Bisakah Bangsa ini Kompak Melawan Agitasi Elgibiti

Reporter : optikaid
Bisakah Bangsa ini Kompak Melawan Agitasi Elgibiti

[caption id="attachment_14301" align="alignnone" width="150"] Ruby Kay[/caption]

Optika.id - "Terkadang penting untuk mengambil sikap terhadap apa yang menurut kita benar, bahkan jika ketidaksepakatan di antara teman bisa membuat ini tidak nyaman. Inggris akan memperjuangkan hak-hak kaum elgibiti dan mendukung pihak yang membela mereka. Kami ingin hidup di dunia yang bebas dari segala jenis diskriminasi," tulis Kedubes Inggris untuk Indonesia.

Baca juga: Pergoki Sekolah Internasional Diduga Dukung LBGT, Begini Tanggapan Daniel Mananta

Hmmm..... jadi hubungan seksual sejenis itu menurut pak dubes Inggris "benar". Makanya mereka tak segan mengibarkan bendera pelangi dihalaman kedubes Inggris di Jakarta. Itu semua sebagai bentuk dukungan pada prilaku seksual kaum elgibiti.

Begini ya kawan, walaupun misalnya si dubes merupakan alumnus kampus ternama di Inggris, please jangan minder apalagi sampai meringis. Karena metodologi penelitian untuk menyimpulkan hipotesa benar atau salah itu sejatinya disemua kampus sama.

Sebelum sesuatu dinyatakan benar dan layak dijadikan landasan teoritis, tentu harus diuji terlebih dahulu. Terkait prilaku seksual manusia, kita dapat mengkajinya dari beberapa faktor, yaitu: agama, kesehatan, budaya

Harap dicatat, kita gak bisa sendirian melawan agitasi kaum liberal yang menjadi suporter kaum elgibiti. Perlu kolaborasi dari semua pihak dalam hal ini ummat beragama, pakar dibidang kedokteran hingga budayawan. Abaikan dulu segala perbedaan theologis antar agama. Kalangan yang selama ini menjunjung tinggi filosofi budaya juga harus dilibatkan. Herannya, yang suka membawa dalil kebudayaan nusantara acapkali diam dengan penyimpangan seksualitas.

Agar lebih jelas, coba kita bahas satu per satu ketiga faktor tadi:

1. Agama
Ummat beragama tentu wajib menolak prilaku seksual sejenis. Dasarnya bukan hak asasi manusia, tapi kitab suci yang dipercaya sebagai kalam illahi. Tak perlu juga harus membolak-balik halaman Al Qur'an atau Injil, baca saja quotes yang tertera di undangan pernikahan dari rekan atau saudara. Niscaya akan kita temukan pencerahan.

Jika kedua mempelai beragama Islam, biasanya di halaman depan undangan pernikahan akan dicantumkan surat Ar Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang"

Jika kedua mempelai beragama Kristen Protestan atau Katholik, akan terdapat kutipan Matius ayat 6 di cover depan undangan pernikahan:
"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia"

Muncul sanggahan dari pihak yang diam-diam ikut mendukung prilaku seks menyimpang. "Ayat diatas ambigu. Matius ayat 6 tidak spesifik menyebut laki-laki dan perempuan. Bisa jadi Tuhan mempersatukan Joko dan Burhan" ucapnya dengan enteng.

Hehehe.... bodoh tapi sok liberal ya begini ini. Lihat konteks, baca dua ayat sebelumnya.

Matius ayat 4-5:
"Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging"

Baca juga: Al-Jahiz Menulis Praktik Homoseksual Dalam Islam

Jleb! si liberal atheis pun melongo. Karena dari sudut pandang agama apapun, prilaku seks sejenis jelas tidak diperbolehkan.

2. Kesehatan
Hingga kini, belum pernah ada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh fakultas kedokteran dari universitas manapun didunia ini yang menyatakan memasukkan penis ke dubur itu baik bagi kesehatan. Andaikan 'si otong' punya otak dan bisa ngomong, ia tentu akan melayangkan protes keras ketika sang pemilik mau mencelupkannya kedalam septic tank. Manusia yang hidup dijaman modern sudah paham bahwa perkembangbiakan lahir dari proses pembuahan sperma terhadap ovum yang terjadi dirahim wanita, bukan diusus 12 jari.

3. Budaya
Rata-rata semua hikayat peradaban yang pernah gue baca, seorang raja/kaisar/sultan itu miliki permaisuri, selir atau istrinya lebih dari satu. Straight menjadi tanda maskulinitas kaum pria sejak dulu.

Begitu pula yang terjadi di nusantara. Pernah membaca kisah Aji Asmaragama, Roro Mendut, Niti Mani, Serat Centini? Mereka adalah legenda perempuan jawa yang digambarkan punya paras cantik jelita, menjadi rebutan kaum pria.

Di era kerajaan Mataram kuno, muncul legenda dibalik pembangunan candi Prambanan. Karena tergila-gila dengan kecantikan Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso rela melakukan apa saja termasuk membangun 1000 candi dalam satu malam. Sayangnya, cinta bertepuk sebelah tangan. Roro Jonggrang mengajukan syarat, namun ia sendiri yang licik dan berkhianat.

Adapula legenda Ken Dedes dalam kitab Pararaton. Ia disebut sebagai perempuan jawa yang memiliki kecantikan sempurna. Tunggul Ametung jatuh cinta pada paras Ken Dedes, lalu menculik dan membawanya ke kerajaan Tumapel.

Baca juga: Soal Konser Coldplay, Ustaz Derry Sulaiman: Tak Semua yang Hadir Dukung LGBT

Tunggu Ametung punya bodyguard bernama Ken Arok yang ternyata juga menyimpan rasa kepada Ken Dedes. Hingga pada suatu hari, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dengan keris buatan Mpu Gandring. Semua itu dilakukan Ken Arok atas nama seksualitas.

See, tak ada satupun hikayat kerajaan-kerajaan dinusantara yang mengisahkan hubungan sejenis. Yang ada malah legenda para laki-laki yang saling berkelahi demi urusan birahi. Tujuannya, semata-mata untuk memperebutkan wanita seksi.

Straight sudah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak jaman kerajaan Mataram kuno. Bahkan patih Gajah Mada yang terkenal dengan sumpahnya untuk mempersatukan nusantara itu sempat memiliki affair dengan tiga wanita sekaligus.

Dari tiga entitas tersebut, sudah seharusnya bangsa ini kompak menolak segala hal yang berbau hubungan sejenis, karena tidak sesuai dengan norma agama, budaya maupun ilmu medis. Namun selama ini yang kencang berteriak menolak elgibiti hanya kalangan islam. Sementara para pengasong budaya nusantara cuma diam. Mereka hanya bersuara kencang ketika menolak cadar dan cingkrang. Hal yang menjadi subtansi justru diabaikan.

Ruby Kay

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru