Para Ahli Berbicara Penyebab Gunung Semeru Meletus Tiba-tiba

Reporter : Jenik Mauliddina
Para Ahli Berbicara Penyebab Gunung Semeru Meletus Tiba-tiba

Optika.id - Ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan, erupsi Gunung Semeru meletus pada Sabtu (4/12/2021), akibat cuaca buruk di atas puncak, sehingga material aliran lahar di Gunung Semeru merupakan akumulasi dari letusan sebelumnya yang menutupi kawah longsor. 

Ia menjelaskan, ada beberapa hal yang menyebabkan gunung api meletus. Di antaranya, volume di dapur magma sudah penuh, longsoran di dapur magma karena pengkristalan, dan longsoran di atas dapur magma.

Baca juga: Tiga Kali Erupsi, Semeru Semburkan Lahar Sampai 600 Meter

"Jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit, Semeru tetap bisa erupsi, jelasnya. Selasa (7/12/2021). 

Sekitar pukul 14.50 WIB, visual letusan tidak teramati, tetapi erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5.160 detik.

"Letusan kali ini, volume magmanya sebetulnya tidak banyak, tetapi abu vulkaniknya banyak sebab akumulasi dari letusan sebelumnya, ujarnya, 

Mirzam mengindikasikan abu vulkanik Gunung Semeru cenderung berat yang ditandai dengan warnanya yang abu-abu pekat. Hal tersebut terlihat dari visual di puncak Gunung Semeru.

Sehingga ketika letusan sebelumnya terjadi, abu vulkaniknya jatuh menumpuk hanya di sekitar area puncak, ini yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar pada letusan kemarin.

Dosen Kelompok Keahlian Petrologi, Vulkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) itu mengatakan, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung api aktif tipe A.

Berdasarkan data dan pengamatan yang dilakukan, Mirzam menyimpulkan, Gunung Semeru memiliki interval letusan jangka pendek satu sampai dua tahun. Terakhir, Gunung Semeru tercatat meletus pada Desember 2020.

Hal senada diungkapkan Ahli Geologi ITS Surabaya, Amien Widodo menyatakan, apa yang terjadi pada Gunung Semeru bukan erupsi. Sebab tidak ada magma atau letusan 

"Jadi istilahnya itu material yang lama, yang sebelumnya ngumpul di atas selanjutnya terkena hujan akhirnya turun ke bawah," ujarnya, Selasa (7/12/2021). 

Dari situlah, awan panas atau wedus gembel kemudian masuk ke sungai menjadi lahar.

"Jadi kejadian di Gunung Semeru kali ini bukan erupsi melainkan Awan Panas Guguran (APG) atau Lava Guguran," kata dia.

Dia mengatakan, kejadian di Gunung Semeru ini tidak ada kaitannya dengan gempa yang terjadi di Surabaya, beberapa jam sebelum terjadi di Gunung Semeru.

Baca juga: Gunung Semeru Erupsi Lagi, Ketinggian Capai 800 Meter

Terkait potensi selanjutnya Gunung Semeru, Amien menyampaikan, Semeru dari dulu meletus kecil-kecil seperti itu

"Letusan kecil-kecil itu ngumpul di atas. Dan kalau ada pemicu seperti hujan maka bisa turun menjadi wedus gembel. Tidak sampai berpotensi gempa setelah kejadian ini di Gunung Semeru," ujarnya.

Koordinator Kelompok Mitigasi Gunung Api Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kristianto, awan panas guguran Gunung Semeru diakibatkan endapan lidah lava yang tidak stabil. 

"Pengamatan visual menunjukkan pemunculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava," ucap Kristiant, Senin (6/12/2021) 

Menurut dia, aktivitas pada 1-4 Desember terjadi di permukaan atau erupsi sekunder. Sementara itu, aktivitas gempa tak menunjukkan kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma atau batuan segar ke permukaan. 

"Jumlah dan jenis gempa yang terekam selama 1 hingga 30 November 2021 didominasi oleh gempa-gempa permukaan berupa gempa letusan dengan rata-rata 50 kejadian per hari," kata Kristianto.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut erupsi gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu disebabkan faktor eksternal. Seperti curah hujan tinggi yang memicu bibir lava runtuh, sehingga terjadi erupsi. 

Baca juga: Letusan Setinggi 900 Meter, Gunung Semeru Kembali Erupsi

"Kelihatannya memang ada kaitan dengan curah hujan tinggi, sehingga menyebabkan runtuhnya bibir lava itu, dan memicu adanya erupsi atau guguran awan panas," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono. 

Menurutnya, aktivitas suplai magma dan material sepanjang November dan 1-3 Desember tidak mengalami perubahan signifikan. Catatan kegempaan juga dikatakan relatif rendah. 

"Aktivitas Gunung Semeru ini sebetulnya tidak ada aktivitas yang berlebihan dari kegempaan yang memperlihatkan adanya suplai magma itu realtif biasa saja seperti sebelum-sebelumnya," ungkap Eko. 

Reporter: Jeni Maulidina

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru