Optika.id. Terbitnya PP No 17 Tahun 2022 tentang IKN (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran untuk Persiapan, Pembngunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara, serta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara) menimbulkan kontroversial dalam masyarakat. Banyak orang kaget dan tidak menyangka. Begitu berat masyarakat dibebani pajak untuk membiayai pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Itu untuk legacy Jokowi. Bukan dari aspirasi masyarakat. Selama ini tidak ada masyarakat yang ingin memindah IKN ke Kalimantan, tulis Dr Abdul Aziz, Pengamat Politik dari Fisip Universitas Brawijaya, kepada Optika.id lewat WhatsApp, Jumat, 6/5/2022.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut PPN akan Tetap Naik Jadi 12 Persen di Tahun 2025
Sementara itu Andi Mallarangeng, mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, juga kaget atas rencana pajak yang dikutip dari rakyat untuk biaya IKN itu.
Kok, sepertinya rakyat menjadi ATM (Anjungan Tunai Mandiri) pemerintah. Mau bikin proyek besar, tapi tidak punya uang, lalu rakyat dijadikan ATM, tulis Mallarangeng kepada Optika.id lewat WhatsApp, Jumat 6/5/2022.
Komentar Mallarangeng itu disampaikan kepada Optika.id tatkala merespon rencana Pemerintah memajaki masyarakat dalam 17 jenis pajak untuk pemindahan dan pembangunan IKN. Menurut Mallarangeng seharusnya, kalau mau bikin proyek besar sudah diperhitungkan sejak awal pendanaannya. Nggak begini caranya, tulisnya lebih Panjang.
Waktu itu katanya akan dibiayai pihak swasta dan investor asing. Tahu-tahu justru rakyat yang dipaksa untuk membiayai, tuturnya penuh keheranan. Mallarangeng meyakini pemindahan IKN ini tanpa konsep dan perencanaan lama, panjang, dan komprehensif. Ada kesan ujug-ujug, katanya.
Lebih jauh lagi Mallarangeng mengatakan bahwa sejak awal Partai Demokrat (PD) sudah mempertanyakan pendanaan dan timelinenya. Apalagi dalam keadaan ekonomi negara dan rakyat sedang susah, urainya dengan nada penasaran.
Keheranan Mallarangeng semakin dalam tatkala mengingat masa pandemic 2 tahun membuat rakyat susah dan menderita.
Pandemi selama dua tahun lebih membuat ekonomi negara dan rakyat lemah. Harga-harga melonjak, pendapatan rakyat terpuruk, beban hidup makin berat, tulisnya. Di sisi lain dia menambahkan bahwa negara semakin banyak berutang. Bahkan, PPN juga sudah dinaikkan 1 persen, menjadi 11 persen.
Ini perencanaan dan pengelolaan negara macam apa ini? komentarnya penuh keheranan.
Merasakan keadaan semakin berat itulah maka Mallarangeng megambil simpulan sederhana dengan nada mengingatkan Pemerintah.
Karena itu, tidak tepat waktunya untuk menambah beban rakyat dengan pajak IKN. Pemerintah yang punya ide untuk memindahkan Ibukota negara, pemerintah pula yang harus memikirkan pembiayaannya secara kreatif, tanpa menambah beban rakyat yang sedang susah, imbuhnya.
Baca juga: Prabowo Tunjuk Basuki Hadimuljono Pimpin OIKN: Target Infrastruktur IKN Rampung 4 Tahun
IKN Dibebankan Kepada Rakyat
Sebagaimana kita ketahui bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken PP No 17/2022 tentang IKN) pada 18 April 2022. Dalam PP No 17/2022 itu terdapat 17 jenis Pajak atau pungutan Khusus IKN yang harus dibayar rakyat untuk membiayai pemindahan dan pembangunan Ibukota Negara Nuantara. Pajak itu bakal berlaku jika mendapat persetujuan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Jika DPR setuju maka semua lapisan masyarakat dan berbagai macam aktivitasnya bakal dikenai pajak untuk IKN ini.
Skema 17 jenis pajak untuk biaya, salah satunya, pemindahan dan pembangunan IKN di XPWM+HP9, Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur itu adalah sebagai berikut
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Alat Berat;
4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
5. Pajak Air Permukaan;
6. Pajak Rokok;
7. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
8. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
9. Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas:
a. Makanan dan/atau Minuman;
b. Tenaga Listrik;
c. Jasa Perhotelan;
d. Jasa Parkir; dan
e. Jasa Kesenian dan Hiburan.
10. Pajak Reklame;
11. Pajak Air Tanah;
12. L Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan
13. Pajak Sarang Burung Walet.
Biaya IKN terbesar dari APBN, BMN, dan SUN
Pemerintah memperkirakan total kebutuhan anggaran untuk IKN mencapai Rp 466 triliun yang akan dipenuhi melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebesar Rp 89,4 triliun, Rp253,4 triliun dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta Rp123,2 triliun dari swasta.
Baca juga: Jokowi Soal Pindah ke IKN: Pindah Ibu Kota Jangan Dikejar-kejar
Komposisi pembiayaan IKN berada dalam Pasal 4 PP 17/2022, dimana komposisinya diatur sebagai berikut
1. Pendanaan yang bersumber dari surat berharga negara yang meliputi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan Surat Utang Negara (ayat 3 dan 4)
2. Pemanfaatan BMN dan/atau pemanfaatan ADP (ayat 5 huruf a angka 1)
3. Penggunaan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) IKN (ayat 5 huruf a angka 2)
4. Keikutsertaan pihak lain, termasuk penugasan badan usaha yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara; penguatan peran badan hukum milik negara; dan pembiayaan kreatif (ayat 5 huruf a angka 3)
5. kontribusi swasta (ayat 6 huruf a angka 1)
6. Pembiayaan kreatif selain yang dimaksud pada ayat 5 huruf a angka 3
7. Pajak Khusus IKN dan/atau pungutan Khusus IKN setelah mendapat persetujuan DPR (ayat 6 huruf a angka 3)
Uraian di atas menunjukkan perbedaan dari rencana awal pemindahan dan pembangunan IKN yang pembiayaannya mayoritas dari swasta. Ternyata PP No 17/2022 tentang IKn justru pembiayaan terbesar dari rakyat (APBN), BMN, dan jenis pendanaan negara lainnya. Sisanya diusahakan dari swasta.
Tulisan Aribowo
Editor Amrizal Ananda Pahlevi
Editor : Pahlevi