Riuh Soal Ambang Batas Pencalonan Presiden, Ini Pandangan Pengamat FGBD Insan Cita

Reporter : Jenik Mauliddina
word-image

Optika.id - Ambang batas atau presidential threshold (PT) pencalonan calon presiden bagi partai politik 20 persen kursi di DPR di pemilihan presiden 2024, mendapatkan perhatian dari Forum Guru Besar dan Doktor (FGBD) Insan Cita.

Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI, Prof. Siti Zuhro berpendapat, aturan PT yang termuat di Undang-undang Pemilu nomor 7 mendatangkan dampak negatif. Ia menilai semakin tinggi ambang batas maka akan membatasi dalam munculnya sosok pemimpin yang revolusioner dan membatasi kemajemukan.

Baca juga: Pramuka Lamongan Optimis Cetak Pemimpin dengan Karakter Pancasila

"Calon-calon pemimpin yang memiliki kompeten dan komitmen yang tinggi namun dirinya tidak dekat dengan partai politik, Maka dia tidak dapat dicalonkan dan sangat disayangkan. Kita menerima kabar kurang baik, MK telah dua kali menolak gugatan untuk PT 0%," ujarnya pada Webinar "Menakar Peluang Pilpres 2024" yang dilakukan secara daring, Minggu (27/2/2022) malam.

Ia menjelaskan, ambang batas pencalonan presiden yang tinggi memunculkan sistem konstitusi yang masih dikendalikan oleh parlemen dan partai politik. Sehingga sosok calon presiden bukan lagi dari kader terbaik yang dibutuhkan bangsa. Melainkan sudah diatur oleh elit politik pusat.

"Kalau PT itu tetap di lakukan, maka diprediksi di 2024 hanya akan ada 2-3 Paslon saja. Akibatnya, Jarang muncul sosok pemimpin yang alami dan reformasi, saya rasa kita semua sepakat pada hal itu." imbuh wanita alumnus Universitas Brawijaya itu.

Hal senada juga diucapkan oleh akademisi di Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Prof. Valina Sinka Subekti. Partai politik yang memiliki jumlah kursi kurang dari 20 persen dan jumlah suara kurang dari 25 persen suara akan melakukan koalisi atau penggabungan untuk bisa mengusung kadernya.

"Yang bahaya adalah koalisi gemuk yang terjadi saat ini, partai-partai besar memborong partai lainnya untuk masuk koalisi. Jika di Pilkada kita sering dengar calon tunggal lawan kotak kosong karena semua partai diborong. Ini sangat bahaya, Kita harus mengawasi bagaimana koalisi nantinya akan terbentuk," katanya di acara yang sama.

Ia menilai, terlalu dini menakar siapa yang akan terpilih menjadi presiden di 2024. Gerakan koalisi partai-partai yang perlu diperhatikan saat ini karena hal tersebut menjadi faktor utama dalam proses pencalonan dan pengusungan Paslon (Pasangan Calon).

Baca juga: Menit Akhir, PKB Akan Umumkan Calon untuk Pilkada Jatim

Pendapat berbeda datang dari Dekan FISIP Unhas Prof.Armin. ia berpendapat bahwa penetapan 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara pemilu untuk mengajukan calon atau pasangan calon di Pilpres 2024.

"Saya setuju hal itu PT 20 persen. Mengingat biaya pilpres itu tidak murah. Bayangkan, pilpres dua putaran saja berapa sudah biayanya," ujarnya.

Reporter: Jenik Mauliddina

Editor: Pahlevi

Baca juga: Khofifah Effect di Pilpres 2024 Akan Berlanjut pada Pilkada se-Jatim

[removed][removed]

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru