Optika.id - Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya menggelar persidangan pasangan suami istri (pasutri) yang merupakan Bupati Probolinggo non-aktif, Puput Tantriana Sari dan mantan anggota DPR RI Fraksi NasDem, Hasan Aminuddin, suaminya pada hari ini, Kamis (2/6/2022). Kedua pasutri itu divonis 4 tahun kurungan penjara oleh majelis hakim.
Ketua Majelis Hakim, Dju Johnson Mira M yang didampingi dua hakim anggota, Emma Ellyani dan Abdul Ghani, juga menjatuhkan denda kepada terpidana. Yakni Rp 200 juta subsider 2 bulan. Serta uang pengganti 20 juta subsider 6 bulan.
Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
"Kedua terdakwa terbukti menyalahi pasal 12a Undang-undang Tipikor, kata Dju Johnson Mira M selaku Ketua Majelis Hakim sebelum mengetok palu.
Vonis kedua terdakwa lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK. Kala itu, JPU menuntut Hasan Tantri 8 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf a UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 57 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Kesatu.
Tuntutan pidana penjara masing-masing 8 tahun itu dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa Tantri dan Hasan. Selain itu, kedua terdawa dituntut membayar denda masing-masing Rp 800 juta. Lalu khusus untuk uang pengganti, hanya dibebankan pada terdakwa Tantri sebesar Rp 20 juta.
Atas vonis tersebut, baik kubu terdakwa dan JPU KPK, sama-sama menyatakan pikir-pikir untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. Kesempatan pikir-pikir ini diberi waktu sepekan
Pindah ke Lapas Surabaya
Selain mendapat vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, Bupati Probolinggo nonaktif Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, juga mendapat kabar melegakan. Permintaannya agar penahanannya dipindah dari Jakarta ke Surabaya atau Sidoarjo, dikabulkan majelis hakim.
Hal itu terungkap dalam sidang putusan Tantri Hasan dalam kasus jual beli jabatan Pj Kepala Desa di Pengadilan Tipikor, Kamis (2/6/2022). Sidang tersebut dipimpin ketua majelis hakim Dju Johnson Mira M dengan didampingi hakim anggota Emma Ellyani dan Abdul Ghani. Nah, majelis hakim menyatakan mengabulkan permohonan pemindahan tahanan Tantri - Hasan ke Rutan Surabaya.
Diketahui, sejak OTT KPK RI pada 31 Agustus 2021 lalu, kedua terdakwa ditahan di Rutan KPK di Jakarta. Tantri dan Hasan tetap ditahan di Jakarta dengan alasan keduanya masih dalam tahap pemeriksaan kasus lain yang juga ditangani KPK. Proses persidangannya pun dilakukan secara virtual.
Sementara, Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa Bunadi Wibakso mengatakan, putusan pemindahan tahanan kedua kliennya itu sidah sesuai dengan azas kemanusiaan. Menurutnya, saat ini kondisi psikis terdakwa terganggu karena terpisah dari anaknya yang usianya masih 3 tahun.
Menurut Bunadi, anak yang masih seusia itu pastinya mempunyai kedekatan emosional dengan orang tua. Anak tersebut sangat butuh kasih sayang orang tua. Sehingga memang perlu dipindah lebih dekat ke Probolinggo.
"Jadi tinggal menunggu dari penuntut umum bagaimana nanti," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wawan Yunarwanto mengatakan kalau itu merupakan hak dari majelis hakim dengan pertimbangan asas kemanusiaan. Hanya saja pihaknya tetap akan menyesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan.
Jika kebutuhan yang dimaksud sudah cukup, maka pihaknya akan segera melakukan pergeseran terhadap keduanya. Namun jika masih belum memenuhi kebutuhan pemeriksaan, maka akan dilakukan koordinasi antar tim. "Nanti akan kita diskusikan dengan tim yang disana," katanya.
Diketahui, Hasan Tantri tersandung terjaring OTT KPK atas kasus jual beli jabatan Pj Kades pada 1 September 2021. Kasus itu, melibatkan 20 orang lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Probolinggo.
Mantan penguasa Kabupaten Probolinggo itu, juga telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi dan TPPU. Pengumuman tersangka dalam pengembangan perkara ini disampaikan langsung oleh Plt Jubir KPK Ali Fikri, pada Selasa, 12 Oktober 2021.
Peran Tersangka
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK RI Alex Marwata membeberkan peran serta para tersangka dalam perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli posisi pejabat kepala desa (Pj Kades).
Alex menjelaskan, kasus yang menjerat Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan anggota DPR RI Hasan Aminuddin, bermula dari perhelatan kepala desa (pilkades) serentak di 24 kecamatan. Dimana ada 252 desa yang masa jabatan kades definitif habis pada Agustus September 2021. Nah, kekosongan itu dimanfaat untuk mencari keuntungan.
Baca juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
Apalagi rencana Pilkades serentak itu mundur pelaksanaannya. Semula dijadwalkan pada awal Desember 2021, diundur menjadi tahun 2022. Dengan demikian dibutuhkan 252 Pj Kades agar roda pemerintahan tetap berjalan.
Dalam aturannya, Pj Kades harus berasal dari aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Probolinggo. Calon-calon Pj kades itu, diusulkan oleh camat masing-masing. Agar usulan itu disetujui Bupati Probolinggo, maka dibutuhkan persetujuan Bupati Puput Tantriana Sari.
Anehnya, pada proposal pengajuan calon Pj yang disodorkan camat harus ada paraf dari Hasan Aminuddin, suami Tantri.
"Nantinya akan disetor ke PTS (Puput Tantriana Sari), kata Alex melalui pers rilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan pada Selasa (31/8/2021).
Namun paraf anggota DPR RI dari NasDem itu, tidak gratis. Setiap calon Pj wajib menyetorkan uang pelicin sebesar Rp 20 juta. Selain itu, ada upeti wajib dari hasil tanah bengkok desa senilai Rp 5 juta per hektarnya.
Tersangka Dody Kurniawan selaku Camat Krejengan, kemudian mengumpulkan para calon Pj di kantor pada 27 Agustus 2021. Pertemuan di kantor Camat Krejengan itu dihadiri oleh tersangka berinisial AW, MW, MI, NB, MR, AW, dan KO. Mereka diminta untuk memenuhi persyaratan itu.
Secara perorangan, para calon Pj tersebut lantas diminta untuk menemui tersangka Hasan Aminuddin di rumah pribadinya, Jalan Ahmad Yani nomor 9 Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo. Namun, mereka dilarang bertemu langsung dengan mantan Bupati Probolinggo dua periode itu. Melainkan harus melalui camatnya.
Camat Krejengan, Doddy Kurniawan lantas menghadap Bindereh Hasan, begitu Hasan Aminuddin dipanggil, pada Ahad malam, 29 Agustus 2021. Ia mengajak Pj Kades Karangren Sumarto.
Ternyata modus operandi itu, dicium KPK. Hingga kemudian tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di rumah Hasan.
Yang hadir itu menyiapkan uangnya dan terkumpul Rp. 240 juta, sebut Alex dengan gamblang.
Baca juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!
Pada saat bersamaan, tim lain bergerak ke rumah pribadi Camat Paiton Muhamad Ridwan, Kelurahan Curahgrinting, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo. Saat itu, Ridwan sudah memegang uang setoran dari calon Pj di wilayahnya senilai Rp 112 juta 500 ribu. Uang itu dari tersangka MU, MB, MH, AS, JL, UR, NH, NUH, HS, SR, SO, dan SD. Hanya saja, uang tunai itu belum disetorkan ke Hasan.
Dalam OTT pada Senin dinihari itu, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang tunai total Rp 362 juta, 500 ribu.
"Perbuatan para tersangka yang diduga tidak melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih dengan meminta imbalan atas jabatan telah melanggar nilai antikorupsi yang seharusnya ditegakkan oleh pejabat publik, katanya.
Dalam serangkaian OTT jual beli jabatan Pj kades di Kecamatan Krejengan dan Paito itulah, KPK menetapkan 18 orang tersangka penyuap.
Sedangkan 4 orang tersangka lainnya sebagai penerima suap yaitu Bupati Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin, Camat Paiton Muhamad Ridwan dan Camat Krejengan Dody Kurniawan.
Pemberi suap dikenakan pasal 5 ayat satu huruf a atau huruf b, atau pasal 13 tahun 31 UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan penerima suap dikenakan pasal 15 huruf a juncto pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi