Bendahara Umum PBNU Mardani Maming Diperiksa KPK

Reporter : Denny Setiawan
Mardani H Maming

Optika.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming. KPK menyatakan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), itu dipanggil untuk dimintai keterangan oleh tim penyelidik dalam kasus korupsi pengalihan Izin Usaha Tambang (IUP).

"Ada permintaan keterangan dan klarifikasi yang bersangkutan oleh tim penyidik, kata plt juru bicara KPK Ali Fikri, Kamis (2/6/2022).

Baca juga: PDI-P All Out Menangkan Risma-Gus Hans di Pilkada Jatim

Ali belum bisa menjelaskan materi pemeriksaan terhadap politikus PDIP tersebut. Ali mengatakan belum bisa memberi keterangan karena kasus ini masih di tahap penyelidikan.

Kasus ini berawal dari pengalihan IUP PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada 2011 di Kabupaten Tanah Bumbu, saat Mardani H Maming menjabat sebagai bupati.

Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan anak buah Mardani, mantan Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu Dwidjono Putro Hadi Sutopo sebagai tersangka.

Kejaksaan menilai pengalihan itu menyalahi Undang-Undang Minerba karena IUP tak boleh dialihkan. Dwidjono dituding menerima uang sebesar Rp 10 miliar dari Direktur Utama PT PCN Henry Soetio.

Dwidjono membantah tudingan jaksa itu dengan menyatakan bahwa dana sebesar Rp 10 miliar itu merupakan hutang yang telah dia selesaikan kepada Henry. Dia justru menuding Mardani sebagai aktor di balik pengalihan tersebut.

Baca juga: Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Diusut KPK: Kapan Tersangka?

Di pengadilan, Dwidjono sempat mengaku diperkenalkan kepada Henry oleh Mardani. Dia pun mengaku sempat tak mau memproses pengalihan IUP itu karena tahu hal itu melanggar undang-undang. Dwidjono menyatakan mendapatkan tekanan untuk menandatangani surat keputusan pengalihan IUP yang sudah ditandatangani oleh Mardani terlebih dahulu tersebut.

Kuasa hukum Dwidjono pun sempat mengirim surat kepada KPK terkait keterlibatan Mardani. Dalam surat yang salinannya didapatkan Tempo tersebut, mereka menyebutkan adanya aliran dana dari PT PCN kepada dua perusahaan yang berafiliasi dengan PT Batulicin 69, perusahaan milik keluarga Mardani.

Adik dari Henry, Christian Soetio, dalam kesaksiannya mengakui adanya aliran dana dari PT PCN kepada PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP), dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Batulicin 69, sebesar Rp 89 miliar.

Mardani membantah keterangan Dwidjono dan Christian itu. Melalui pengacaranya, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) itu menyatakan bahwa SK pengalihan IUP itu terlebih dahulu ditandatangani oleh Dwidjono. Mardani, menurut pengacaranya, tak mengetahui jika pengalihan IUP tersebut melanggar undang-undang.

Baca juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Politikus PDIP tersebut juga membantah adanya aliran dana terkait dengan pengalihan IUP. Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Kalimantan Selatan tersebut menyatakan bahwa aliran dana itu merupakan bagian dari pendapatan dua perusahaan tersebut atas kerja sama dengan PT PCN. Bahkan, menurut pihak Mardani, PT PCN masih memiliki hutang sebesar Rp 106 miliar dan saat ini sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru