“Triple Challenges” Yang Dihadapi Indonesia

Reporter : optikaid
“Triple Challenges” Yang Dihadapi Indonesia

[caption id="attachment_9675" align="alignnone" width="300"] Oleh: Cak A. Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Pada saat perkembangan penyebaran virus corona yang begitu cepat  dan belum adanya vaksin diseluruh dunia pada tahun 2020-2021 telah menimbulkan kebingungan global karena belum adanya kepastian tentang bagaimana mengatasi virus ini serta ketidakpastian waktu berrhentinya pandemi itu.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani Mulai Perhitungkan Dana Makan Siang Gratis Prabowo

Ketidak pastian kapan berakhirnya Corona ini menyebabkan ketidak pastian dibidang perekonomian global yang juga berimbas pada Indonesia secara luas. Banyak pendapat yang mendiskusikan dampak suatu ketidak pastian atau uncertainty dibidang ekonomi. Namun secara umum lembaga konssultan keuangan dunia Price Water Cooper menilai bahwa ketidak pastian ekonomi itu akan berakibat negative kepada tiga sektor penting yaitu antara lain Konsumen yang membatasi pengeluaran; Bidang Usaha yang mengurangi produksi, investasi dan karyawannya; terjadinya disrupsi di Bidang pasar uang.

Kita semua menyaksikan secara kasat mata bahwa dampak dari semua itu terjadi penutupan perusahaan dimana-mana, mal-mal tutup dan banyak tenant yang keluar karena tidak sanggup membayar sewa, perdagangan dunia terhenti karena banyak negara menutup pelabuhan laut dn bandaranya, pertumbuhan ekonomi melemah dan akhirnya terjadi PHK dan kemiskinan dimana-mana.

Meskipun pandemi corona sudah melandai diseluruh dunia, dan banyak negara mulai merangkak bangun untuk menuju economic recovery; lalu muncul persoalan baru yaitu perang Rusia dan Ukraina. Ibu Sri Mulyani Menteri Keuangan Indonesia dalam suatu kesempatan mem-warning adanya ancaman baru yang mengerikan dibidang perekonomian dunia yang disebut sebagai Triple Challenges atau Tiga Tantangan akibat perang itu yaitu naiknya suku bunga, tingkat inflasi tinggi dan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Sri Mulyani juga memberikan warning akan naiknya harga-harga energi dan bahan makanan.

Negara Amerika Serikat dan sekutunya NATO di Eropa sama-sama menghukum Rusia karena invasinya ke Ukraina dalam bentuk pemberian berbagai macam sanksi ekonomi diantaranya negara-negara itu menghentikan perdagangan dengan Rusia; bagi negara yang tidak mematuhi perintah Amerika Serikat maka dianggap sebagai musuh; Either with Us or Against Us ikut kami atau jadi musuh kami begitu kata Amerika Serikat. AS dan sekutunya (meskipun tidak semua setuju) menyetop impor minyak dan gas dari Rusia.

Baca juga: Pernyataan Menkeu Sri Mulyani Dinilai Janggal, Benarkah?

Sanksi ekonomi itu menjadi boomerang bagi AS, Eropa dan dunia karena pasokan bahan makanan seperti gandum dan peptisida untuk pertanian dunia, minyak dan gas dari Rusia terhenti. Adanya disrupsi di Supply Chain atau rantai pasokan bahan makanan yang penting bagi dunia menyebabkan banyak negara mengalami kelangkaan bahan makan dan kenaikan harga-harga. Itu terjadi karena ketergantungaan dunia kepada Rusia dan Ukraina sangat tinggi. Misalnya negara Mesir 85% kebutuhan gandumnya berasal dari Rusia; negara-negara di Eropa sekitar 40% kebutuhan minyak dan gas tergantung kepada Rusia.

Akibat kondisi yang baru ini menyebabkan adanya tiga ancaman yang disebutkan bu Sri Mulyani diatas, sebagai contoh inflasi di Amerika Serikat sudah mencapai 8%- suatu tingkat inflasi paling tinggi disejarah AS; harga bahan bakar di SPBU naik drastis, makanan bayi kosong di rak-rak mini dan super market AS, tingkat suku bunga akan dinaikkan oleh the Fed (Bank Sentral AS). Kejadian itu tidak hanya terjadi di AS tapi juga di benua Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin dan Asia.

Indonesia yang bergantung pada perdagangan dunia (dan memiliki hutang sekitar Rp 7.000 T) sangat terpengaruh dengan kondisi ekonomi buruk yang terjadi secara global. Indonesia harus melakukan antisipasi segera dan terukur dalam menghadapi ancaman baru ini. Pengeluaran negara harus dikelola secara efesien dan transparan tidak boleh bocor karena korupsi dan tidak boleh ada pengeluaran yang tidak ada manfaatnya, KPK harus berani mengambil tindakan tegas terhadap koruptor, pengemplang pajak negara harus dihukum, proyek-proyek mercusuar yang terrgantung pada hutang luar negeri harus dievaluasi atau dihentikan dsb.

Baca juga: Sri Mulyani: Anggaran Perlinsos Bansos 6 Tahun Tak Jauh Beda!

Dalam kondisi buruk dan menyedihkan seperti ini ada baiknya para pejabat negara beserta istrinya menahan diri untuk tidak bersuka ria memamerkan kekayaan dan suka cita traveling di luar negeri di sosmed mereka secara terbuka di hadapan masyarakat yang sedang menderita karena masyarakat kebanyakanlah yang sangat terdampak dengan kondisi suram global ini.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru