Belajar Moderasi Dari Kasus "Ferdinand Hutahean"

Reporter : optikaid
Belajar Moderasi Dari Kasus "Ferdinand Hutahean"

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="145"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I (Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya)[/caption]

Publik Indonesia dihebohkan dengan kasus Ferdinand Hutahean (penggiat media sosial dan mantan politisi Partai Demokrat) terkait cuitannya di Twitter. @FerdinandHaean3, "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela",  namun, cuitan itu telah dihapusnya.

Baca juga: Balas Dendam Manis, Demokrat Tak Sabar Lihat Wajah Moeldoko di Parlemen

Cuitan ini dianggap rasialis berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dan dapat menimbulkan kegaduhan dan konflik ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Sehingga oleh Haris Pertama (Ketum DPP KNPI) dilaporkan ke Bareskrim Polri, Rabu (5/1/2022). Laporan itu telah diterima dengan nomor LP/B/007/I/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI.(Kompas.com,7/1/2022). 

Dan sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian bernuansa SARA. "kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, di Jakarta". (cnnindonesia.com, 10/1/2022).

Kasus Ferdinand Hutahean tersebut dapat menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

Pertama, kita harus berhati-hati dan bijak menggunakan media sosial. Atau "media sosial maslahah".

Media sosial memang menyediakan ruang ekspresi manusia secara bebas dan luas dapat masuk langsung ke ruang publik dan privat manusia ke seluruh pelosok dunia (meglobal). Sehingga ekspresi apapun (senang, sedih, marah, kebencian, sayang) yang kita tuangkan ke dalam media sosial akan terbaca dan terekam oleh semua manusia pengguna jaringan media sosial secara global. 

Dan mereka (para netizen,) juga bebas dan luas menanggapi dan mengapreasiasi baik secara positif maupun negatif atas ekspresi pikiran dan emosi yang kita tuangkan dalam media sosial. Sehingga disinilah letak ruang "rimba raya" media sosial yang tak bertuan dan bertepi.

Pola media sosial tersebut yan bebas dan luas tanpa tepi dan tuan, harus menjadikan kita berhati-hati dan selektif secara bijak menggunakan media sosial. Artinya gunakanlah media sosial secara sehat dan bertanggungjawab, yaitu untuk kepentingan kebajikan dan kemajuan umat manusia, bukan untuk kepentingan merusak menghancurkan peradaban manusia. Seperti  menyebarkan kebencian, hoax, diskriminasi, intoleransi, rasialis dan sebagainya.

Baca juga: Demokrat ke Kabinet, Jokowi Wujudkan Mimpi SBY?

Kedua, berdasarkan alasan Ferdinand Hutahean dia menulis cuitan tersebut, disebabkan kondisi pikirannya tidak stabil, disebabkan sakit. 

Kondisi ini dapat di alami oleh siapapun termasuk kita, artinya jalan pikiran dan perasaan (hati) kita sebenarnya tidak stabil, meminjam istilah agama hati atau keimanan kita itu "Yazid Wa Manqus" naik-turun. 

Di suatu saat sangat mungkin alam pikiran kita sangat liberal, inklusif, toleran tapi suatu kita sangat fundamentalis, radikal, intoleran atau moderat dan sebagainya. 

Sehingga kita harus berhati-hati dan mampu menahan atau memfilter dari segala pikiran dan rasa emosi yang ada dalam pikiran dan hati kita di media sosial. Artinya janganlah semua pikiran dan luapan rasa emosi kita tuangkan dalam media sosial yang bebas dan luas tak bertepi dan bertuan. Sehingga harus bisa memilih dan memilih mana pikiran dan perasaan emosi yang tepat dan baik untuk kebaikan keadaban digital manusia. 

Baca juga: Suara Demokrat di Jatim Anjlok, Emil Dardak: Tunggu Hasil Final

Ketiga, isi cuitan Ferdinand Hutahean secara maknawi memang cenderung berisi narasi yang kurang bagus dalam masyarakat Indonesia yang majemuk secara sosial, agama, budaya, bahasa dan ideologi. 

Maka situasi ini menunjukan bahwa masih sangat dibutuhkan untuk terus membangun,  menebar dan menyemai kesadaran narasi  moderasi dalam kehidupan publik dan berbangsa di masyarakat. Agar narasi-narasi publik yang dituangkan masyarakat Indonesia di media sosial selalu bernuansa  menjaga kedamaian toleransi dan harmonisasi masyarakat Indonesia kita tercinta.

Demikian tulisan ini semoga bermanfaat, ilmu dan kebenaran sejati hanya milik Allah SWT, kita hanya diminta terus belajar.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru