Presidential Threshold Pernah Digugat 13 kali, Tapi Gagal Semua

Reporter : Seno
images - 2021-12-30T202604.482

Optika.id - Beberapa masyarakat dari berbagai latar belakang profesi menggugat presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar menjadi 0 persen. Gugatan serupa pernah digugat 13 kali dan semuanya gagal. Namun hal berbeda terjadi di Amerika Serikat. Tanpa adanya presidential threshold, calon presiden ada banyak. Sehingga masyarakat memiliki banyak opsi capres.

"Bahkan studi komparasi menunjukkan misalnya Amerika Serikat, negara yang selalu menjadi rujukan utama praktik sistem pemerintahan presidensial sama sekali tidak mengenal aturan ambang batas dalam pengusulan calon presiden (dan wakil presiden)," kata hakim MK Saldi Isra dalam putusan yang dikutip optika.id, Kamis (30/12/2021).

Baca juga: Mahfud Lepas Jabatan, TKN Ingin Prabowo Tetap Jadi Menhan

Tanpa adanya presidential threshold, Pilpres AS menjadi semarak dengan banyak pilihan bagi warganya untuk memilih calon presiden. Di antaranya capres independen bersaing di Pilpres AS 2020 yaitu rapper Kanye West. Sesuai prediksi, Kanye hanya mengantongi 60 ribuan suara atau tidak sampai 1 persen dari seluruh pemililh AS.

Berikut 11 Capres AS di Pilpres 2020:

1. Pasangan Donald Trump-Mike Pence (Partai Republik), inkumben

2. Pasangan Joe Biden-Kemala Harris (Partai Demokrat), sebagai pemenang Pilpres.

3. Pasangan Jo Jorgansen-Spike Cohen (Partai Libertarian)

4. Pasangan Howie Hawkins-Angela Walker (Partai Hijau)

5. Pasangan Gloria La Riva-Sunil Freeman (Partai Sosialisme dan Pembebasan)

6. Pasangan Rocky de La Fuente-Darcy Richardson (Partai Persekutuan)

7. Pasangan Don Blankenship-William Mohr (Partai Konstitusi)

8. Pasangan Brocke Pierce-Karla Ballard (capres Independen).

9. Pasangan Kanye West-Michelle Tidball (capres Independen)

10.Pasangan Brian Carrol-Amel Patel (Partai Solidaritas)

11. Pasangan Jade Simmons-Claudeliah J Roze (capres independen)

Tanpa presidential threshold, rakyat AS akhirnya diberi banyak pilihan untuk mencoblos pilihannya. Di mana akhirnya Pilpres 2020 AS dimenangkan oleh Biden.

Sementara di Indonesia berdasarkan Pasal 222 UU Pemilu, capres hanya boleh diusung oleh:

1. Parpol yang memiliki kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau

2. Parpol yang memperolah 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR sebelumnya.

Selain itu, capres independen pernah diperjuangkan Fadjroel Rahman dengan menggugat ke MK pada 2008 tapi kandas.

"Jangan hanya melalui jalur partai saja. Bagaimana dengan mereka yang mempunyai kemampuan sebagai Presiden, namun tidak masuk dalam lingkup partai dan terkendala dengan minimnya biaya?" ungkap Fadjroel kala itu.

Selain itu, Fadjroel mencontohkan putusan MK yang memberikan calon independen bisa berlaga di Pilkada. Sehingga, bagi dia, cukup alasan MK juga memberlakukannya di Pilpres.

Baca juga: Prabowo Sindir Anies dan Ganjar Soal Pertahanan: Jangan Menyesatkan, Memprovokasi, dan Menghasut

"Mahkamah Konstitusi telah memberi tafsir pelaksanaan demokrasi dalam kaitannya dengan Pemilu eksekutif (di daerah melalui Pilkada) bahwa Pemilu tersebut tidak boleh menutup peluang adanya calon perseorangan karena partai politik hanyalah salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi. Sehingga adalah wajar apabila dibuka partisipasi dengan mekanisme lain di luar Parpol untuk penyelenggaraan demokrasi," ujar Fadjroel.

Namun gugatan Fajrul kandas. Dia kemudian menjadi Juru Bicara Presiden Joko Widodo dan kini Fadjroel Rahman menjadi Dubes RI untuk Kazakhstan.

Sekarang, syarat presidential threshold digugat ke MK agar menjadi 0 persen. Berikut daftar pemohon tersebut:

1. Ferry Joko Yuliantono

Waketum Partai Gerindra itu menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen dengan alasan aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.

2. Gatot Nurmantyo

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menggugat syarat ambang batas pencapresan (presidential threshold) 20 persen menjadi 0 persen ke MK. Menurutnya, dalam ilmu hukum secara teoretik dikenal prinsip 'law changes by reasons'. Dalam tradisi fikih juga dikenal prinsip yang sama, yaitu 'fikih berubah jika illat-nya (alasan hukumnya) berubah'.

3. Fachrul Razi dan Bustami Zainudin

Dua anggota DPD, Fachrul Razi asal Aceh dan Bustami Zainudin asal Lampung, menggugat ke MK pekan lalu soal presidential threshold (PT) agar menjadi 0 persen. Fachrul Razi meminta doa dukungan kepada seluruh Indonesia agar demokrasi di Indonesia dapat ditegakkan.

"Kedua, kita doakan kepada Allah SWT semoga tergugah hati Hakim MK memperhatikan dan memutuskan seadil-adilnya dalam rangka yang terbaik terhadap demokrasi Indonesia dan kita harapkan nol persen jawaban terhadap masa depan Indonesia. Salam PT nol persen," tegas Fachrul Razi.

4.Lieus Sungkharisma

Baca juga: Prabowo Sebut Tanpa Kekuatan Militer, Bangsa Akan Dilindas Seperti Gaza

Lieus beralasan, suatu hak yang diberikan konstitusi sehingga menjadi hak konstitusional (constitutional right) tidak boleh dihilangkan/direduksi dalam peraturan yang lebih rendah (undang-undang). Ketentuan Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 yang menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta Pemilihan Umum jelas- jelas bertentangan dengan UUD 1945.

"Terutama Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945. Sudah seharusnya pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," ujar Lieus.

5.Tiga Anggota DPD

Fahira Idris, Tamsil Linrung dan Edwin Pratama Putra mengajukan gugatan serupa. Menurut Fahira Idris Dkk, Norma Pasal 222 UU a quo bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan (3) yang memberikan kesempatan kepada:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, serta untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

"Bahwa dengan berlakunya Pasal a quo, telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu, khususnya terkait dengan sistem pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden," beber Fahira Idris yang memberikan kuasa ke Ahmad Yani itu.

Dengan adanya pemberlakukan Pasal 22 di atas, kata Fahira, telah menimbulkan perbedaan kedudukan, perbedaan pemberlakuan kepada setiap peserta pemilu yang nanti akan menjadi peserta Pemilu, yaitu pencalonan Presiden hanya diperbolehkan kepada partai politik yang sudah memiliki hasil Pemilu sebelumnya.

"Bahwa ketentuan presidential threshold mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 karena mempersempit peluang munculnya tokoh-tokoh alternatif dalam kontestasi pemilihan presiden," ujar Fahira dkk.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru