Optika.id - MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Timur memberikan statement terkait ritual yang menewaskan 11 anggotanya di Pantai Payangan Jember. Ketua Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin mengatakan ilmu dari Kelompok ritual Tunggal Jati Nusantara patut dipertanyakan.
"Pertama kita sudah mendapat kesaksian, itu kan katanya secara bacaan ya Islami bacaan ayat kursi, bacaan istighfar. Tapi ini dilakukan oleh padepokan, padepokan itu secara keilmuan tidak sama dengan pesantren," kata Ma'ruf dalam keterangannya, Selasa (15/2/2022).
Baca juga: PayLater Haram Menurut MUI Jatim, Ini Alasannya
"Kalau pesantren kan legalitas keilmuannya dibenarkan dalam Islam. Padepokan ini didirikan oleh siapa, pemimpinnya itu siapa, lalu ini hasil meditasi sendiri atau wangsit atau mimpi dari mana," lanjutnya.
Ma'ruf mengatakan dalam ajaran Islam, jika umat berzikir untuk mencari ketenangan, maka cukup dilakukan di masjid atau musala. Tidak dibenarkan berzikir dan mencari ketenangan di tempat yang bisa membahayakan keselamatan jiwa seseorang.
"Sementara kalau Islam itu untuk ketenangan gak perlu ke pantai, apalagi sampai tengah malam dan mempertaruhkan nyawa. Apalagi, kabarnya itu agak menengah (Lokasi ritual). Jadi sekali lagi di fiqih kita, ajaran Islam kita, berzikir itu lebih utama di masjid, mungkin secara bersama tetapi tidak di tempat yang membahayakan," tukasnya.
Dia menambahkan pelaksanaan ritual tersebut tidak logis serta menyimpang dari ajaran para ulama dan kiai islam.
"Jadi secara pelaksanaannya memang kurang logis dan sedikit menyimpang dari kebiasaan ulama kiai kita. Kalau kita lihat, kiai dan ulama kita berzikir itu ya di lapangan, di pesantren, di masjid, intinya di tempat utama yang tidak membahayakan. Tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan, ritual itu," tandasnya.
Dia pun mengimbau warga selektif dalam memilih tempat belajar agama dan tempat berguru yang benar. Jangan sampai, mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
"Pada intinya masyarakat kalau cari guru, cari tempat zikir, ya yang tidak membahayakan. Cari tempat yang benar, di tempat yang memiliki kiai, habib yang mengajarkan zikir yang sesuai fiqih Islam dengan benar dan tidak macem-macem," tambahnya.
Ma'ruf sendiri memastikan, MUI Jatim akan segera mengeluarkan fatwa terkait ritual-ritual agama Islam yang dianjurkan.
"Jadi secara pelaksanaannya memang kurang logis dan sedikit menyimpang dari kebiasaan ulama kiai kita. Kalau kita lihat, kiai dan ulama kita berzikir itu ya di lapangan, di pesantren, di masjid, intinya di tempat utama yang tidak membahayakan. Tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan, ritual itu," tutupnya.
Sementara itu, tragedi Pantai Payangan Jember yang menewaskan 11 orang saat ritual masih diselidiki polisi. Polisi mulai memeriksa para saksi di sekitar kasus ritual maut tersebut.
"Sampai hari ini sudah ada 14 orang saksi yang kita mintai keterangan," kata Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo, Selasa (15/2/2022).
Baca juga: Ijtima Ulama MUI Jatim Bahas PayLater Hingga Fatwa Ucapan Hari Raya ke Non-muslim
Belasan saksi yang diperiksa itu, terdiri atas korban selamat, petugas yang melakukan evakuasi dan sejumlah saksi yang berada di lokasi saat kejadian.
"Yang dimintai keterangan, ada korban selamat, ada petugas evakuasi, kemudian ada saksi yang berada di TKP pada saat kejadian," terang Hery.
Ketua kelompok ritual itu sendiri, Nurhasan, termasuk menjadi korban yang selamat. Saat ini, yang bersangkutan masih dirawat di RSD dr Soebandi, Jember.
"Ketua kelompoknya belum kita periksa karena masih dirawat. Tapi kemarin sempat kita wawancara ketika berada di puskesmas," ungkap Hery.
Dari hasil sementara pemeriksaan terhadap saksi, diketahui jika penjaga Pantai Payangan sempat mencegah Nur Hasan dan pengikutnya untuk melakukan ritual. Tetapi Nur Hasan kekeh tetap menggelar ritual yang berakhir dengan tragedi.
"Memang di Bukit Samboja ada penjaganya, ada juru kuncinya. Dan sudah mengingatkan. Tapi Nurhasan cs pingin kekeh ritual di situ. Akhirnya ya dilaksanakan," katanya.
Ritual di Pantai Payangan, lanjutnya, bukan sekali ini dilakukan. Ritual sudah beberapa kali dilakukan. Namun anggota yang ikut tidak selalu sama.
Baca juga: 11 Orang Jadi Korban Tewas Ritual Maut di Jember, Salah Satunya Polisi
"Ritualnya sudah beberapa kali dilakukan. Tapi tidak semua anggota kelompok aktif," ujarnya.
Hery mengatakan tidak semua anggota ritual yang datang di hari nahas itu adalah anggota yang selalu mengikuti ritual. Karena yang mengikuti ritual ini selalu berganti-ganti orang.
"Ada yang sekali, dua kali atau yang lebih juga ada. kaya orang pencak silat, kadang kalau malas yang nggak datang," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi