Optika.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) soal kerugian keuangan negara terkait perkara korupsi. KPK menilai analisis ICW mengenai hal tersebut salah kaprah.
Dari analisis yang salah kaprah tersebut, maka kesimpulan prematur yang dihasilkan pun bisa dipastikan keliru, kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (23/5/2022).
Baca juga: Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Diusut KPK: Kapan Tersangka?
Ali menilai analisis ICW mencampuradukan pembahasan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dengan pasal-pasal suap dan sejenisnya.
Padahal, perlu kita garis bawahi, yang berkaitan dengan kerugian negara hanya Pasal 2 atau 3 UU Tipikor saja, ungkapnya.
Jika kita juga memahami hukum dengan baik, tipologi korupsi pasal suap secara normatif tidak ada kaitannya dengan kerugian negara, tambahnya.
Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
Imbas dari analisis yang salah kaprah tersebut yakni kekeliruan dalam penarikan kesimpulan. Sejumlah aspek yang Ali nilai keliru yakni dalam pembahasan aspek pidana badan, jumlah uang pengganti, serta tuntutan pidana tambahan lainnya dalam sejumlah bentuk seperti pencabutan hak politik.
Tidak hanya itu, Ali juga memandang analisis ICW tidak mencantumkan soal pembahasan subsider hukuman yang sebetulnya merupakan hak para terpidana. Sehingga bisa jadi, pengembalian kerugian keuangan negara tersebut digantikan dengan hukuman badan, tegasnya.
Baca juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
Perlu diketahui, ICW mengungkapkan kerugian keuangan negara akibat perkara korupsi pada 2021 mencapai sekitar Rp 62,9 triliun. Dari nominal kerugian tersebut, KPK menangani perkara korupsi dengan jumlah nominal kerugian negara sekitar Rp 800 miliar atau 1 persen dari total kerugian negara pada 2021 akibat korupsi. Hal itulah yang kemudian menjadi sorotan ICW.
- Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi