Optika.id-Kasus hepatitis akut misterius yang terdeteksi terus bertambah. Hal ini membuat masyarakat mulai khawatir apakah ada kemungkinan penyakit ini akan berkembang seperti pandemi COVID-19.
Menanggapi ini, Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan beda awal munculnya COVID-19 dan hepatitis misterius.
Baca juga: COVID-19 Melonjak Lagi, Kemenkes Ingatkan Masyarakat Lengkapi Vaksin Booster
Prof Tjandra menjelaskan dalam waktu sebulan, WHO langsung mengklasifikasikan Corona sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia.
"COVID-19 pertama terdeteksi oleh WHO pada 31 Desember 2019, waktu itu namanya tentu belum COVID-19, namanya masih Pneumonia of unknown cause, pneumonia/radang paru yang belum diketahui penyebabnya. Satu bulan kemudian, pada 30 Januari 2020, penyakit ini oleh WHO sudah dinyatakan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) (Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia), sesuai aturan International Health Regulation (IHR)," jelas Prof Tjandra dalam keterangan tertulis Kamis (12/5/2022).
"Pada 30 Januari 2020 itu, atau sebulan sesudah dideteksi maka sudah ada hampir 20 ribu kasus konfirmasi dan suspek, tepatnya 19.961. Juga sudah ditemukan bukti adanya penularan antar manusia. Lalu, karena kasus terus berkembang dengan berbagai dimensinya maka pada pada 11 Maret 2020 COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO," lanjutnya.
Menurut Prof Tjandra, ini jelas berbeda dengan yang terjadi pada hepatitis akut misterius. Sebab, sudah lebih dari sebulan jumlah kasus probable hepatitis akut misterius di dunia tidak sebanyak COVID-19.
"Sementara 'Acute hepatitis of unknown aetiology' (istilah yang senada dengan Pneumonia of Unknown Cause di awal Januari 2020 untuk COVID-19) atau hepatitis/radang hati akut yang belum jelas penyebabnya ini mulai dideteksi WHO pada 5 April 2022. Sesudah lebih dari sebulan berjalan, jumlah kasus probable di dunia sekitar 300-an," bebernya.
Baca juga: Epidemiologi Imbau Peningkatan Covid-19 Jelang Libur Nataru
Berdasarkan data per 10 Mei, lanjut Prof Tjandra, tercatat 348 kasus probable dari 21 negara di dunia. Sebanyak 26 di antaranya memerlukan transplantasi hati.
"Disisi lain, juga belum ada informasi yang jelas tentang ada tidaknya penularan antar manusia. Tentu saja sampai sekarang hepatitis akut berat ini belum dinyatakan sebagai PHEIC, karena masih membutuhkan data ilmiah yang lebih jelas lagi," kata Prof Tjandra.
Maka dari itu, Prof Tjandra mengatakan COVID-19 dan hepatitis akut misterius ini sangat berbeda. Meski tidak seperti COVID-19, ia menghimbau agar masyarakat tetap waspada dan melakukan antisipasi.
Baca juga: Kasus Covid-19 Naik Jelang Nataru, Kemenkes: Masih Terkendali
"Walaupun demikian, kita semua tentu perlu waspada penuh dan melakukan antisipasi memadai, jangan abai tetapi juga jangan pula panik. Lakukan penanggulangan sejalan perkembangan ilmu yang ada, dan beri penjelasan menyeluruh pada masyarakat luas," pungkasnya.
Reporter: Angga Kurnia Putra
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi