yang sudah maju dan sudah ada market leader nya. Perusahaan jenis ini selalu mengeluarkan dana yang besar untuk bisa survive atau bertahan karena menghadapi persaingan dan pemimpin pasar. Strategi yang digunakan adalah In or Out. Tetap bertahan di industri agar bisa survive dan nantinya bisa menjadi market leader atau Out keluar dari industri karena tidak mampu bertahan dalam persaingan dan mengakibatkan kerugian.

Kwadran keempat yaitu Dog yang menjelaskan suatu perusahaan di posisi yang sudah lemah, tingkat penjualannya menurun terus, pangsa pasar menyusut sehingga mengalami kerugian terus menerus walaupun disuntik dengan dana modal segar. Strateginya sama dengan perusahaan di kwadran pertama tadi terus bertahan dengan melakukan restrukturisasi atau disuntik modal baru, atau Out- keluar dari industry atau di likuidasi alias dijual saja. Kerugian yang dialaminya bisa karena bisnis perusahaan yang terus merugi atau karena adanya fraud -kecurangan.

Mencermati kondisi perusahaan negara Indofarma saatini, nampaknya kondisinya mirip dengan perusahaan di kwadran empat tadi yaitu Dog karena kondisi keuangan perusahaan yang amburadul akibat dari adanya fraud atau kecurangan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), sebagai induk perusahaan farmasinegara, Shadiq Akasya, mengakui hasil temuan BPK tentang adanya fraud itu antara lain Anak usaha PT Indofarma Tbk yakni PT Indofarma Global Medika terjerat pinjaman online atau pinjol sebesar Rp1,26 miliar, Yang mengejutkan dalam temuan BPK itu perusahaan anak perusahaan negara ini meminjam pinjol dengan menggunakan nama-nama karyawannya. Bu Direktur dalam Rapa Dengar Pendapat ini mengakui bahwa soal pinjol bukan satu-satunya masalah yang membelit Indofarma.

Shadiq Akasya juga mengungkapkan sejumlah temuan BPK lainnya terhadap Indofarma dan anak usahanya Indofarma Global Medika berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigasi yang telah diserahkan BPK kepada Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu. Antara lain terkait transaksi Fast Moving Consumer Goods. "Kami sampaikan juga supaya ada keterbukaan dari kami bahwa temuan BPK telah ada. Kami sampaikan untuk transaksi Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG) terdapat indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp157,3 miliar," katanya.

Baca juga: Asosiasi Pengusaha Juga Dipecah – Belah Seperti Parpol

Lalu ada indikasi kerugian di Indofarma Global Medika atas penempatan dan pencairan deposito beserta bunga senilai kurang lebih Rp35 miliar atas nama pribadi pada Kopnus (Koperasi Simpan Pinjam Nusantara). Lalu ada indikasi kerugian Indofarma Global Medika atas penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp38 miliar pada Bank Oke. Kemudian ada indikasi kerugian Indofarma Global Medika sebesar Rp18 miliar atas pengembalian uang muka tidak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.

Tidak hanya itu, ada indikasi pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa dasar transaksi yang berindikasi kerugian Indofarma Global Medika sekitar Rp24 miliar. Ada lagi temuan yakni kerja sama distribusi alat kesehatan (Alkes) TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai dan berindikasi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp4,50 miliar atas pembayaran melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan Indofarma Global Medika sebesar Rp10,43 miliar atas stok Tele CTG yang tidak dapat terjual. Temuan lainnya terkait masker. Usaha masker tanpa perencanaan yang memadai itu, berindikasi fraud dengan kerugian sebesar Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker.

Total kerugian karena adanya fraud dan transaksi fiktif itu mencapai Rp. 423.250.000.000

Semua praktek kecurangan itu tentu diluar nalar, karenakok bisa ya perusahaan segede Indofarma itu anak perusahaanya terlilit pinjol dengan menggunakan nama-nama karyawan, juga kenapa bisa tidak tercium praktek-praktek fraud yang menimbulkan kerugian negara itu oleh para direksi dan komisaris perusahaan. Apakah dalam Rapat Umum Pemegang Saham perusahaan tidak terungkap praktek-praktek kecurangan itu?

Baca juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …

Saya lihat di tayangan TV ada anggota DPR Komisi VI yang mengatakan dengan tegas bahwa kalau perilaku-perilaku tidak terpuji di jajaran Indofarma terus berlangsung maka Indofarma tidak akan bisa bertahan atau survive.

Kalau toh tidak bisa survive maka peerusahaan ini mirip dengan posisi perusahaan yang digambarkan oleh Matrix BCG itu dengan pertanyaan: apakah perusahaan Indofarma ini terus dijalankan dengan suntikan dana dari APBN yang notabene dari uang rakyat, atau di likuidasi saja.

Wallahu Alam.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru