Optika.id - Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak agar tiga warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang dituduh melanggar Pasal 28 UU ITE dan pasal 14 jo. Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 dibebaskan dari proses hukum dengan segera dan tanpa syarat. Menurut Koalisi, mereka hanya mengabarkan situasi yang terjadi secara nyata di desa mereka sendiri.
Koalisi juga mendesak agar pemerintah mengusut dugaan pemadaman sengaja terhadap listrik, sinyal ponsel dan internet di wilayah Desa Wadas selama aksi kekerasan oleh aparat terjadi pada periode 8 9 Februari 2022.
Baca juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?
Seperti diketahui, Senin (7/2/2022), ratusan aparat keamanan melakukan apel dan mendirikan tenda di Lapangan Kaliboto, di belakang kantor Polsek Bener, tepat di pintu masuk Desa Wadas.
Selasa (8/2/2022), ratusan aparat tersebut bergerak ke Desa Wadas mengawal petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pengukuran tanah di wilayah Desa Wadas.
Langkah pengawalan itu berujung penangkapan terhadap setidaknya sekitar 67 warga Desa Wadas beserta pendamping mereka, termasuk 13 anak-anak dan perempuan. Aparat keamanan menangkap dan membawa mereka ke Polsek Bener.
Koalisi juga memperoleh informasi bahwa polisi dengan kasar melarang dan menghalangi pendamping warga dari LBH Yogyakarta untuk masuk ke Desa Wadas.
"Kami juga mendapat laporan dugaan pemutusan jaringan telepon seluler dan internet di Wadas yang menyulitkan warga untuk berkomunikasi. Pemutusan jaringan komunikasi jika tidak selaras dengan standar HAM internasional dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, apa lagi ini menghalangi hak warga Wadas untuk mencari, mendapatkan, dan berbagi informasi secara damai," tulis Koalisi dalam rilisnya.
Berikut rilis dari koalisi yang diterima Optika.id, Jumat (11/2/2022):
Dalam hal dugaan pemadaman internet itu, negara perlu menyimak kembali keputusan PTUN Jakarta pada 2020 lalu yang mengadili kasus pemadaman internet di Papua dan Papua Barat. Majelis hakim menilai tindakan pemutusan akses internet di Papua melanggar HAM dan menyalahi sejumlah ketentuan perundang-undangan. Hakim berpendapat bahwa internet adalah netral. Ia bisa digunakan untuk yang positif dan membangun peradaban. Jika terdapat konten yang melanggar hukum, maka yang dibatasi adalah konten dan bukan internetnya.
Jika benar telah terjadi pemadaman internet di wilayah Wadas, koalisi menilai hal tersebut sebagai pelanggaran yang harus ditindaklanjuti dengan proses hukum. Secara substansi, pemadaman internet juga menyalahi ketentuan diskresi, bertentangan dengan UU dan asas umum pemerintahan yang baik.
Terkait dengan adanya warga yang dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan dengan dugaan melanggar Pasal 28 UU ITE dan pasal 14 jo. Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946, koalisi menilai ini sebagai kekeliruan. Penerapan kedua ketentuan ini seharusnya dimaknai dengan sangat hati-hati unsur-unsur pokoknya. Pertama, penyiaran berita tersebut memang untuk menimbulkan keonaran dan kedua, orang yang menyebarkan berita harus memiliki persangkaan setidak-tidaknya bahwa berita yang disebarkan adalah berita bohong. Di dalam peristiwa ini, jika dilihat lebih lanjut tentu kedua unsur tersebut sama sekali tidak terpenuhi karena yang dilakukan oleh warga adalah pemberitaan mengenai situasi nyata yang terjadi secara real time.
Informasi tersebut juga disebarkan bukan untuk menimbulkan keonaran namun sebagai bentuk pemberitaan dan pertolongan kepada publik atas peristiwa kekerasan yang terjadi kepada warga sipil di Desa Wadas.
Untuk itu, Koalisi menilai bahwa penggunaan Pasal 28 UU ITE bersama dengan Pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 sebagai dasar penangkapan warga merupakan upaya negara untuk membungkam dan mengancam warga yang menjalankan protes secara damai dan membela hak asasinya.
Oleh karena itu, Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak:
1. Gubernur Jawa Tengah dan Kapolda Jawa Tengah untuk menjelaskan secara terbuka atas dugaan pemadaman listrik, sinyal dan akses internet pada 7-9 Februari 2022 di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dan menjamin tidak ada lagi praktik serupa di masa depan;
2. Polisi untuk menghentikan proses hukum dan membebaskan tiga warga Desa Wadas yang dijadikan tersangka karena dianggap melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE jo. Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dengan segera dan tanpa syarat; dan
3. DPR RI bekerja sama dengan pemerintah untuk memperbaiki segera pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE, termasuk Pasal 28 ayat (2) UU ITE, agar tidak terus menerus disalahgunakan untuk memidana mereka yang menggunakan media sosial untuk menyampaikan protes secara damai.
Ini Temuan Komisi III DPR RI di Wadas
Sementara itu, Komisi III DPR RI mendapati sejumlah temuan saat meninjau Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, seusai insiden penangkapan warga. Selain soal tersumbatnya dialog, dugaan kekerasan dari aparat saat penangkapan, Komisi III DPR juga menemukan fakta soal hilangnya sinyal komunikasi di Desa Wadas seusai insiden.
Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, yang melakukan ikut meninjau Desa Wadas, juga mengalaminya. Taufik juga sempat menanyakan kondisi tersebut ke warga Desa Wadas.
"Waktu kita datang ke sana memang tidak ada sinyal. Saya sempat bertanya waktu itu, masih pertama kita ketemu pihak yang setuju," kata Taufik dalam keterangannya, Jumat (11/2/2022).
Penuturan warga, sebut Taufik, sinyal komunikasi di Desa Wadas sempat hilang selama 3 hari. Kepada politisi NasDem itu, warga mengaku tidak bisa berkomunikasi sejak insiden.
Baca juga: Ganjar Pranowo Harus Segera Hentikan Pertambangan di Desa Wadas
"Saya pancing aja, 'Di sini siapa yang punya handphone?' Nah, ada ibu-ibu punya. Saya tanya, 'Ibu biasa di sini bisa telepon nggak, Bu?'. (Dijawab), 'Bisa, tapi sekarang nggak bisa'. (Taufik tanya), 'Sejak kapan nggak bisa?'. (Warga jawab) 'Sejak 3 hari ini'. Berarti kita lihat, oh, oke selama 3 hari ini sinyal itu hilang," ucap Taufik sambil mengulas percakapannya dengan warga Desa Wadas.
Karena itu, Taufik meminta Polri hingga pemerintah memulihkan akses komunikasi di Desa Wadas. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem itu mengingatkan akses komunikasi merupakan hak warga.
"Kita juga minta mereka memulihkan hak warga untuk dapat berkomunikasi kembali. Itu kita minta agar, jika memang Polda (Jawa Tengah) bisa lakukan, kembalikan sinyal itu, lakukanlah, karena itu sebagai bagian dari pemulihan warga, karena itu hak mereka untuk bisa berkomunikasi," ujarnya.
"Nah, ada beberapa hal yang kita dapatkan. Pertama kita melihat bahwa sebenarnya seluruh masyarakat Desa Wadas ini menjadi korban, korban akibat tersumbatnya ruang dialog ketika mereka dihadapkan pada pilihan untuk bersedia atau tidak bersedia tanahnya untuk dijadikan tambang batu sebagai bahan baku pembangunan bendungan," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi