Optika.id - Pro kontra terkait usulan penundaan Pemilihan Umum 2024 masih terus terjadi. Banyak masyarakat yang menolak usulan tersebut. Banyak pihak juga ingin pemilu tetap digelar pada 14 Februari 2024. Salah satunya, dari anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PPP (Partai Persatuan Pembangunan) Achmad Baidowi.
"Jika nantinya Pemilu 2024 ditunda, hal itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat reformasi. Padahal reformasi merupakan sejarah bangsa Indonesia yang diraih dengan biaya yang cukup mahal. Amandemen UUD 45 itu amanah reformasi. Kalau melakukan hal yang sebaiknya, itu mengkhianati amanat reformasi yang tentunya dengan biaya tidak murah," ujar Awiek sapaan akrab Baidowi, seperti dikutip Optika.id dalam diskusi akhir pekan dengan judul 'Pemilu 2024: Jadi atau Ditunda?' yang digelar oleh Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cinta, Minggu (20/3/2022) malam.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Dia menilai tidak ada argumen kuat untuk penundaan Pemilu 2024. Sampai saat ini, usulan yang disampaikan sejumlah kalangan itu dinilai tidak rasional.
"Pasal 7 UUD 45 menjelaskan bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden itu 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk dua periode. Sudah jelas bahwa masa jabatan 5 tahun. Isu penundaan, itu (bisa diartikan) perpanjangan," ujar Ketua DPP PPP Bidang Fungsional ini.
Terkait beberapa alasan yang disampaikan beberapa pihak pendukung Pemilu 2024 ditunda, Awiek menilai hal itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dia mencontohkan salah satu big data yang diajukan oleh pendukung penundaan pemilu.
"Ada basis big data. Saya bukannya tidak mempercayai, tapi meragukan big data yang dijadikan argumentasi penundaan. Karena big data sekarang itu nggak jelas sumbernya dari mana. Dari medsos, bukankah setiap orang itu ada yang memiliki lebih dari satu akun. Itu kan data yang tidak konkret. Silakan buka saja big data yang mendukung penundaan pemilu. Selebihnya, kami mempercayai lembaga survei yang kredibilitasnya bisa dipertanggungjawabkan," jelas pria kelahiran Banyuwangi ini.
Menurutnya, tidaklah gampang untuk menunda pemilu. Penundaan pemilu memang bisa dilakukan tetapi harus memenuhi syarat dan kondisi tertentu, misalnya bencana alam. Itu pun, katanya, tidak bisa berlaku secara nasional.
Memang bisa penundaan, tapi kan bukan skala nasional. Misalkan pemilihan DPRD Kabupaten karena ada bencana alam, bisa ditunda. Tapi kasuistik. Kalau yang sekarang kan, nasional, kata Awiek.
Dia juga mempertanyakan alasan-alasan yang disampaikan oleh pihak pendukung penundaan pemilu. Efisiensi bidang ekonomi, sambungnya, jadi alasan pihak pro penundaan pemilu.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Persoalan yang jadi sasaran kenapa pemilu ditunda, karena efisiensi di bidang ekonomi, karena anggaran. Rp86 T yang diajukan KPU, ya tentu mahal. Tapi kan itu usulan, nantikan bisa dievaluasi. Kami meminta KPU ditekan lagi, dirasionalkan lagi, supaya bisa kita terima, dianggap rasional. Dan memang selalu itu yang jadi permasalahan, tandas Awiek.
Penanganan pandemi Covid-19, katanya, menjadi alasan lain yang juga digaungkan mereka yang sepakat ditundanya Pemilu. Alasan itu juga dinilai tak bisa dipertanggungjawabkan.
Kalau membebani, penanganan Covid-19 kan sudah sukses. Misal hari ini kita saksikan MotoGP, itu kan lancar-lancar saja. Kekhawatiran, keborosan itu kan bisa dimentahkan, tukas alumnus Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, Madura ini.
Menurut Awiek, sampai saat ini tiga lembaga, yakni DPR RI, Pemerintah, dan KPU, telah menyepakati Pemilu tetap akan digelar pada 14 Februari 2024 mendatang.
Kalau dari sisi DPR RI, DPR bersama pemerintah, KPU pemilu diselenggarakan 14 Februari 2024. Ini tripartit oleh KPU, Pemerintah, dan DPR. Kesepakatan itu tidak mundur. Pemilu bisa saja diundur, ketika Presiden mengeluarkan Dekrit," tukas pria yang maju DPR RI dari dapil Jatim XI (Madura raya) ini.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Tetapi, Awiek ragu Presiden Joko Widodo berani mengeluarkan hak untuk dekrit presiden. "Tapi apa mau presiden mengeluarkan dekrit saat kondisi seperti saat ini, pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi