Polemik Nama Soeharto di Keppres Serangan Umum 1 Maret, Fadli Zon vs Pemerintah

Reporter : Seno
images - 2022-03-06T175638.520

Optika.id - Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon mengoreksi informasi yang disampaikan Humas Pemda DIY tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Humas Pemda DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) menyebut, Serangan Umum 1 Maret digagas oleh Menteri Pertahanan Indonesia sekaligus Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

"Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Menteri Pertahanan Indonesia sekaligus Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan dipimpin oleh Panglima Besar Jendral Soedirman, serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta. #SO1Maret," tulis Humas Pemda DIY di akun resmi Twitter-nya seperti dikutip Optika.id, Minggu (6/3/2022). Cuitan itu pun langsung dikoreksi Fadli Zon.

Baca juga: Mahfud MD: Hak Angket DPR Bisa Makzulkan Jokowi Seperti Soeharto

"Keliru @humas_jogja. Menteri Pertahanan ketika itu dirangkap Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sbg Kepala Pemerintahan, Sjafroeddin Prawiranegara. Kabinet Hatta sdh berakhir dg penangkapan Soekarno-Hatta-Sjahrir-H Agus Salim. Dibentuklah Kabinet PDRI," cuit Fadli Zon.

Menurut Anggota Komisi I DPR RI ini, Soekarno-Hatta saat itu sedang ditawan Belanda, sehingga tidak memiliki peran dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Fadli Zon menegaskan tidak ada data yang menunjukkan, Serangan Umum 1 Maret disetujui apalagi digerakkan oleh kedua Proklamator.

"Soekarno-Hatta ditawan Belanda tak ada peran dlm Serangan Umum 1 Maret 1949. Tak ada data menyetujui apalagi menggerakkan. Sri Sultan HB IX berperan besar bersama Jend Soedirman, Letkol Soeharto n tentu dibawah PDRI (emergency government) yg beribukota di Bukittinggi," cuit Fadli Zon lagi. Postingan Humas Pemda DIY itu pun menuai komentar netizen. 

"Positif thingking ya mungkin Soekarno dan Hatta menggerakkan tentara via zoom atau drone saat diasingkan di Bukittinggi," sindir Maman salah seorang netizen.

Sebelumnya, dalam sebuah thread, Humas Pemda DIY menuliskan tentang penetapan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara melalui Keputusan Presiden Nomor 2 tahun 2022.

Humas Pemda DIY menjelaskan, meskipun di dalam Keputusan Presiden Nomor 2 tahun 2022 tersebut tidak menyebutkan nama Soeharto, Oerip Sumohardjo, Ventje Sumual, Mayor Sardjono serta tokoh lainnya, tapi bukan berarti Keppres ini mengecilkan jasa para pejuang bangsa dan menghilangkan sejarah.

"Pemda DIY telah melakukan seminar bersama dengan UGM guna menuliskan sejarah lengkap Serangan Umum 1 Maret 1949. Melalui buku ini, masyarakat akan disuguhi sejarah lengkap perjuangan tokoh-tokoh pejuang bangsa yang berandil besar pada Serangan Umum 1 Maret 1949 ini," tulisnya sembari menautkan link download buku naskah akademik sebagai dasar pengusulan hari nasional Penegakan Kedaulatan Negara.

Kronologis Fadli Zon vs Pemerintah

Perseteruan Fadli Zon dengan pemerintah soal Keppres 1 Maret itu berawal dari tidak dicantumkannya nama Soeharto dalam keppres tersebut. Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menjelaskan ketidakadaan Soeharto dalam Keppres.

Mahfud menegaskan pemerintah tidak pernah meniadakan peran Soeharto dalam sejarah serangan tersebut. Justru, kata Mahfud, meski tidak ada dalam Keppres 2/2022, nama Soeharto disebut sebanyak 48 kali dalam naskah akademik Keppres, yang juga dibenarkan oleh sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Kita tak pernah meniadakan peran Soeharto, malah di naskah akademik keppres itu, nama Soeharto disebut 48 kali karena kita mencatat dengan baik peran Pak Harto. Itu ada penjelasan dari sejarawan UGM yang membenarkan Keppres 2/2022 yang tak memasukkan nama Soeharto di dalam Keppres," ujarnya, Jumat (4/3/2022).

Mahfud menyampaikan, meski dalam tahanan, Sukarno-Hatta masih terus aktif menggerakkan operasi serangan. Mahfud menyebut, dalam Keppres, yang memerintahkan operasi adalah Jenderal Soedirman, sementara yang memberi gagasan adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

"Kalau di keppres itu disebut yang punya gagasan Sultan, yang memerintahkan operasinya Jenderal Soedirman, yang menyetujui dan menggerakkan operasinya Presiden dan Wakil Presiden. Jadi, meski dalam tahanan, Presiden dan Wakil Presiden masih terus aktif menggerakkan. Ada penjelasan M Roem dan Pringgodigdo yang diasingkan satu paket dengan Bung Karno dan Bung Hatta bahwa mereka terus berkomunikasi dengan dunia internasional untuk mempertahankan kedaulatan meski dari pengasingan," lanjutnya.

Fadli Zon pun menantang Mahfud Md dan sejarawan untuk adu debat terkait Keppres mengenai peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Pak @mohmahfudmd mari ajak diskusi/debat saja sejarawan di belakang Keppres itu. Kita bisa adu data dan fakta. Tapi jangan belokkan sejarah!" kata Fadli Zon lewat cuitan akun @fadlizon, Jumat (4/3/2022).

Dia menjelaskan, dirinya merupakan lulusan doktor bidang sejarah. Dia juga mengaku lulusan Universitas Indonesia.

"Kebetulan Doktor saya bidang sejarah dari @univ_indonesia," ucap Fadli. Dirinya juga meneliti persoalan Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut. 

"Saya juga meneliti PDRI. Negara hampir pecah gara-gara konflik PDRI vs Tracee Bangka. Jenderal Sudirman pun mulanya 'enggan' bertemu Soekarno-Hatta untuk rekonsiliasi nasional Juli 1949. Baru setelah dibujuk Pak Harto akhirnya mau bertemu," ujarnya. Dalam unggahan video di akun YouTube-nya, dia bicara panjang tentang sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.

Baca juga: Bawaslu Depok Hentikan Kasus Politik Uang Caleg Gerindra

"Serangan Umum 1 Maret ini ada di dalam satu kerangka Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Ini yang kalau kita lihat menjadi sumber polemik, karena seolah-olah Serangan Umum 1 Maret itu berdiri sendiri. Padahal tidak demikian," katanya.

Dalam penjelasannya, Fadli Zon mengatakan ada peran cukup besar Soeharto terkait Serangan Umum 1 Maret 1949. Soeharto, kata Fadli Zon, saat ini menjadi komandan lapangan serangan umum.

"Jadi di Jawa terhadap Jenderal Soedirman, di Sumatera terhadap Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang dipimpin oleh Mr Syafruddin Prawiranegara. Tetapi apa yang terjadi Jawa juga karena ada kabinet PDRI maka merupakan bagian dari konteks Pemerintahan Darurat Republik Indonesia," jelasnya.

Netizen Tanya Kapan Debat

Selain itu, netizen kembali bertanya pada Menko Polhukam Mahfud Md. Yakni kapan melayani tantangan debat dari Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon seperti dikutip Optika.id, dari akun Twitter-nya, Minggu (6/3/2022).

"Wah, untuk apa. Yang dikatakan oleh Pak Fadli Zon itu 100nar, tapi belum 100% yang benar dikatakan oleh Pak Fadli Zon," jawab Mahfud Md.

Sebelumnya, sejarawan tim naskah akademik Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara tak mau berdebat dengan anggota Komisi I DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon.

Sejarawan tim naskah akademik Keppres tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 tak mau berdebat dengan Fadli Zon. Dia meminta Fadli Zon membuat buku sendiri tentang serangan 1 Maret tersebut.

"Tidak (mau berdebat). Nulis buku saja sendiri menurut versi dia. Nanti saya ikut baca," ucap anggota tim naskah akademik Sri Margana dalam keterangannya, Sabtu (5/3/2022). Merespons sejarawan tersebut, Fadli Zon mewanti-wanti tanggung jawab dan moral.

"Harusnya mereka sebagai insan akademis punya keterbukaan untuk diskusi, dialog, dan budaya debat. Apalagi sejarawan harus dituntut tanggung jawab ketika menjadi dasar bagi sebuah keputusan politik seperti keppres," kata Fadli Zon kepada wartawan, Sabtu (5/3/2022).

Baca juga: Sembilan Parpol Lolos ke Senayan, PDIP Masih Unggul di Real Count KPU

Sejarawan, katanya, punya tanggung jawab dan moral terhadap apa yang ditulis dalam Keppres Nomor 2 Tahun 2022 terkait peristiwa sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Mereka harus tanggung jawab karena punya dampak nasional. Sejarawan punya tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial. Jangan jadi tukang stempel, berbahaya. Keppres 1 Maret menghapus sejarah atau membelokkan sejarah," ujar salah satu pendiri Partai Gerindra ini.

Bagi Fadli Zon, tak sepatutnya sejarawan menghindari diskusi atau debat, karena bukan budaya akademis, tapi budaya feodal. Wakil Ketua DPR RI 2014-2019 ini juga merespons soal menulis buku yang disinggung sejarawan Universitas Gadjah Mada Sri Margana.

"Kalau soal bikin buku, itu bukan jawaban," katanya.

Ketika Optika.id berusaha mewawancarai beberapa sejarawan, belum ada sejarawan yang berani berkomentar terkait isu ini. "Isunya sensitif ini mas, jangan saya yang lain saja," ujar dosen sejarah Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia ini.

Diketahui, Fadli Zon meminta agar Keppres 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara direvisi karena salah fatal. Keppres itu dinilai Fadli berusaha membelokkan sejarah karena tidak mencantumkan nama Soeharto sebagai salah satu aktor penting Serangan Umum 1 Maret 1949. Selain itu, keppres juga tidak mempertimbangkan peran penting Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru