Optika.id - Laporan intelijen Amerika Serikat (AS) memprediksi serta mengindikasikan Rusia berencana menginvasi Ukraina pada Rabu (16/2/2022) lusa. Namun, para pejabat senior AS mengaku tidak bisa mengonfirmasi laporan itu, meski menegaskan akan berupaya mencegah 'serangan mendadak' dengan membagikan informasi soal rencana Rusia.
Seperti dikutip Optika.id dari Reuters, Senin (14/2/2022), penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, berulang kali menegaskan, invasi Rusia bisa dilakukan kapan saja. Sementara Presiden Joe Biden menyatakan akan mendukung Ukraina setelah invasi apapun dan membela wilayah aliansi NATO.
Baca juga: CEO Telegram, Pavel Durov Ditangkap di Prancis
"Kita tidak bisa memprediksi harinya dengan sempurna, tapi kita sekarang telah mengatakan untuk beberapa waktu bahwa kita berada dalam jendela waktu, dan invasi bisa dimulai 'sebuah aksi militer besar bisa dimulai' oleh Rusia di Ukraina kapan saja sekarang," ujar Sullivan saat ditanya soal indikasi invasi pada Rabu (16/2/2022) lusa.
"Itu termasuk minggu depan sebelum Olimpiade berakhir," imbuhnya kepada program CNN, 'State of the Union'.
"Kita akan mempertahankan setiap inci wilayah NATO, setiap inci wilayah Article Five dan Rusia kami pikir memahami sepenuhnya pesan tersebut," ucap Sullivan dalam wawancara terpisah dengan program CBS, 'Face the Nation'.
Ukraina diketahui bukan bagian aliansi NATO. Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Pentagon, John Kirby, juga menolak mengonfirmasi laporan intelijen soal prediksi invasi Rusia itu. "Saya tidak dalam posisi untuk mengonfirmasi laporan-laporan itu," ujarnya dalam wawancara dengan Fox News Sunday pada Minggu (13/2/2022) waktu setempat.
Kirby juga menyebut aksi militer Rusia bisa terjadi kapan saja. "Dan sekali lagi, penilaian datang dari berbagai sumber. Dan tidak, tidak secara eksklusif hanya di dalam intelijen, tapi juga apa yang kita lihat di depan mata. Lebih dari 100.000 tentara sekarang terus ditempatkan di perbatasan Ukraina," imbuhnya.
Pernyataan-pernyataan pejabat senior AS itu disampaikan di tengah aktivitas diplomatik yang gencar dilakukan demi menyelesaikan kebuntuan antara Barat dan Rusia terkait Ukraina, demi menghindari aksi militer.
Baca juga: Ukraina: Ribuan Tentara Telah Menyerbu Kacaukan Rusia
Pada Sabtu (12/2/2022) waktu setempat, Biden berbicara dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, via telepon, namun pembahasannya belum diungkapkan. Pekan ini, Biden dijadwalkan berbicara via telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Sementara itu, staf-staf di Organisasi untuk Keamanan dan Kerja sama di Eropa (OSCE) mulai berkemas-kemas untuk meninggalkan kota Donetsk, Ukraina sejak Minggu (13/2/2022). OSCE merupakan organisasi pemantau sipil yang tinggal di wilayah yang dikuasai separatis yang didukung Rusia.
Mereka memilih meninggalkan kota Donetsk, setelah dialog antara Presiden Amerika Serikat dan Presiden Rusia belum menunjukkan hasil. Kebuntuan masih mewarnai dialog antara Joe Biden dan Vladimir Putin terkait situasi di Ukraina.
Situasi di Ukraina semakin memanas setelah militer Rusia meningkatkan jumlah pasukannya di tiga penjuru negeri itu. Negara-negara Barat dan NATO mencurigai Rusia ingin menginvasi Ukraina, seperti yang pernah dilakukan terhadap Krimea pada 2014 lalu.
Baca juga: Rusia Tingkatkan Serangan di Ukraina, Manfaatkan Keunggulan Senjata
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi