Optika.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tak menerima gugatan Presidential Threshold 20 persen yang diajukan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Sebelumnya, MK tidak menerima gugatan Ferry Yuliantono dengan alasan pemohon tidak memiliki legal standing atau hak hukum untuk menggugat aturan itu.
"Amar putusan mengadili, menyatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat membacakan amar putusan secara daring, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Suhartoyo MK: Putusan Sengketa Pilkada Bisa Lebih Progresif!
"Demikian diputus dalam rapat permusyawaratan hakim oleh 9 hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota," katanya.
MK beralasan, pemegang legal standing di pasal yang dimaksud adalah Parpol. Pasal yang dimaksud yaitu Pasal 222 UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Putusan MK itu tidak bulat. Empat hakim MK menyatakan pemohon memiliki legal standing, yaitu Manahan Sitompul, Saldi Isra, Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, dalam sidang di MK, Gatot menyatakan menolak aturan itu.
Baca juga: MK Sebut 106 Perkara Sengketa Pileg Akan Lanjut Pembuktian!
"Berdasarkan hasil analisis, hasil renungan, kami berkesimpulan, Yang Mulia, ini adalah sangat berbahaya karena presidential threshold 20alah bentuk kudeta terselubung terhadap negara demokrasi, menjadi partaikrasi melalui berbagai rekayasa undang-undang. Dan ini benar-benar sangat berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan," kata Gatot.
Kuasa hukum Gatot Nurmantyo, Refly Harun menilai presidential threshold bisa memunculkan capres tunggal.
"Kami lihat misalnya soal fakta politik hari ini, dominasi dari kekuatan yang hari ini berkuasa, itu sudah mencapai hampir 82 persen kalau kursi, dengan kurang-lebih 84 persen kalau basisnya adalah suara. Dan berdasarkan ketentuan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, maka bukan tidak dimungkinkan bisa adanya calon tunggal. Karena dikatakan bahwa tahapan akan diteruskan kalau memang tetap ada calon tunggal. Jadi itu yang kami khawatirkan dan ini potensial melanggar prinsip bahwa Undang-Undang Dasar 1945 menganut to around system," kata Refly.
Selain Gatot, ada 5 pemohon lain yang meminta penghapusan presidential threshold. Di antaranya, politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono, beberapa anggota DPD RI termasuk Tamsil Linrung dan Fahira Idris.
Baca juga: Ini Prediksi Pakar Soal Putusan MK pada Sengketa Hasil Pilpres 2024
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi