Optika.id - Pawang hujan, Rara Isti Wulandari menjadi salah satu hal yang menyita perhatian dalam ajang MotoGP Mandalika 2022, Minggu (20/3/2022) hingga menjadi viral dan trending topic di Twitter.
Saat sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat, diguyur hujan deras dan para rider terpaksa menunggu balap dimulai. Seorang perempuan paruh baya muncul membawa mangkuk tembaga berwarna emas dan tiba-tiba saja melalukan ritual mengusir hujan di hadapan jutaan pasang mata yang menyaksikan langsung di layar kaca.
Baca juga: Roy Suryo Takut Sirkuit Mandalika Akan Mangkrak Seperti Proyek-proyek Sebelumnya
Sejarah pawang hujan kepercayaan terhadap roh-roh halus dan supranatural memang tidak bisa dihilangkan dari masyarakat Indonesia. Diketahui sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha tradisi mendatang hujan atau menolak hujan sudah ada di Indonesia.
Pawang hujan sendiri merupakan sebutan untuk seseorang yang dipercaya dapat mengendalikan hujan atau cuaca. Umumnya, pawang hujan bertugas mengendalikan cuaca dengan memindahkan awan penyebab hujan.
"Masyarakat tidak mudah meninggalkan kebiasaan nenek moyang mereka. Tingkah laku atau tradisi seperti itu terjadi dari generasi dahulu ke generasi berikutnya," tulis Eneng Purwanti dosen di Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Adab IAIN yang kini menjadi UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, Senin (21/3/2022).
Dalam tulisan yang terbit di jurnal Al-QALAM tersebut dijelaskan, masyarakat sebetulnya percaya pada kuasa Tuhan Yang Maha Esa. Namun, ikhtiar atau usaha tetap diperlukan untuk mewujudkan keinginan. Usaha diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan nyare'at dan doa yang dipanjatkan pawang.
Tradisi Nyarang Hujan dilaksanakan saat masyarakat memiliki hajatan atau agenda lain yang mengundang banyak orang. Agenda tersebut diharapkan bisa berlangsung dengan baik dan lancar, tanpa ada gangguan termasuk turunnya hujan. Dalam tradisi ini, peran pawang hujan bukanlah menolak hujan.
"Pawang hanya memindahkan hujan dari satu tempat ke tempat lain. Terkait keberhasilannya, rata-rata responden menyatakan ini adalah bagian dari usaha manusia. Berhasil atau tidak dikembalikan lagi pada yang memiliki kuasa," tulis jurnal tersebut.
Di masyarakat Betawi, pawang hujan dibutuhkan di berbagai macam acara, seperti resepsi pernikahan, sunatan, dan perayaan hari-hari besar Islam. Dalam praktiknya, pawang hujan tidak menolak ataupun menghentikan hujan. Mereka hanya bisa memindahkan awan mendung dari satu tempat ke tempat lainnya.
Baca juga: Fenomena di Balik Event Olahraga. Jor-joran Sesaat, kemudian Melarat
Biasanya pawang hujan, dalam tradisi masyarakat Betawi, akan menggunakan doa-doa Islami dan beragam medium untuk memindahkan awan. Medium itulah yang dewasa kini dikenal oleh masyarakat sebagai sesajen.
Sesajen-sesajen itu tetap ada seperti bekakak ayam, nasi kuning, bisong, ayam, telor bebek, telor ayam, kopi pahit, pisang raja. Kemudian kembang tujuh rupa, dan kue apem, Yahya menyebutkan.
Sesuai sifatnya sebagai pengetahuan yang diturunkan antar generasi, tiap pawang hujan punya mekanisme yang berbeda. Berikut penjelasannya
Beberapa macam tata cara dan mekanisme pawang hujan.
Baca juga: Lihat MotoGP Mandalika Tanpa Vaksinasi Booster, Kenapa Mudik Lebaran 2022 Harus Pakai?
- Menggunakan beberapa jenis minuman sebagai persembahan pada makhluk halus.
- Menggunakan mantra dan meminta keluarga pengguna jasa pawang hujan untuk membacanya.
- Menggunakan media rantang nasi dan payung hitam.
- Membalikkan sapu lidi bekas dan ditancapkan bawang serta cabai merah.
- Melarang pawang dan pengguna jasanya mandi sepanjang hari.
- Menggunakan persembahan puluhan linting rokok dari daun nipah.
- Tidak boleh menyentuh air dan puasa tidak makan, minum, serta tidur.
- Berziarah ke makam orang yang dianggap memiliki kelebihan.
Tentunya, masih banyak tradisi pawang hujan lain yang digunakan di Indonesia. Terlepas dari vitalnya pawang hujan saat ini, tradisi dan kearifan lokal hendaknya menghargai setiap budaya yang ada di daerah-daerah Indonesia.
Reporter: Jenik Mauliddina
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi