Optika.id - LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ditunjuk sebagai tim kuasa hukum Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Keputusan itu diambil usai Pengurus LBH PP Muhammadiyah mengadakan pertemuan dengan Haris Azhar di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng Jakarta pada Selasa (22/3/2022) malam.
Baca juga: Tolak Jadi Menteri, Luhut Terima Tawaran Penasihat Prabowo
Dalam pertemuan tersebut, LBH PP Muhammadiyah akan ditunjuk sebagai tim kuasa hukum Haris Azhar dan Fatia, ujar Kepala Litigasi LBH PP Muhammadiyah Gufroni dalam keterangannya, Rabu (23/3/2022).
Ghufroni menegaskan, upaya hukum untuk Haris dan Fatia sangat penting dilakukan. Pasalnya, penetapan tersangka kepada kedua aktivis HAM tersebut dinilai tidak sah dan tidak sesuai Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebab, Luhut Binsar Pandjaitan sejauh ini belum pernah dimintai keterangan sebagai pelapor.
Sehingga alat bukti tidaklah cukup untuk menjadikan Haris Azhar dan Fatia sebagai tersangka dan jelas kasus ini terkesan dipaksakan, tegasnya.
Menurut Ghufroni, semestinya penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus ini harusnya melakukan pendekatan restorative justice. Lantaran pasal yang disangkakan menggunakan pasal UU ITE. Dengan demikian, lanjutnya, penyidik tidak boleh gegabah dengan menaikkan status dari penyelidikan ke tahap penyidikan dan kepada penetapan tersangka.
Sekalipun yang melaporkan adalah pejabat publik seperti LBP, sesalnya.
Dia menambahkan, hal yang paling utama, alasan mengajukan praperadilan adalah karena penetapan tersangka Haris dan Fatia ini dinilai sebagai cara efektif pihak kepolisian untuk membungkam suara-suara kritis yang kerap disampaikan para aktivis dan tokoh.
Ghufroni menegaskan, ada skenario pembungkaman terhadap kebebasan bersuara sekalipun apa yang disampaikan itu atas dasar hasil riset.
Dalam beberapa kasus, katanya, banyak aktivis HAM dan pegiat antikorupsi yang dijadikan tersangka. Tetapi kasusnya tidak pernah dilanjutkan oleh penyidik. Dan dinilai sebagai langkah untuk 'menyandera' atau kasusnya digantung sedemikian rupa agar mereka tidak lagi bebas bersuara dan menyatakan pendapat.
Maka gugatan praperadilan ini untuk memberi kepastian hukum bagi siapapun yang dijerat pasal pidana, tukasnya.
Baca juga: Luhut Buka Suara Soal Korupsi Timah, Rugikan Negara 271 Triliun!
Hal senada dikatakan pengamat politik Rocky Gerung. Dia menilai keliru apabila teori equality before the law atau semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum yang menjadi landasan Menko Marves Luhut melaporkan Haris dan Fatia.
Dalam kasus kritik berujung pencemaran nama baik ini, Rocky memandang Luhut lebih dekat dengan akses hukum. Lantaran posisinya sebagai pejabat sekaligus pengusaha. Untuk itu, menurutnya tidak pantas equality before the law diterapkan kepada petinggi negara yang dikritik.
Nah, ini yang ingin kita luruskan sebelumnya, yaitu bahwa orang yang ingin melaporkan rakyat itu agak ajaib dalam sistem demokrasi kita. Mustinya rakyat laporkan pejabat, ngapain pejabat laporkan rakyat? kata Rocky, dikutip Optika.id dari channel YouTube-nya Rocky Gerung Official, Rabu (23/3/2022).
Dia mengatakan, pejabat mempunyai kekuasaan yang berasal dari rakyat. Sehingga sudah sewajarnya mendengar aspirasi publik tanpa harus merasa sensitif dan merespons dengan mempidanakan.
Dengan sendirinya pejabat itu, surplus kuasa, seluruh fasilitas yang diberikan rakyat kepada pejabat itu jangan dimanfaatkan untuk melaporkan rakyat. Itu intinya, pungkasnya.
Diketahui, video itu bertajuk Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!.
Baca juga: Pesan Luhut ke Capres, Jadilah Eksekutor Seperti Jokowi
Pada video tersebut, keduanya membahas hasil riset sejumlah organisasi seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas maupun rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.
Haris dan Fatia pun telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi