Kasus OTT Wali Kota Bekasi, KPK Dalami Keterlibatan Pihak Lain

Reporter : Seno
images - 2022-01-06T202907.656

Optika.id - KPK mendalami keterlibatan pihak DPRD Kota Bekasi atas kasus yang menyeret Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi. Rahmat Effendi diketahui terjaring OTT KPK terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan dan pengadaan barang dan jasa.

"Yang berikutnya tadi ada juga bagaimana keterlibatan dengan DPRD, tentu ini akan kita dalami," kata Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (6/1/2022).

Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Firli lantas memaparkan sektor yang rawan terjadi korupsi. Di antaranya yakni pada saat penyusunan APBD hingga pengesahan APBD.

"Tetapi yang pasti daerah rawan, wilayah-wilayah rawan, terjadi korupsi itu setidaknya ada empat tahap. Di bidang perencanaan itu rawan korupsi, bagaimana menyusun APBD, bagaimana menyusun APBD perubahan, itu rawan korupsi. Bagaimana pengesahan APBD, APBD perubahan, rawan korupsi. Bagaimana pelaksanaan APBD, eksekusi anggaran, juga rawan korupsi, terakhir juga termasuk pengawasan, di tahap pengawasan pun rawan korupsi," ucap Firli.

Selanjutnya, Firli berharap semua pihak bisa bersama-sama menuntaskan masalah ini. Hal itu guna mewujudkan Indonesia bebas korupsi.

"Inilah PR kita bersama, saya sungguh berharap seluruh lapisan masyarakat, segenap komponen bangsa sama-sama KPK untuk membersihkan Indonesia dari korupsi," ujarnya.

Dalam kasus ini total KPK menjerat 9 orang tersangka. Berikut rinciannya:

Sebagai pemberi:

1. Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo);

2. Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta;

3. Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan

4. Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.

Sebagai penerima:

5. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;

6. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;

7. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;

8. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan

Baca juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!

9. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.

Untuk tersangka pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen diduga KPK menerima suap dari sejumlah pihak. Salah satu yang diungkap KPK yaitu transaksi suap yang berkaitan dengan proyek ganti rugi tanah.

Dalam konferensi pers, Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan awalnya Pemkot Bekasi menetapkan APBD-P Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar. Anggaran itu digunakan sebagai berikut:

1. Pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar;

2. Pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar;

3. Pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar; dan

4. Melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.

Baca juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

"Atas proyek-proyek tersebut, tersangka RE (Rahmat Effendi) selaku Wali Kota Bekasi periode 2018-2022 diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan. Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk 'Sumbangan Masjid'," katanya.

Firli menyebut Pepen menerima uang melalui orang kepercayaannya yaitu Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi dan Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna. Total ada lebih dari 7 miliar diterima Pepen melalui 2 orang itu dari pihak swasta.

"Selanjutnya pihak-pihak tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya yaitu JL yang menerima uang sejumlah Rp 4 miliar dari LBM, WY yang menerima uang sejumlah Rp 3 miliar dari MS dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga RE sejumlah Rp 100 juta dari SY," ucap Firli.

LBM yang disebut Firli adalah Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta. Lalu MS adalah Makhfud Saifudin sebagai Camat Rawalumbu dan SY adalah Suryadi sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa).

Selain itu Pepen juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Pepen.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru