Optika.id - Relawan-relawan politik kini seolah tengah tiarap. Tak terkecuali Sahabat Ganjar Pranowo (SGP). Kelompok relawan pendukung Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo tersebut beberapa pekan terakhir tak lagi menggila dalam mempromosikan Ganjar sebagai Pilpres 2024. SGP kini sibuk bermanuver di balik layar menggantikan kampanye politik di ruang publik.
Baca Juga: Tolak Hasil Pemilu, Relawan Ganjar Demo ke Kantor Bawaslu
"Jadi, kami disuruh Pak Ganjar untuk mengurangi kegiatan relawan dulu. Tidak enak dengan PDIP. Ini masih simpang-siur dan belum jelas sikap PDI-P," kata Ketua Dewan Pembina SGP Mussadad ketika dihubungi Optika.id, Selasa(27/12/2022).
Seperti diketahui, pada Oktober lalu, PDIP menegus Ganjar pasalnya Ganjar mendeklarasikan dirinya siap maju sebagai Capres pada Pilpres 2024 ketika wawancara dengan sebuah stasiun televisi di Tanah Air.
Pernyataan Ganjar tersebut dianggap membingungkan publik pasalnya PDIP hingga kini tak kunjung mendeklarasikan kandidat Pilpres 2024. Akibatnya, Ganjar dinilai melangkahi Megawati selaku Ketua Umum PDIP.
Meskipun lembaga-lembaga survei menunjukkan Ganjar menduduki posisi utama sebagai capres potensial 2024 namun hingga kini PDIP belum mengusungnya dan meliriknya sebagai capres PDIP. Pasalnya, Puan Maharani selaku putri Ketum PDIP, Megawati diisukan sebagai batu pengganjal jalan Ganjar dalam Pilpres 2024. seperti yang diketahui, Puan Maharani selama ini berambisiuntuk maju menjadi capres.
Mussadad menuturkan bahwa kelompok relawan kini sebisa mungkin tak ingin turut memperkeruh suasana internal PDIP. Untuk itu, Mussadad mengatakan bahwa SGP saat ini setuju untuk menahan diri dengan cara puasa menggelar agenda kampanye besar-besaran.
"Sebenarnya, kita punya agenda-agenda politik sebelum Tahun Baru dan setelah Tahun Baru. Tetapi, pihak Pak Ganjar meminta acaranya di-pending dulu sambil membaca situasi, mencari timing yang tepat," ucap Mussadad.
Dirinya menyebut jika saat ini SGP hanya melakukan aktivitas relawan biasa berupa menggalang dukungan melalui berbagai kegiatan sosial dan aktivitas bernuansa keagamaan. Itu pun, ujar Mussadad, kegiatannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan jauh dari radar.
"Seperti saat Gempa Cianjur, kami turun. Kemudian, kegiatan-kegiatan yang sifatnya mini lokal, seperti pengajian atau selawatan dan majelis taklim kami masukin. Ini supaya (elektabilitas) Ganjar tetap tinggi," imbuhnya.
Menurut pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, lahirnya kelompok relawan tersebut tidak lahir secara murni dari kecintaannya terhadap figur para capres. Dia menilai jika kelompok relawan tersebut lahir tak jauh dari basis kepentingan politik baik yang dilahirkan oleh kandidat maupun yang dibangun atas inisiatif relawan.
"Motifnya ya beragam, tapi yang utama, yang paling kelihatan ituuntuk mendapatkan akses atau bagian kekuasaan jika yang didukung menang. Relawan yang seperti ini jumlahnya puluhan dan ada di belakang semua kandidat, baik Anies, Ganjar maupun Airlangga Hartarto,enggak jauh-jauh, misalnya kemarin yang terjadi di GBK" ucap Zaki kepada Optika.id, Selasa(27/12/2022).
Besar kecilnya kelompok relawan ini, jelas Zaki, menentukan daya tawar kelompok relawan. Hal tersebut juga menjelaskan mengapa kelompok relawan berlomba merekrut anggota sebanyak-banyaknya.
Zaki mengatakan, semakin banyak anggota yang berhasil dirangkul oleh relawan politik, maka semakin besar peluang kelompok relawan untuk dilirik para kandidat dan kemudian mencari muka ke mereka.
Tak pelak, kondisi tersebut menurut Zaki rentan dimanfaatkan oleh para cukong atau broker politik yang berkepentingan. Para cukong ini menjadi pemodal utama dalam melakukan kampanye politik dan acara-acara besar yang digelar kelompok relawan.
Baca Juga: Relawan AMIN Sidoarjo Terus Tambah Dukungan untuk Anies-Muhaimin
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan, tak menutup kemungkinan para cukong juga mengucurkan dana untuk membiayai operasional sehari-hari dari organisasi relawan ini.
"Peran pemodal atau juragan besar hampir selalu ada di balik geliat relawan itu. Bahasa kasarnya, "jika kandidat mau maju ya harus punya cukong". Kalau cuma modal dengkul atau dana pas-pasan, ya, minggir saja," kataZaki.
Tak hanya itu, dia menilai kedepannya akan muncul banyak relawan politik yang mendukung elite tertentu dan menduduki posisi teratas dalam berbagai lembaga survei. Misalnya, Ganjar dan Anies.
Zaki menilai, Ganjar membutuhkan para relaawn ini pasalnya dia belum pasti diusung oleh PDIP kendati elektabilitasnya cukup moncer. Tak hanya itu, Anies juga membutuhkan kelompok relawan lantaran Anies bukan dari kader parpol sehingga tidak bsia seenaknya mengendalikan mesin partai.
Kedua sosok tersebut, kata Zaki tidak mempunyai kendali penuh terhadap partai. Hal tersebut berkebalikan dengan figur politik lain seperti Prabowo Subianto yang sebenarnya lebih condong dalam mengendalikan mesin partai lantaran memiliki posisi dan kuasa penuh sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
Teorinya, imbuh Zaki, semakin besar elektabilitas kandidat maka jumlah relawan pendukungnya juga berjumlah banyak.
Dari sisi lembaga survei, hal tersebut juga akan terus menjadi rujukan dari para pemodal cukong poltiik untuk membentuk relawan.
Baca Juga: Membaca Arah Dukungan Jokowi, Masih Main Dua Kaki?
Tidak menutup kemungkinan jika para pemodal politik membentuk kelompok relawan baru untuk mendekati calon baru yang elektabilitasnya melesat di papan atas survei jelang Pilpres 2024 nanti.
"Relawan Anies dan Ganjar yang bergerak aktif sekurangnya punya dua arah, yakni membantu pemenangan di akar rumput karena nantinya mereka yang akan bergerak door to door dan juga fungsi penekan ke partai politik untuk menerima atau mendukung pencalonannya," kata dia.
Zaki menyebut, menjamurnya kelompok relawan bukanlah pertanda positif dari partisipas publik dalam politik, terlepas dari eksistensi relawan yang dibutuhkan oleh para kandidat politik. Malahan, menurutnya kehadiran para relawan justru mengindikasikan sebuah praktik gelap demokrasi. Lantaran, pengerahan massa dengan segala tetek bengeknya sarat dengan uang dan politik uang.
"Tahap awal pembentukan relawan saja butuh dana besar, belum lagi masuk tahap lainnya. Untuk dapat dukungan parpol untuk pilpres hitungannya sudah di angka Rp1 triliun. Itu untuk dapat partai kecil yang punya kursi di parlemen. Jadi, ini praktik gelap yang menyertai proses demokrasi elektoral kita, pilpres maupun pileg. Ini memang sudah sangat barbar," jelasdia.
Bagi kelompok relawan, Zaki menyebut jika mengusung dan mendukung kandidat figur politik merupakan bentuk perjudian. Pasalnya, aktivitas politik para relawan bisa saja sia-sia seandainya kandidat yang diusung kalah dalam kontestasi politik tersebut. Di satu sisi, bukan tidak mungkin apabila keringat para relawan politik ini sama sekali tidak dihargai dan tidak dilirik oleh kandidat yang memenangkan kontestasi.
"Saat ini bertebaran ratusan relawan yang dibentuk oleh masyarakat, tapi karena minim dukungan finansial dan akses politik, mereka tidak dapat berkembang dan terus kerdil. Kegiatan-kegiatannya tidak banyak mendapat ekspose dan kemampuan mobilisasi juga terbatas. Jadi, politik relawan ini sudah seperti perjudian politik. Harus siap keluar modal dan risiko terburuknya tidak dapat apa-apa,&quo;pungkasnya.
Editor : Pahlevi