Koalisi Parpol Penguasa Melawan Islam Politik ?

Reporter : optikaid
Koalisi Parpol Penguasa Melawan Islam Politik ?

[caption id="attachment_9445" align="alignnone" width="150"] Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA[/caption]

Optika.id - Kabar terbaru para pemimpin parpol bertekad melawan politik identitas. Para pemimpin Parpol mengatakan bahwa Pemilu 2014 dan 2019 telah berlangsung sukses tapi meninggalkan polarisasi yang berbahaya di masyarakat. Faktanya memang bangsa ini terbelah menjadi cebong dan kampret. Tidak dijelaskan mengapa hal itu terjadi dan apa yang sudah dilakukan untuk mencegah polarisasi itu. Tapi mereka menuding politik identitas sebagai biang keladi polarisasi masyatakat. Saya menduga keras bahwa para elite parpol itu telah menjadi kura2 dalam perahu : seolah tidak tahu mengapa, padahal itu ulah mereka sendiri. Tapi kini mereka mencari kambing hitam dengan menyalahkan faktor lain selain parpol dan perilaku para elitenya.

Baca juga: Intip Hangatnya Pertemuan Anies, Pramono, dan Rano di Lebak Bulus

Faktor lain yang disalahkan itu adalah Islam politik yang sebagian besar direpresentasikan dalam Pilgub DKI yang telah dimenangkan oleh Anies Baswedan. Pilgub DKI itu kemudian berbuntut panjang, apalagi kini Anies muncul sebagai tokoh calon presiden muslim yang sangat populer jika bukan terpopuler. Sikap permusuhan para elite parpol pada Islam politik ini tentu mengherankan sekaligus tidak. Mengherankan karena para elite tiba2 jadi dungu korban narasi islamophohia yang masih tersisa. Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI sudah membuktikan dirinya sebagai Gubernur yang berdiri di semua golongan, terutama kaum miskin dan tertindas, apapun agama dan sukunya. Keadilan adalah jargonnya yang paling mencolok. Kekhawatiran elite parpol ini malah menegaskan dugaan bahwa ada kekuatan oligarki yang mendukung logistik banyak parpol berkuasa saat ini pada saat kesenjangan dan ketimpangan begitu menganga di seluruh pelosok negeri. Polarisasi antara cebong dan kampret terjadi separah kesenjangan dan ketimpangan sosial ekonomi saat ini.

Permusuhan parpol terhadap politik identitas itu juga tidak mengherankan karena banyak elite politik memang *miskin gagasan* yang berpotensi menjadi diskursus baru di tengah *kematian imajinasi politik* saat ini yang semakin terkungkung oleh banyak *jargon harga mati*. Seolah semua urusan negeri ini sudah selesai dan baik-baik saja. *Islam adalah sumber inspirasi* yang kaya yang boleh diambil oleh siapapun asal usulnya, termasuk asal usul sukunya : Jawa, Dayak, Bugis, Arab, atau China. *Islam itu melampaui primordialitas semacam sukuisme*. Sayang sekali para elite parpol ini gagal atau pura2 gagal memahami bahwa islam itu sebuah kompleks gagasan seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan Pancasila. Bahkan sejarah Islam memberi data yang lebih dari cukup dan terdokumentasi dengan baik untuk digali kembali sebagai sumber inspirasi. Para _founding fathers_ seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Agus Salim, sangat terinspirasi oleh Islam sebagaimana terbukti dalam rumusan Pembukaan UUD45. Bahkan para pendiri bangsa ini dari berbagai latar belakang suku dan agama telah pernah mensepakati Piagam Jakarta sebagai _gentlemen agrreement_.

Saya menduga keras bahwa sebagian elite parpol penguasa masih bermain main untuk menutup-nutupi kudeta konstitusi yang telah terjadi sejak amandemen ugal- ugalan atas UUD45 sebagaimana disampaikan oleh Gatot Nurmantyo pada Hidayat Nurwahid sebagai pimpinan MPR baru-baru ini. Prof. Kaelan guru besar Pancasila UGM bahkan tegas mengatakan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara sudah murtad dari Pancasila. Tidak hanya _de yure_, secara _de facto_ kaum sekuler kiri yang dibantu kaum nasionalis radikal sebagai _useful idiots_ telah mengubur Pancasila di bawah kaki mereka.

Upaya permusuhan terhadap Islam politik oleh banyak elite parpol penguasa saat ini harus dilawan karena sesat dan menyesatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mutu berpikir dan menggagas banyak para pemimpin parpol saat ini sangat menyedihkan dibanding mutu pikiran dan gagasan para pendiri Republik. *Islam politik adalah hak setiap warga negara*, terutama muslim, yang bisa dinyatakan tidak hanya melalui parpol yang terus berusaha memonopoli politik setelah Pemilu usai.

Baca juga: Tom Lembong Terjerat Kasus Impor Gula, Anies Buka Suara

*Pemilu hanya menjadi instrumen transfer bersih hak2 politik warga pemilih* ke sebagian besar Parpol. Peran politik warga negara hanya ada dan selesai di bilik2 Tempat Pemungutan Suara.

*Politik sekuler kiri dan nasionalis saat ini sudah kadaluwarso* menghadapi tantangan nasional, regional dan global yang semakin _interconnected and borderless_. Kecuali jika Republik ini hanya diarahkan untuk menjadi satelit China atau Amerika. Agenda usang kedua kekuatan adidaya atas Republik ini semakin jelas bahwa Islam politik akan menjadi gangguan serius bagi upaya memenangkan _proxy and neo-cortex war_ di negeri seluas Eropa yang kekayaannya selalu menggiurkan para penjajah ini. Upaya memusuhi Islam politik adalah upaya para kaki tangan China dan AS saja di negeri ini. Kesepakatan elite parpol untuk memusuhi Islam politik adalah _ungentleman, if not crooked, agreement_.

Jika politik sekuler _sak karepmu dhewe_ pesanan China dan AS boleh, mengapa Islam politik tidak boleh ?

Baca juga: Anies dan Ganjar akan Hadir dalam Pelantikan Prabowo-Gibran Minggu Besok

Gunung Anyar, 6 Mei 2022

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru