Optika.id - Wacana Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang berlaku seumur hidup dalam RUU Kesehatan menjadi polemik belakangan ini. Menurut Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang sekaligus dokter spesialis bedah saraf bidang epilepsy, Zainal Muttaqin, menjelaskan jika STR berfungsi mengesahkan kompetensi yang dimiliki oleh dokter kendati usulannya di RUU Kesehatan sempat menimbulkan kehebohan.
Baca Juga: Dokter Muda Ini Kecewa dengan Bansos Pemberian Jokowi, Mengapa?
STR tersebut merupakan dokumen yang memuat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh dokter sesuai dengan bidang kompetensinya.
"Surat ini direvalidasi setiap lima tahun. Itu suatu keharusan karena kompetensi dokter tidak statis,"ucap Zainal dalam keterangannya, Sabtu (20/5/2023).
Dia mencontohkan, setelah lulus dari pendidikan dokter spesialis dan mendapatkan kompetensi bedah saraf dasar, dia diberi izin melakukan tindakan sesuai dengan kompetensi barunya. Pun kompetensinya bertambah setelah melewati berbagai pelatihan seiring berjalannya waktu.
Namun, waktu berjalan semakin cepat dan seiring pertambahan usia, Zainal kehilangan kompetensi untuk melakukan operasi yang kompleks secara mandiri dan akhirnya dia tidak lagi diperbolehkan untuk melakukan tindakan operasi lagi.
"Jadi, kompetensi itu akan berubah seiring waktu. Tidak benar kalau kompetensi itu diambil alih dan diberikan seumur hidup," kata Zainal.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik Jelang Nataru, Kemenkes: Masih Terkendali
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dirinya juga membantah bahwa STR menelan banyak biaya hingga enam juta rupiah sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya di media.
Dalam kasusnya dia menjelaskan bahwa dirinya berkewajiban membayar iuran organisasi profesi sebanyak Rp100.000 per bulan karena tergabung dalam Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (PERSPEBSI).
Akan tetapi, karena dirinya tidak mempunyai cukup waktu untuk membayar iuran bulanna tersebut maka dia membayarkan iurannya langsung per lima tahun tiap kali mengurus STR. Oleh sebab itu menurutnya besaran enam juta rupiah yang dikeluarkan ketika mengurus STR sebenarnya merupakan iuran organisasi profesi yang diakumulasi.
Baca Juga: Target Penurunan HIV AIDS di Indonesia Masih Belum Optimal
"Ini berbeda besarannya untuk setiap profesi. Dokter umum itu sekitar Rp30.000, dokter gigi juga," klaim Zainal.
Dia turut menyampaikan, iuran organisasi profesi adalah urusan internal. Menteri, mesti tahu, dan dia tidak punya hak untuk mempersoalkan ini," pungkas Zainal.
Editor : Pahlevi