Optika.id - Anggota DPR RI Komisi IX Saleh Partaonan Daulay meminta Pemerintah Indonesia memberikan tanggapan serius atas tuduhan Deplu (Departemen Luar Negeri) Amerika Serikat terkait adanya dugaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) dalam aplikasi PeduliLindungi. Pasalnya, tuduhan tersebut sangat merugikan nama baik Indonesia di pentas global. Apalagi, Indonesia saat ini sangat serius menangani pemutusan mata rantai penyebaran virus Covid-19.
"Tuduhan itu tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, aplikasi peduli lindungi disinyalir menyimpan data masyarakat secara ilegal dan tanpa izin, kata Ketua Fraksi PAN DPR RI, seperti dilansir Republika, Jumat (15/4/2022).
Baca juga: Platform Kesehatan Terbesar Jatuh Pada Aplikasi Peduli Lindungi
Jika mau jujur, lanjutnya, aplikasi peduli lindungi memang menyimpan data masyarakat. Mulai dari nama, NIK, tanggal lahir, email, dan jejak perjalanan.
"Hampir semua tempat ramai yang didatangi, wajib scan barcode untuk check in. Tentu data-data itu semua tersimpan di dalam peduli lindungi, papar anggota dewan dari dapil Sumut II ini.
Aplikasi peduli lindungi sejak awal dimaksudkan sebagai alat untuk melakukan tracing dalam memantau penyebaran virus Covid-19. Dengan aplikasi itu, satgas dapat melihat secara jelas kontak erat potensi meluasnya penyebaran virus.
Dari pantauan itu, lalu kemudian satgas melakukan antisipasi sesuai dengan langkah-langkah yang diperlukan.
Dalam konteks ini, Saleh meminta pemerintah memberikan penjelasan utuh dan menjawab semua tuduhan yang disampaikan. Saleh meminta agar jangan menunggu isu ini bergulir lebih luas di luar negeri. Image Indonesia sebagai negara demokratis terbesar di Asia harus dijaga. Jangan sampai isu pelanggaran HAM ini mendegradasi posisi Indonesia tersebut.
"Kalau dari laporannya, tuduhan pelanggaran HAM ini semula disuarakan oleh LSM. Walau tidak disebutkan nama LSM-nya, pemerintah mestinya sudah tahu. Apalagi, LSM-LSM dimaksud konon sudah pernah menulis surat protes ke pemerintah terkait hal ini, paparnya.
Menurut Saleh, LSM-LSM itu harus diajak bicara. Diajak berdiskusi. Sekaligus menjelaskan soal aplikasi peduli lindungi ini. Jika memang dari hasil diskusi disimpulkan ada pelanggaran HAM, pemerintah harus segera mengevaluasi. Kalau perlu, segera menutup aplikasi tersebut.
"Saya juga belum melihat manfaat langsung aplikasi ini dalam menahan laju penyebaran virus. Yang ada, aplikasi ini hanya berfungsi untuk mendata status vaksinasi warga. Begitu juga mendata orang yang terkena Covid. Soal bagaimana memanfaatkan data itu bagi melindungi warga, saya sendiri belum jelas. Ini yang perlu dibuka ke publik secara transparan dan terbuka, tukasnya.
Diketahui, sebuah laporan resmi yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS), pekan ini. Laporan ini menganalisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di 2021 di 200 negara.
Laporan tersebut juga memuat Indonesia. Dalam laporan berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report" itu, AS menyebut ada indikasi aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran HAM.
Baca juga: Beli Migor Curah Wajib Pakai PeduliLindungi, Anggota DPR RI: Menyulitkan Masyarakat!
Washington menyebut PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang. Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut.
"Pemerintah mengembangkan PeduliLindungi, sebuah smartphone aplikasi yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19. Peraturan pemerintah berusaha menghentikan penyebaran virus dengan mengharuskan individu memasuki ruang publik seperti mal melalui check-in menggunakan aplikasi," tulis laporan itu, dikutip Optika.id, Jumat (15/4/2022).
"Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," tambah laporan tersebut.
Sebelumnya, indikasi pelanggaran PeduliLindungi pernah diutarakan oleh sebuah riset yang dilakukan University of Toronto, Kanada, pada Desember 2020 lalu.
Riset menyebut menemukan ada beberapa penarikan data yang tidak begitu dibutuhkan untuk tracing.
Baca juga: Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Jadi Sorotan Banyak Pihak
Sebenarnya aplikasi mirip PeduliLindungi juga dipakai sejumlah negara. Misalnya Singapura (Trace Tigether), China (The Alipay Health Code), India (AArogya Seetu) dan Australia (COVIDSafe).
Terkait hal ini, pemerintah maupun Kementerian terkait belum memberikan statement.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi