Optika. id Jakarta. Isu reshuffle (perombakan) Kabinet Indonesia Maju sebenarnya sudah mencuat sejak September lalu. Minimal ada 2 faktor saat itu: (1) masuknya PAN (Partai Amanat Nasional) ke dalam koalisi rezim Joko Widodo (Jokowi) dan (2) rencana pergantian Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) karena Marsekal Hadi Tjahjanto pensiun November 2021.
Tidak jadi reshuffle kabinet bulan September, mundur terus dan tidak jelas, sampai dengan Desember 2021 menunjukkan semakin peliknya rezim Jokowi. Ramainya isu reshuffle kabinet, meskipun tidak pernah jelas, disebabkan 2 hal besar yaitu tarik-menarik pergantian Panglima TNI dan reaksi pimpinan partai politik (parpol) karena pos menterinya bakal digusur atau diganti.
Baca juga: Resmi, Jokowi Berhentikan Heru Budi, Angkat Teguh Setyabudi Jadi Pj Gubernur Jakarta
Terbaca oleh umum, pos Panglima TNI diperebutkan oleh kelompok yang menginginkan Jenderal TNI-AD (Angkatan Darat) Andika Perkasa atau KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Martanu atau Laksamana Yudo Margono atau Letjen TNI-AD (Letnan Jenderal TNI-AD) Dudung Abdurachman. Konsekuensi pergantian Panglima TNI adalah Jokowi perlu menempatkan Hadi Tjahjanto dalam kabinet.
Tidak itu saja ada keinginan dari arah DPP PDIP (Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) agar tokohnya, yaitu Budi Gunawan (BG), yang selama ini berperan penting, di bawah tanah, dalam perpolitikan rezim Jokowi untuk muncul ke permukaan. Ini artinya Jokowi harus memberi tempat BG dalam kabinetnya.
Isu itu kuat sekali. BG bisa di tempatkan Mmenkopolhukam atau Menkumham. Atau malah KSP, kata Dr Abdul Aziz kepada Optika.id, 11/12/2021, lewat WhatsApp. Berbagai isu tentang reshuffle kabinet selalu muncul spekulasi kursi Menkopolhukam, Menkumham, dan KSP (Kepala Staf Presiden) bakal diisi orang baru. Tokoh yang mengisi pos tersebut diisukan BG dan Hadi Tjahjanto.
Sementara itu ada beberapa pos kementerian yang bakal diganti, namun pos tersebut dimiliki oleh parpol tertentu dan merasa keberatan. Jika pos kementerian yang tidak mempunyai basis parpol pada umumnya tidak banyak reaksinya, tetapi berbeda dengan yang dimiliki oleh parpol tertentu, mereka bereaksi. Berbagai reaksi, baik tarik-menarik pergantian Panglima TNI dan reaksi parpol tertentu itu konon merepotkan Jokowi. Akibatnya Jokowi mengundur-undur reshuffle kabinet hingga saat ini.ar
Reaksi Parpol Koalisi
Menurut Ray Rangkuti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru mendapat reaksi dari parpol anggota koalisi atas masuknya PAN dalam kabinet. Atas dasar reaksi parpol anggota kabinet itulah jika PAN tetap dipaksakan oleh Jokowi maka bakal menggantikan pos kementerian yang bukan ditempati kader parpol. Mulai isu reshuffle kabinet September hingga Desember 2021 PAN bakal mendapat Kementerian Perhubungan. Menterinya, Budi Karyadi Sumadi, bukan berasal dari kader parpol karena itu gampang digusur.
Reaksi parpol koalisi yang bakal diganti oleh orang lain itulah yang membuat reshuffle kabinet sudah 4 bulan masih terkatung-katung. Demikian pengamatan yang disampaikan oleh Ray Rangkuti dalam acara Diskusi Politik bertajuk "MPR Vs SMI Seteru Jelang Reshuffle" yang diselenggarakan oleh Formappi dan Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ahad 05/12/2021.
"Pertama, menggambarkan kepada kita bahwa semakin besar koalisi sebetulnya bukan membuat efektivitas pemerintah semakin menguat, tapi sebaliknya membuat efektivitas pemerintah itu makin lambat, " ujar Ray, Minggu (5/12). Menurut Ray, bisa jadi parpol koalisi menolak dilakukan reshuffle.
Sehingga, membuat Presiden agak sulit untuk memasukkan Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam kabinet.
Abdul Aziz, sepakat dengan Ray Rangkuti bahwa semakin banyak koalisi masuk ke Pemerintahan Jokowi justru menimbulkan kompleksitas dalam hal kinerja kabinet, termasuk untuk reshuffle. Tapi dia tidak sepakat Jokowi mulai ditinggalkan oleh mitra koalisinya.
Justru sebaliknya, Jokowi semakin kuat dalam menguasai kabinet. Kuatnya kuasa Jokowi atas kabinet memang tidak berarti pemerintahannya semakin berprestasi, urai Aziz lebih lanjut.
Nasdem Menolak
Aziz mengatakan bahwa Jokowi dalam isu reshuffle kabinet kali ini terasa tidak jelas tujuannya kecuali untuk kepentingan bagi-bagi kekuasaan dan kepentingan pemilu 2024. Jokowi sudah melupakan janji politiknya bahwa kabinet diisi oleh orang professional dan ahli di bidangnya masing-masing.
Ada arus santer agar Jokowi menambah pos Menteri dari PDIP. Itu sebabnya secara teoritis bakal menggusur pos menteri yang telah diduduki parpol lain, kata Aziz. Menurut Aziz parpol yang meradang atas rencana reshuffle adalah Partai Nasdem. Nasdem yang paling menolak reshuffle kabinet kali ini. Apalagi jika yang digusur adalah menteri dari Nasdem.
Menteri yang bakal diganti adalah Menteri Pertanian Dr H. Syahrul Yasin Limpo, S.H, M.H dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Ir Siti Nurbaya Bakar, M.Sc. Menurut Aziz isunya Menteri Pertanian bakal diisi oleh Moeldoko dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diberikan kader PDIP. Isu Moeldoko dicopot dari KSP sebenarnya untuk masuk ke Mentan. Menurut Aziz isuini yang muncul ke permukaan bahwa Nasdem menolak reshuffle.
Saya yakin Jokowi bisa memaksakan agar Nasdem nurut. Jokowi punya kuasa dan kekuatan. Biasanya orang Nasdem bakal digeser ke pos lain, kata Aziz. Menurut Aziz Nasdem ingin 2 pos itu miliknya karena dianggap pos itu strategis untuk pemilu 2024 dan berbagai hitungan ekonomi-politiknya. Mungkin Nasdem mengikuti policy Jokowi, jika 2 pos itu digeser menterinya, namun problemnya biasanya muncul di ujung pemerintahan Jokowi 2024, urai Aziz lebih detil.
Baca juga: Jokowi Setelah Lengser Langsung ke Solo, Lalu Tidur, BEM SI: Enak Aja!
Menurut Aziz, Nasdem secara simbolik sudah memberikan sinyal. "Surya Paloh pernah menyatakan dukungannya pada kepemimpinannya Anies di Jakarta bahkan tak menampik soal dukungan hingga Pilpres 2024," katanya. Hingga saat ini Nasdem masih terlihat menimbang-nimbang terkait figur capres yang akan diusung pada 2024 mendatang. Figur-figur itu berbeda dengan yang diinginkan Jokowi.
Di sisi lain Bendahara Umum DPP Nasdem, Ahmad Sahroni, disetujui Surya Paloh sebagai Ketua Pelaksana Formula E. Para pimpinan parpol dan tokoh politik yang tidak suka Anies Baswedan maju menjadi calon presiden 2024 selalu memojokkan Anies dengan menuduh ada indikasi korupsi dalam proyek Formula E.
Menurut Aziz beberapa simbol langkah Surya Paloh, Nasdem, dan mundurnya beberapa kali reshuffle kabinet ini menunjukkan alotnya membuat rumusan tentang kabinet baru Jokowi.
Menteri Lemah dan Tak Punya Parpol
Alotnya mengocok ulang pos kementerian yang ditempati kader parpol itulah yang memunculkan isu Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P, bakal digusur.
Menaker Ida Fauziyah dianggap kurang berperan besar menanggulangi masalah perburuan. Mulai dari unjuk rasa buruh tiap tahun sampai dengan perlawanan buruh terhadap Undang Undang Cipta Kerja Ida Fauziyah tidak menonjol perannya. Begitu juga peran Muhadjir Effendi tidak terlalu istimewa. Apalagi Muhadjir bukan dari parpol. Konon bakal diganti dari unsur Muhammadiyah lainnya. Malah isu santer Nadiem Makarim bakal diganti dari unsur Muhammadiyah.
Nadiem itu betapa pun kontroversialnya dan tidak berprestasinya dia namun sudah sowan ke Megawati rasanya tidak mungkin diganti, kata Aziz. Bagi Aziz, kedatangan Nadiem ke Megawati sebagai simbol penerimaan Megawati terhadap sosok Nadiem. Megawati adalah faktor penting bagi Jokowi, ulas Aziz.
Reshuffle karena Kebutuhan Jokowi
Menurut Refly Harun dalam kanal Youtube Refly Harun, Senin 18/10/2021, reshuffle kabinet akan datang berdasarkan kebutuhan dasar dari kekuasaan Jokowi. Ada 3 kebutuhan dasar reshuffle yaitu Jokowi: 1, ingin memastikan legacy (warisan) yang baik. Sebagai presiden Jokowi ingin meninggalkan warisan yang baik untuk bangsa Indonesia.
Baca juga: Dagelan Kabinet Prabowo: Bau Jokowi dan Kaesang
Kedua Jokowi ingin memastikan keamanan solid dan kuat sebelum 2024 dan pasca 2024. Sebagai presiden pasti Jokowi ingin pemilu aman dan sukses, namun lebih dari itu semua harus ada penerus kekuasaan yang menjamin Jokowi pasca 2024. Ada wilayah yang ngeri-ngeri sedap yang harus diamankan.
Ketiga Jokowi ingin pemilu sukses dengan perspektif politik seperti saat ini. Hal ini penting agar penerus kekuasaan bisa berkesinambungan dengan model rezim sekarang. Menurut Refly Harun hal tersebut berkait dengan persiapan pengisian jabatan Plt (Pelaksana Tugas) gubernur, bupati, dan walikota yang bakal habis Tahun 2022.
Isu pergantian Mendagri Tito Karnavian oleh Tjahjo Kumolo, menurut Refly Harun, berkait dengan hal tersebut. Isunya Tito dan Tjahjo Kumolo bertukar tempat: Tito digeser ke Menteri Pendayagunaan Aaparatur Negaradan Tjahjo Kumolo menjadi Menteri Dalam Negeri.
Hal ini sangat penting karena berkait dengan Plt Gubernur dan Bupati/Walikota setelah 2022. Untuk menuju pemilu 2024. Panglima TNI dan Kapolri harus panjang usia kedinasannya agar bisa mengamankan Jokowi apasca 2024. Sebab Refly menduga ada yang ngeri-ngeri sedap yang harus diamankan.
Penulis Aribowo
Editor; Amrizal Ananda Pahlevi
Editor : Pahlevi