Optika.id. Jakarta. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggambarkan bahwa pemerintahannya telah membangun infrastruktur selama 6 tahun terakhir. Salah satunya ruas tol sepanjang 1.640 km.
"Jalan tol, enam tahun ini, selesai 1.640 km," kata Jokowi dalam CEO Forum, Kamis (18/11). Tidak itu saja Jokowi dengan bangga menguraikan telah membangun jalan non tol sepanjang 4.600 km. Juga telah dibangun 15 bandara baru dan 38 pengembangan bandara lama.
Lebih lanjut Jokowi juga menguraikan sudah membangun pelabuhan baru sebanyak 124. Sementara itu bendungan sudah dibangun dalam rangka ketahanan pangan sebanyak 22 bendungan, ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menambahi prestasi Presiden Jokowi itu dengan membuat keseimbangan membangun bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial.
"Pemerintah tetap berkomitmen prioritas utama adalah bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, katanya. Diakui oleh Sri Mulyani, membangun infrastruktur padat karya bisa menimbulkan multiplier effect ke bidang-bidang lainnya, termasuk lapangan kerja.
Baca Juga: Undat – Undat..
Perku dicatat, pemerintah menyusun anggaran untuk membangun infrastruktur dalam RAPBN (Rancangan Anggaran Belanja Negara) 2022 sebesar Rp384,8 triliun. Anggaran itu lebih kecil jika dibandingkan anggaran infrastruktur dalam APBN 2021 yaitu sebesar Rp417,4 triliun.
Said Didu Bilang: Hasil Utang
Muhammad Said Didu dalam tweetternya, 19 November 2021, menyalak Biar rakyat paham, harusnya ditambahkan penjelasan bahwa dana utk pembangunan tersebut bersumber dari peningkatan utang pemerintah pusat sebesar 152 n peningkatan utang BUMN Non-Keuangan sbsr 126 %.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Muhammad Said Didu, memang terkenal kritis kepada Pemerintahan Jokowi. Misalnya kritik tentang hutang Indonesia. Terus menerus berkomentar secara kritis.
ugal-ugalan dan menjadi beban berat bagi bangsa untuk aat ini dan masa mendatang. Menurut Didu saat ini tercatat, pada September 2021, total utang pemerintah sebesar Rp 6.711,52 triliun. Hal itu disampaikan melalui cuitan di akun Twitternya @msaid_didu beberapa waktu lalu.
Kira-kira bagaimana bentuk pertanggungjawaban pemimpin yang ugal-ugalan buat utang pemerintah dan utang BUMN yang hampir dapat dipastikan akan menjadi beban berat saat ini dan generasi akan datang?, cuitannya.
Pernyataan tersebut langsung dibalas oleh Staff Ahli Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, sehingga terjadi aksi saling membalas pernyataan di Twitter.
Menurut Prastowo, semua ketetapan yang dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Undang-Undang (UU) yang pelaksanaannya diaudit BPK dan dipertanggungjawabkan ke DPR RI dengan UU.
Definisi ugal-ugalan itu yang seperti apa? Penetapan defisit dilakukan antara pemerintah dan DPR RI melalui UU, pelaksanaannya diaudit BPK dan dipertanggungjawabkan ke DPR RI dengan UU. Rambu-rambu sesuai UU pun terus dipatuhi. Anda mau menempatkan diri sebagai standard?, ujar Yustinus Prastowo.
Baca Juga: Jokowi Setelah Lengser Langsung ke Solo, Lalu Tidur, BEM SI: Enak Aja!
Bahkan, Prastowo meminta Said Didu untuk memberikan resep atau solusi untuk mengatasi jumlah utang pemerintah saat ini yang digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19 selama dua tahu ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara praktis, biar tidak sekadar wacana, apa solusi Anda atas kondisi pandemik dua tahun terakhir ini baik: jumlah utang, tingkat bunga, dan penerimaan pajak? Siapa tahu ada resep jitu dan langsung bisa dieksekusi, lanjutnya.
Didu membalasnya pernyataan prastowo lewat twetter juga. Didu uraikan bahwa yang dikatakan Prastowo merupakan prosedur bukan indikator ugal-ugalan.
Mas @prastowo, yang anda sampaikan itu adalah prosedur bukan indikator ugal-ugalan.
Bagi saya pembuat utang ugal-ugal-ugalan adalah yang kurang memikirkan 3 hal :
Baca Juga: Dagelan Kabinet Prabowo: Bau Jokowi dan Kaesang
- efektifitas penggunaan utang
- besarnya cicilan bunga dan pokok yabg bebani rakyat
- kemampuan dan cara bayar utang tersebut. Kok nanya saya? , balas Said.
Menurutnya, tambahan utang adalah pilihan kebijakan dan yang memilih kebijakan tersebut adalah pemerintah, terutama saat pandemi yang menggunakan UU No 2/2020. Sehingga seharusnya Kemenkeu sudah memiliki cara agar utang tidak menjadi terlalu berat dan cara membayar utang kedepan, kata Didu
Tulisan Aribowo
Editor: Amrizal Ananda Pahlevi
Editor : Pahlevi